KPK Identifikasi Potensi Korupsi Dana Program Pencegahan Stunting

Rabu, 23 Februari 2022 - 06:35 WIB
loading...
KPK Identifikasi Potensi...
Potensi risiko korupsi dalam pengelolaan dana program pencegahan stunting tahun 2022 diidentifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
JAKARTA - Potensi risiko korupsi dalam pengelolaan dana program pencegahan stunting tahun 2022 diidentifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Potensi korupsi itu meliputi pengadaan, distribusi, dan pelaksanaan intervensi percepatan penurunan program stunting.

KPK juga mengidentifikasi potensi penyimpangan terkait ketepatan sasaran penerima program pencegahan stunting 2022. Bahkan, diduga ada indikasi kegiatan fiktif terkait program pencegahan atau penurunan stunting tahun 2022 yang berpotensi merugikan keuangan negara.

Hal itu diungkapkan Direktur Koordinasi Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK Bahtiar Ujang Purnama saat mengikuti rapat koordinasi dukungan informasi program percepatan penurunan stunting pemerintah daerah yang digelar secara virtual bersama sejumlah elemen.





"Potensi risiko korupsi juga muncul berupa indikasi kegiatan fiktif baik di level pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun kelurahan/desa. Lalu pada duplikasi anggaran dalam percepatan program stunting," kata Bahtiar melalui keterangan resminya, Rabu (23/2/2022).

Potensi korupsi terkait pengelolaan dana program pencegahan stunting tahun 2022 berhasil diidentifikasi KPK setelah menerima laporan dari masyarakat. KPK mendorong kepada pemerintah serta pihak-pihak yang terlibat untuk menghindari praktik-praktik korupsi yang dapat mendegradasi kebermanfaatan program tersebut.

Untuk diketahui, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Akibatnya, berdampak gangguan pertumbuhan pada anak. Salah satu contohnya, tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.



Pencegahan stunting sendiri merupakan salah satu fokus program pemerintah Indonesia. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal hingga mampu berinovasi serta berkompetisi di tingkat global.

Rapat koordinasi masalah stunting tersebut diketahui juga dihadiri dari unsur pemerintah yaitu, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Suprayoga Hadi.

Kemudian, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Subandi; Asisten Deputi Penanggulangan Kemiskinan Setwapres Abdul Mu'is; Plh Direktur Korsup Wilayah IV KPK, Jarot Faizal; serta Direktur Korsup Wilayah V KPK Budi Waluya.

Dalam kesempatan itu, pihak KPK mengonfirmasi serta meminta penjelasan langsung kepada pemerintah mengenai kemajuan program stranas percepatan penurunan stunting. Sebab, stunting merupakan salah satu masalah serius yang harus difokuskan pemerintah dan sejumlah pihak lainnya.

Menindaklanjuti temuan KPK tersebut, Suprayoga menjelaskan bahwa Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin selaku Ketua Pengarah Percepatan Penurunan Stunting menargetkan prevalensi stunting turun menjadi 14% pada tahun 2024. Kemudian, pada tahun 2030 menjadi 0% sesuai target Sustainable Development Goals (SDGs).

Sejak program ini dimulai pada 2018, Suprayoga mengklaim bahwa tim percepatan penurunan stunting sudah berhasil menurunkan prevalensi stunting pada 2021 menjadi 24%, dari angka awal di atas 27%. Ia mengatakan, program tersebut dijalankan di setiap daerah dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan tiap daerah.

"Kami juga mempunyai tim percepatan penurunan stunting dari level provinsi, kabupaten, hingga desa," klaim Suprayoga.

Suprayoga turut merinci anggaran stunting tiap tahunnya, yakni sejak 2018 sebesar Rp24 triliun, lalu menjadi Rp29 triliun pada 2019, Rp39,8 triliun pada 2020, dan Rp35,3 triliun pada tahun 2021. "Anggaran sebesar itu menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas stunting," katanya.

KPK juga sempat mengonfirmasi kepada pemerintah terkait masih adanya provinsi yang tingkat prevalensi stunting-nya di atas 30%. KPK meminta agar ada strategi khusus untuk mempercepat penurunan stunting di daerah itu.

Kata Suprayoga, sudah ada atensi dan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memberikan perhatian khusus bagi tujuh provinsi, yang tingkat prevalensi stuntingnya masih tinggi. Ketujuh daerah itu yakni, NTT, Sulbar, Aceh, NTB, Sultra, Kalsel, dan Kalbar.

"Upaya percepatan di sana harus lebih istimewa, lebih extraordinary. Ada juga lima provinsi yang jumlah stuntingnya besar, karena penduduknya padat. Yaitu Jabar, Jateng, Jatim, Banten, dan Sumut. Jadi 12 provinsi itu yang perlu diberi penekanan khusus pada 2022 hingga 2024," katanya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1334 seconds (0.1#10.140)