Penjelasan Guru Besar IPB Terkait jika Sawit Masuk Tanaman Hutan
loading...
A
A
A
Persoalan ini jauh lebih relevan dan penting untuk diselesaikan saat ini, karena lebih menentukan keberhasilan upaya mewujudkan keadilan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam, kepastian usaha, maupun upaya peningkatan produktivitas hutan dan lahan.
"Dengan paparan di atas, ide sawit menjadi tanaman hutan perlu dikaji ulang relevansinya," ujarnya.
Masih terkait sawit apakah masuk tanaman hutan, Hariadi mengemukakan, berbagai persoalan pengelolaan hutan dan perkebunan kelapa sawit pernah dicoba diselesaikan melalui Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2018 yang berlaku selama tiga tahun.
Inpres itu mengenai penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitasnya. Tujuannya untuk meningkatkan tatakelola, memberi kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan emisi gas rumah kaca, serta untuk peningkatan pembinaan petani kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
"Apabila kita membaca tugas keenam kementerian/lembaga serta gubernur dan bupati/wali kota yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian itu, semua kegiatan yang ditetapkan menuju sinergi untuk menyelesaikan masalah. Hasilnya, kawasan hutan dan tanah negara akan tertata kembali sesuai fungsinya, terdapat kepastian hukum, produktivitas ekonomi meningkat dalam kondisi lingkungan hidup tetap terjaga," jelas Hariadi.
Hasil itu dicapai antara lain melalui strategi, pertama, penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan. Kedua, penetapan areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan sebagai tanah negara.
Selanjutnya ketiga, penetapan tanah terlantar dan penghentian proses penerbitan atau pembatalan hak guna usaha (HGU). Keempat, langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data dan evaluasi atas pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
"Dengan paparan di atas, ide sawit menjadi tanaman hutan perlu dikaji ulang relevansinya," ujarnya.
Masih terkait sawit apakah masuk tanaman hutan, Hariadi mengemukakan, berbagai persoalan pengelolaan hutan dan perkebunan kelapa sawit pernah dicoba diselesaikan melalui Instruksi Presiden Nomor 18 Tahun 2018 yang berlaku selama tiga tahun.
Inpres itu mengenai penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitasnya. Tujuannya untuk meningkatkan tatakelola, memberi kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan emisi gas rumah kaca, serta untuk peningkatan pembinaan petani kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
"Apabila kita membaca tugas keenam kementerian/lembaga serta gubernur dan bupati/wali kota yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian itu, semua kegiatan yang ditetapkan menuju sinergi untuk menyelesaikan masalah. Hasilnya, kawasan hutan dan tanah negara akan tertata kembali sesuai fungsinya, terdapat kepastian hukum, produktivitas ekonomi meningkat dalam kondisi lingkungan hidup tetap terjaga," jelas Hariadi.
Hasil itu dicapai antara lain melalui strategi, pertama, penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan. Kedua, penetapan areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan sebagai tanah negara.
Selanjutnya ketiga, penetapan tanah terlantar dan penghentian proses penerbitan atau pembatalan hak guna usaha (HGU). Keempat, langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data dan evaluasi atas pelepasan atau tukar-menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
(maf)