Kampus Merdeka, Merdeka Stunting

Jum'at, 11 Februari 2022 - 15:17 WIB
loading...
Kampus Merdeka, Merdeka Stunting
Ali Khomsan (Foto: Ist)
A A A
Ali Khomsan
Guru Besar FEMA IPB, Ketua Kluster Pencegahan Stunting Asosiasi Profesor Indonesia

STUNTING (anak pendek) menjadi problem nasional yang kini penanganannya melibatkan hampir 20 kementerian/lembaga. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memerangi masalah gizi kronis yang mengancam kualitas sumberdaya manusia Indonesia.

Berdasarkan hasil SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) 2021 prevalensi stunting secara nasional adalah 24,4%, turun dibandingkan prevalensi 2019 yang sebesar 27,7%. Ini prestasi membanggakan dari program-program stunting yang harus bersaing ketat dengan pembiayaan program mengatasi pandemi Covid-19. Sekitar 85% provinsi di Indonesia (29 provinsi) berhasil menurunkan angka stunting, dan hanya 5 provinsi yang angka stunting-nya naik.

SSGI 2021 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tidak hanya memberikan gambaran status gizi balita saja tetapi juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk monitoring dan evaluasi capaian indikator intervensi spesifik maupun intervensi sensitif dalam rangka pencegahan stunting. Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%).

Banyak hal yang bisa dilakukan kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia untuk membantu pemerintah dalam penanggulangan problem stunting. Mahasiswa program studi Ilmu Gizi dan Kesehatan Masyarakat yang selama 4-6 semester menempuh perkuliahan dan mendapatkan ilmu-ilmu teoritis dapat menjajal ilmunya dengan terjun ke masyarakat memperkuat program gizi seperti posyandu. Pendampingan pelaksanaan posyandu oleh mahasiswa akan berdampak positif terhadap performans dan kualitas program.

Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk selama satu semester atau setara dengan 20 SKS menempuh pembelajaran di luar program studi pada perguruan tinggi yang sama; dan paling lama 2 (dua) semester atau setara dengan 40 SKS menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di perguruan tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di perguruan tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar perguruan tinggi. Dengan demikian MBKM dapat menjadi salah satu instrumen perguruan tinggi untuk memperkokoh pendampingan perguruan tinggi pada pemerintah daerah dalam program prioritas nasional semisal percepatan penurunan stunting.

Mahasiswa yang mengikuti program Kampus Merdeka diharapkan tidak dibebani tugas kuliah selama menjalani program sehingga mereka bisa fokus. Perguruan tinggi harus rela melepas mahasiswa “terbang bebas” menemukan hari esok dan dunia baru.

Tantangan yang harus dihadapi adalah bahwa belum semua perguruan tinggi memahami dan mampu mengimplementasikan Kampus Merdeka, apalagi sampai menyetarakan kegiatan ini dengan 20 SKS. Mengapa? Sebagian program studi di perguruan tinggi dengan kurikulum yang ketat telah menyiapkan mahasiswa untuk mencapai learning outcomes sebelum lulus sarjana dengan mengambil matakuliah-matakuliah yang “baku”.

Pemantauan pengukuran status gizi adalah hal krusial yang saat ini banyak dikerjakan oleh kader-kader posyandu. Validitas alat ukur dan kemampuan kader mengukur status gizi menjadi sangat penting sebab kekeliruan pengukuran dapat menyebabkan data status gizi di masyarakat menjadi data sampah sehingga program-program yang dijalankan pemerintah menjadi salah sasaran.

Oleh sebab itu, kemampuan mahasiswa untuk mendampingi posyandu dalam program Kampus Merdeka dapat menjadi salah satu strategi memecahkan masalah stunting. Harus dipahami bahwa pemerintah saat ini telah melibatkan 23 kementerian/lembaga untuk bersama-sama Kemenkes mengelola program konvergensi stunting. Ini berarti bahwa problem gizi tidak lagi sekadar dianggap sebagai problem kesehatan, namun problem kompleks yang harus dipecahkan secara multisektor.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1732 seconds (0.1#10.140)