Picu Kontroversi, Fraksi PKB : Segera Cabut Aturan Penggeras Suara di Masjid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI menilai Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala hanya memicu kontroversi di akar rumput. Baiknya SE Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala tersebut dicabut karena rawan memicu gejolak di masyarakat. (Baca Juga :Minta Tokoh NU Tegur Menag, Eggi Sudjana: Kalau Kita Nanti Dibilang Intoleran)
“Selama ini secara umum tidak ada keluhan terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala di tanah air. Justru dengan adanya SE Menag terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala ini polemic dan perdebatan publik muncul. Baiknya dicabut saja aturan tersebut,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Dia menjelaskan selama ini tidak ada kasus menonjol terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Setiap lokal masyarakat mempunyai kearifan tersendiri dalam menyikapi adzan, salawatan, hingga pengajian di masjid dan musala. “Justru konsep tafahum atau saling memahami dan tasamuh (toleransi) antarmasyarakat terkait pengeras suara dari masjid dan musala yang telah terbentuk sejak puluhan tahun silam dicedarai dengan surat edaran Menag ini. So far masyarakat di daerah tidak ada masalah kok selama ini,” katanya.
Cucun mengungkapkan pengaturan penggunaan penggeras suara masjid dan musala ini telah diatur di waktu-waktu sebelumnya. Menurutnya aturan lebih detail terkait penggunaan pengeras suara masjid dan musala ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.007/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor : KEP/D/101/1978. “Kita selama ini sebenarnya sudah diatur terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Ini kenapa ada SE Menag lagi untuk mengatur hal yang sama. Ironisnya saat ini disampaikan ke publik justru memicu resitensi lebih besar dari umat,” ujarnya. (Baca Juga :Dasco: Jika Suara Azan Dianggap Gangguan, Itu Berlebihan)
Legislator asal Jawa Barat ini mengaku menerima banyak aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan atas SE Menag terkait pengaturan pengeras suara di masjid dan musala. Mereka merasa aturan tersebut hanya membatasi syiar dan dakwah Islam. "Yang tidak tertangkap dalam aturan terbaru pengaturan pengeras suara di masjid dan musala adalah bahwa di kampung-kampung yang homogen dan mayoritas beragama Islam suara bacaan alquran, salawatan, maupun pengajian justru merupakan hiburan tersendiri. Kalau ini sampai dibatasi dalam tempo tertentu atau hanya boleh menggunakan pengeras suara masjid untuk di dalam justru kontraproduktif," pungkasnya.
“Selama ini secara umum tidak ada keluhan terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala di tanah air. Justru dengan adanya SE Menag terkait aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala ini polemic dan perdebatan publik muncul. Baiknya dicabut saja aturan tersebut,” ujar Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal, di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Dia menjelaskan selama ini tidak ada kasus menonjol terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Setiap lokal masyarakat mempunyai kearifan tersendiri dalam menyikapi adzan, salawatan, hingga pengajian di masjid dan musala. “Justru konsep tafahum atau saling memahami dan tasamuh (toleransi) antarmasyarakat terkait pengeras suara dari masjid dan musala yang telah terbentuk sejak puluhan tahun silam dicedarai dengan surat edaran Menag ini. So far masyarakat di daerah tidak ada masalah kok selama ini,” katanya.
Cucun mengungkapkan pengaturan penggunaan penggeras suara masjid dan musala ini telah diatur di waktu-waktu sebelumnya. Menurutnya aturan lebih detail terkait penggunaan pengeras suara masjid dan musala ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.007/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor : KEP/D/101/1978. “Kita selama ini sebenarnya sudah diatur terkait penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Ini kenapa ada SE Menag lagi untuk mengatur hal yang sama. Ironisnya saat ini disampaikan ke publik justru memicu resitensi lebih besar dari umat,” ujarnya. (Baca Juga :Dasco: Jika Suara Azan Dianggap Gangguan, Itu Berlebihan)
Legislator asal Jawa Barat ini mengaku menerima banyak aspirasi masyarakat yang menyatakan keberatan atas SE Menag terkait pengaturan pengeras suara di masjid dan musala. Mereka merasa aturan tersebut hanya membatasi syiar dan dakwah Islam. "Yang tidak tertangkap dalam aturan terbaru pengaturan pengeras suara di masjid dan musala adalah bahwa di kampung-kampung yang homogen dan mayoritas beragama Islam suara bacaan alquran, salawatan, maupun pengajian justru merupakan hiburan tersendiri. Kalau ini sampai dibatasi dalam tempo tertentu atau hanya boleh menggunakan pengeras suara masjid untuk di dalam justru kontraproduktif," pungkasnya.
(war)