Sejarah Pemilu di Indonesia: dari Zaman Soekarno hingga Jokowi

Senin, 14 Februari 2022 - 20:09 WIB
loading...
Sejarah Pemilu di Indonesia: dari Zaman Soekarno hingga Jokowi
Sejarah pemilu di Indonesia dimulai pada tahun 1955. Seiring perjalanan waktu, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden pun digelar serentak. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejarah pemilu (pemilihan umum) di Indonesia dimulai pada tahun 1955. Seiring perjalanan waktu, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden pun digelar serentak.

Sebagaimana termuat dalam laman KPU, pemilu nasional pertama di Indonesia yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, digelar pada 29 September 1955. Pada 25 Desember 1955, pemilu tahap kedua digelar untuk memilih anggota Dewan Konstituante.

Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari 100 daftar kumpulan dan calon perorangan. Pemilu 1955 ini mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing.



Pada Pemilu 1955 ini, Partai Nasional Indonesia (PNI) unggul. Adapun hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR, PNI meraih 57 kursi. Masyumi yang perolehan suaranya terpaut tipis juga meraih 57 kursi. Di urutan selanjutnya ada Nahdlatul Ulama (45 kursi), Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi, dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan 8 kursi.

Selepas Pemilu 1955, tak ada lagi pemilu yang digelar di era Soekarno. Waktu berjalan, kekuasaan pun beralih. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Soeharto baru dikukuhkan sebagai presiden menggantikan Soekarno pada 27 Maret 1968 berdasarkan hasil sidang umum MPRS.

Pada masa Orde Baru ini, pemilu pertama kali dilakukan pada 1971. Mengutip laman Perpusnas, biasanya karakter pemilu di negara demokrasi dibangun di atas prinsip free and fair (bebas dan adil), namun hal tersebut justru dihindari oleh Orde Baru. Akibatnya, selain ketidakseimbangan kontestasi di antara peserta, hasil pemilu juga tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat.

Pemerintah menunjukkan pemihakan kepada salah satu parpol peserta pemilu, yakni Golkar. Perolehan suara antara Golkar dan kontestan lainnya sangat timpang. Golkar menempati urutan pertama dengan perolehan suara mencapai 62,82%. Di posisi ke-2 ada NU dengan 18,68%, PNI sebesar 6,93%, dan Parmusi dengan suara sebanyak 5,36%.

Pemilu-pemilu selanjutnya di era Presiden Soeharto juga demikian. Partai Golkar selalu menjadi jawara selama Soeharto berkuasa. Hingga akhirnya Soeharto lengser dan Indonesia memasuki masa Reformasi.

Baca juga: KPU Sebut Ada Potensi Pemilu Susulan jika Masa Kampanye Dipersingkat

Pemilu pertama pada masa reformasi berlangsung pada tahun 1999. Kala itu, pemilu dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Terdapat 48 partai politik yang ikut sebagai peserta pemilu. Sedangkan untuk posisi kepala negara, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri diangkat dan ditetapkan oleh MPR RI sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 1999-2004.

Namun, baru 20 bulan menjabat, MPR menarik mandat yang diberikan kepada Gus Dur. Usai Gus Dur lengser, MPR melalui sidang istimewanya pada 23 Juli 2001 menetapkan Megawati sebagai Presiden RI, didampingi Hamzah Haz sebagai wakilnya.

Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat baru terlaksana pada pemilu tahun 2004. Dilaksanakan pada 5 Juli 2004, pemilu ini diikuti oleh 5 pasangan calon. Masing-masing pasangan tersebut adalah Wiranto-Salahudin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Ahmad Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.

Pilpres 2004 harus digelar dua putaran lantaran dari lima pasangan tersebut tidak ada satu pun yang memperoleh suara hingga 50% pada putaran pertama. Pada putaran kedua ini, SBY-JK berhadapan dengan Megawati-Hasyim Muzadi. Pilpres putaran kedua yang dilakukan pada 20 September 2004 menghasilkan kemenangan bagi pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla yang unggul dengan perolehan 60,62% (69.266.350 suara). Sementara, Megawati-Ahmad Hasyim Muzadi meraih 39,38% (44.990.704 suara).

Pada pemilu 2004, partai politik yang paling banyak menyedot suara masyarakat adalah Partai Golkar dengan 21,62%. Atau, ada sebanyak 128 kursi yang diraup oleh partai ini. Di posisi ke-2, ditempati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan jumlah suara sebanyak 18,31% atau sekitar 20 juta suara.

Berlanjut ke pemilu 9 April 2009, partai yang banyak dipilih masyarakat adalah Demokrat dengan total 20,81% suara. Artinya, partai ini mampu meloloskan 148 wakilnya untuk duduk di Senayan. Disusul Golkar yang menempati posisi kedua dengan raihan suara 14,45% dan berhasil mengirimkan 106 wakilnya ke DPR.

Di tahun itu pula, SBY berhasil memenangi pemilihan presiden (pilpes) dengan meraup 60,80% suara. Kala itu, ia berpasangan dengan Boediono. Di posisi kedua, ada Megawati dan Prabowo Subianto yang mendulang 26,79% suara. Sementara, di posisi terakhir ada pasangan Jusuf Kalla dan Wiranto dengan perolehan suara 12,41%.

Pada 2014, Indonesia kembali menyelenggarakan pemilu, tepatnya pada 9 April. Dalam pilpres, pasangan calon yang bertarung adalah Prabowo Subianto-Hatta Rajasa melawan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hasilnya, Jokowi-Jusuf Kalla berhasil memenangkan pemilu dengan meraup 70 juta suara. Prabowo-Hatta Rajasa di posisi kedua dengan 62,5 juta suara.

Sementara dalam pemilu legislatif, PDI Perjuangan menduduki peringkat pertama dengan perolehan suara mencapai 18,95%, disusul oleh Golkar yang meraih 14,75%, dan Gerindra sebanyak 11,81%.

Selang lima tahun kemudian, yakni pada 17 April 2019, pemilu kembali digelar. Jokowi mengulang kesuksesannya dalam pilpres dan menjadi presiden untuk kedua kalinya, berdampingan dengan Ma'ruf Amin sebagai wakilnya. Pasangan tersebut meraih suara sebanyak 55,50%. Di posisi kedua, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapatkan 44,50% suara. Sementara itu, PDIP juga kembali menduduki peringkat pertama dengan perolehan 19,33% suara. Diikuti oleh Gerindra (12,57% suara) dan Golkar (12,31% suara) di posisi kedua dan ketiga.

Agenda pemilu selanjutnya akan berlangsung pada tahun 2024. Melansir Sindonews, survei yang dilakukan oleh lembaga survei Charta Politika menyebutkan ada 3 pasangan capres-cawapres yang muncul, yakni Ganjar Pranowo-Erick Tohir, Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Prabowo Subianto-Puan Maharani.

Dari survei tersebut, pasangan Ganjar-Erick berhasil memuncaki survei dengan perolehan 33,9%. Diikuti oleh Anies-AHY dengan perolehan suara sebesar 26,2%, sedangkan Prabowo-Puan 20,3%. Namun, ada sekitar 19,6% responden yang memilih untuk tidak menjawab. Survei yang dilakukan sepanjang 29 November hingga 6 Desember 2021 itu melibatkan 1.200 responden dan tersebar di 34 provinsi.

Menuju 2024, masih ada waktu kurang lebih 2 tahun lagi. Dalam rentang tersebut, segala kemungkinan masih dapat terjadi.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0818 seconds (0.1#10.140)