Tidak Semua Kasus Positif Covid-19 Dapat Terdeteksi 100 Persen
loading...

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan bahwa tidak semua kasus positif Covid-19 dapat terskrining atau terdeteksi 100%. Foto/Antara
A
A
A
JAKARTA - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan bahwa tidak semua kasus positif Covid-19 dapat terskrining atau terdeteksi 100%. Seseorang yang tidak bergejala dan tidak diisolasi tetap mampu menularkan virus Covid-19 kepada orang lain.
“Faktanya, tidak semua kasus positif di lapangan dapat terskrining 100%,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers secara virtual, Kamis (10/2/2022).
Wiku mengatakan bahwa testing dalam kondisi pandemi menjadi tolok ukur tunggal penentuan diagnostik sebuah penyakit. “Dan tidak dapat terelakkan bahwa tidak semua orang melakukan dites,” katanya.
Wiku menjelaskan bahwa berdasarkan gejala klinisnya, kasus positif Covid-19 dapat dibagi menjadi kasus bergejala dan kasus tanpa gejala atau asimtomatik. Hal ini berarti orang yang tampak sehat-sehat saja belum tentu terbebas dari infeksi Covid-19.
Kata Wiku, jumlah kasus positif Covid-19 secara global tanpa gejala lebih sedikit persentasenya daripada kasus yang bergejala. “Selain itu mayoritas ahli sepakat bahwa kasus dengan gejala yang jelas masih lebih infeksius atau menular dibandingkan kasus tanpa gejala,” imbuhnya.
“Studi lainnya, juga menunjukkan bahwa peluang timbulnya kasus positif pada kontak erat, kasus positif tanpa gejala akan sekitar 3 sampai 25% lebih rendah daripada kontak erat kasus positif yang bergejala,” tambahnya.
Wiku mengatakan gejala Covid-19 seperti batuk dan bersin dapat memperbesar peluang penularan dibandingkan pada orang yang tidak batuk dan tidak bersin. “Walau begitu lebih sedikit dan lebih tidak menular dibandingkan kasus bergejala jika tidak diantisipasi dengan baik, maka risiko ini akan menimbulkan kenaikan kasus secara signifikan,” pungkasnya.
“Faktanya, tidak semua kasus positif di lapangan dapat terskrining 100%,” kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers secara virtual, Kamis (10/2/2022).
Wiku mengatakan bahwa testing dalam kondisi pandemi menjadi tolok ukur tunggal penentuan diagnostik sebuah penyakit. “Dan tidak dapat terelakkan bahwa tidak semua orang melakukan dites,” katanya.
Wiku menjelaskan bahwa berdasarkan gejala klinisnya, kasus positif Covid-19 dapat dibagi menjadi kasus bergejala dan kasus tanpa gejala atau asimtomatik. Hal ini berarti orang yang tampak sehat-sehat saja belum tentu terbebas dari infeksi Covid-19.
Kata Wiku, jumlah kasus positif Covid-19 secara global tanpa gejala lebih sedikit persentasenya daripada kasus yang bergejala. “Selain itu mayoritas ahli sepakat bahwa kasus dengan gejala yang jelas masih lebih infeksius atau menular dibandingkan kasus tanpa gejala,” imbuhnya.
“Studi lainnya, juga menunjukkan bahwa peluang timbulnya kasus positif pada kontak erat, kasus positif tanpa gejala akan sekitar 3 sampai 25% lebih rendah daripada kontak erat kasus positif yang bergejala,” tambahnya.
Wiku mengatakan gejala Covid-19 seperti batuk dan bersin dapat memperbesar peluang penularan dibandingkan pada orang yang tidak batuk dan tidak bersin. “Walau begitu lebih sedikit dan lebih tidak menular dibandingkan kasus bergejala jika tidak diantisipasi dengan baik, maka risiko ini akan menimbulkan kenaikan kasus secara signifikan,” pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :