Perjalanan panjang kasus Bank Century

Kamis, 20 Desember 2012 - 17:01 WIB
Perjalanan panjang kasus Bank Century
Perjalanan panjang kasus Bank Century
A A A
April 2010 tim pengawas rekomendasi DPR tentang kasus Bank Century dibentuk . Timwas ini untuk mengawal hasil rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) hak angket Bank Century yang dibentuk sejak 1 Desember 2009 melalui sidang paripurna DPR. Penggunaan Pansus ini disahkan setelah mendapat dukungan dari 503 anggota DPR. Tujuannya untuk mengungkap skandal Bank Century.

Berdasarkan hasil penelusuran Pansus angket ini menyimpulkan, bailout Century menyimpang atau dikenal dengan opsi C yang didukung oleh 315 anggota DPR. Sementara yang menyatakan menyetujui adanya bailout Century atau dikenal dengan opsi A hanya didukung oleh 212 anggota DPR melalui sidang paripurna.

Pada 11 Desember 2012 melalui sidang paripurna DPR, masa kerja timwas kembali dinyatakan diperpanjang untuk satu tahun ke depan dengan catatan, dari sembilan fraksi yang ada di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak.

Artinya, hampir tiga tahun sudah perjalanan tim pengawas rekomendasi DPR tentang kasus Century. Namun, belum ada hasil sesuai yang diharapkan publik. Hingga saat ini sulit rasanya untuk menyebut hasil konkret kerja timwas yang bisa dibanggakan.

Bahkan pengawasan terhadap proses hukum kasus yang merugikan negara hingga Rp6,7 triliun itu, terkesan jadi ajang panggung politik bagi partai politik (parpol) yaang berusaha meningkatkan popularitasnya dan menyandera lawan politik lain demi kepentingan 2014 mendatang.

Buktinya, para pihak yang diduga punya andil besar atas terjadinya kasus tersebut hingga kini masih bernafas lega. Pasalnya, mereka hingga kini belum terjerat hukum. Bahkan, diproses secara hukum saja, tidak jelas.

Gubernur Bank Indonesi (BI) Boediono, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan para pihak yang disebut-sebut diduga mempunyai andil besar atas terjadinya persoalan tersebut.

Boediono adalah Gubernur BI periode Mei 2008-Mei 2009. Maka itu, dianggap memiliki peran dalam pemberian dana talangan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ke Bank Century. Meski diduga memiliki andil besar dalam kasus tersebut, hingga saat ini Boediono belum menginjakkan kakinya di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus itu.

"Peran Pak Boediono pasti ada dalam penetapan FPJP. Selaku Gubernur BI yang tentunya tahu dan mengerti soal pemberian itu," ujar Ketua KPK Abraham Samad, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 21 November 2012.

Namun, besarnya opini publik akan andil Boediono dalam kasus tersebut, akhirnya yang bersangkutan menjalani pemeriksaan di kantornya 2010 lalu. Perlakuan ini, mengingat posisi mantan Gubernur BI tersebut yang sekarang menjadi Wakil Presiden. Alasan kesibukannya sebagai orang nomor dua di negeri inilah yang membuat KPK harus mengalah dan mendatangi Boediono.

Persoalan pemeriksaan terhadap Boediono belakangan kembali mencuat, setelah adanya desakan dari publik yang penasaran akan kebenaran sang mantan Gubernur BI itu. Namun, usai menghadiri pertemuan dengan tim pengawas rekomendasi DPR soal kasus Century, Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, Boediono saat ini bukan warga biasa lagi, karena posisinya sebagai Wapres.

Polemik pun bergulir, berwenang atau tidak KPK untuk memanggil Boediono untuk menjalani pemeriksaan, dan berwenangkah KPK untuk memanggil paksa yang bersangkutan jika tiga kali mangkir tanpa alasan jelas.

Akhirnya, Abraham samad kembali menegaskan, pihaknya bisa saja memanggil Boediono untuk menjalani pemeriksaan. “KPK tetap berwenang, tidak pernah ragu memeriksa siapapun, meskipun dia (Boediono) Wakil Presiden, karena kita menganut prinsip semua sama di hadapan hukum,“ tegasnya.

Proses penuntasan melalui hukum atas kasus Bank Century memang sangat lamban, bahkan menimbulkan ada rasa pesimis kasus ini akan terang benerang dan menjerat pihak di balik layar yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut.

Wajar saja, ketika kasus ini terjadi waktunya tidak jauh dengan pelaksanaan Pemilu. Tepatnya pada tahun 2008 atau sekira satu tahun sebelum dilaksanakannya Pemilu 2009 yang melahirkan kembali SBY sebagai Presiden RI untuk periode 2009-2014.

Adanya rasa pesimisme ini kemudian muncul usulan dari DPR untuk menggunakan Hak Menyatakan Pendapat (HMP). Penggunaan hak politik anggota DPR diharapkan dapat membuka tabir kelam yang menyelimuti persoalan kasus tersebut.

Namun, HMP ini tidak pernah terealisasi, karena sikap di internal DPR sendiri tidak bulat untuk menggunakan hak politik yang diketahui sangat dahsyat itu. Boleh dibilang, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang terkesan serius untuk mendorong HMP ini. "Ya hak menyatakan pendapat itu jangan cuma jadi gertak fungsionaris DPR semata," ucap Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo ketika berbincang dengan Sindonews, Jumat 23 November2012.

Wajar saja, jika HMP ini diwujudkan, ibarat bola liar. Dampak politiknya sangat besar, bahkan bisa menjungkalkan SBY dari jabatannya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Publik pun hingga kini masih menunggu akhir dari pengungkapan masalah Century.

Mungkinkah harapan publik dapat terjawab. Ibarat api jauh dari panggangang, sebab 2013 republik ini sudah disibukkan dengan hajatan politik besar yang dikenal Pemilu 2014. Lagi-lagi, pengungkapan kasus Century akan terabaikan.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6379 seconds (0.1#10.140)