Plus Minus Duet Anies Baswedan - Andika Perkasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dinilai sebagai salah satu tokoh berlatar belakang militer yang cocok mendampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pilpres 2024. Hal tersebut merupakan pandangan dari Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago serta Pengamat Politik Tony Rosyid.
Diketahui, Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun pada 21 Desember 2022. Sedangkan masa jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada 16 Oktober 2022.
Lalu, bagaimana peluang Anies Baswedan berpasangan dengan Andika Perkasa di Pilpres 2024? Kemudian, apa saja plus minus duet Anies - Andika?
“Anies - Andika Perkasa pasangan yang cukup ideal. Kombinasi sipil militer,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago kepada SINDOnews, Selasa (8/2/2022).
Namun, menurut Pangi, yang menjadi persoalan nantinya adalah soal siapa yang mau menjadi RI 2 atau calon wakil presiden (cawapres). “Takutnya baik Anies dan Andika ingin maju sebagai RI 1 (capres, red),” ujar Pangi.
Pangi pun membeberkan kombinasi ideal pasangan capres - cawapres hasil temuan Voxpol Center tertinggi adalah militer-sipil dan sipil-ulama atau nasionalis-religius. “Plus pasangan ini adalah kombinasi ideal yang disukai publik kedua setelah kombinasi nasionalis - religius,” imbuhnya.
Dia menambahkan, kelebihan lainnya duet Anies - Andika ini merupakan pasangan yang bisa saling melengkapi. Sebab, menurut dia, sebagian masyarakat masih ada yang tetap merindukan kepemimpinan militer setelah 10 tahun dipimpin presiden berlatar belakang sipil.
“Andika-Anies juga sangat menjual dan prospek ke depannya, tentu indikatornya dari tren pertumbuhan elektoral,” ucapnya.
Sedangkan kelemahannya, menurut dia, Andika masih menyimpan masalah dalam hal elektabilitas. Masalah elektabilitas itu, sambung dia, yang perlu diatasi. “Modal elektabilitas belum cukup, Anies lumayan bagus bisa masuk papan atas 3 besar elektabilitas capres 2024,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, Andika merupakan nama baru yang bila menemukan momentumnya, bisa melejit elektoralnya. “Namun yang relatif baru menjadi perbincangan publik, belum terlalu menjadi pergunjingan yang bising dibicarakan rakyat,” tuturnya.
Selanjutnya, dia menilai elektabilitas Anies Baswedan bisa stagnan bahkan tergerus karena variabel downgrade lawan politik. “Dan variabel tidak punya panggung politik lagi di tahun 2023, apakah namanya tetap santer menjadi perbincangan lalu lintas pembicaraan publik,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Tony Rosyid menilai duet Anies - Andika tetap berpeluang. “Kuncinya pertama, ada di elektabilitas Andika. Jika elektabilitas Andika cukup bagus, dan dipasangkan dengan Anies juga bagus, maka ini akan menjadi pertimbangan partai,” ujar Tony Rosyid kepada SINDOnews secara terpisah.
Kedua, kata dia, keseriusan dan intensitas Andika berkomunikasi dengan partai. “Kalau Andika bisa membawa satu partai misalnya, ini akan menjadi daya tawar cukup berarti ke Anies dengan semua partai pengusungnya,” jelasnya.
Dia pun mengingatkan bahwa Andika dalam posisinya saat ini sebagai Panglima TNI punya pengaruh cukup besar di lapisan prajurit. “Dalam konteks suara, tidak hanya prajurit, tapi juga keluarga besarnya. Kalau akhir 2022 nanti Andika pensiun, pengaruh untuk 2023 saat pendaftaran pilpres masih tetap ada,” ujar Tony.
Dia menambahkan, selain pengaruhnya pada prajurit, Andika sebagai Panglima TNI juga punya cukup akses terhadap orang-orang yang potensial membantu logistik untuk kebutuhan kampanye. “Anies juga akan dapat manfaat ketika didampingi oleh militer yang punya pengaruh di TNI, ini dapat mengamankan suara jika terjadi unsur kecurangan. Setidaknya, dengan adanya Andika, kebocoran suara pemilu bisa dikontrol dan diminimalisir,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa mengingat kecurangan dan kebocoran suara sering terjadi dalam pemilu dan masih sangat rawan, maka peran tim yang memiliki jaringan sampai tingkat bawah sangat dibutuhkan. Setidaknya, kata dia, untuk mengawasi dan mengontrol agar pemilu jujur dan adil.
“Tapi, bagaimanapun, cawapres akan sangat ditentukan oleh koalisi partai-partai pengusung. Yang menjadi pertimbangannya: pertama, elektabilitas. Kedua, logistik. Ketiga, tambahan partai pengusung. Tiga hal ini yang biasanya menjadi penentu dalam rekrutmen cawapres,” pungkasnya.
Diketahui, Andika Perkasa akan memasuki masa pensiun pada 21 Desember 2022. Sedangkan masa jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada 16 Oktober 2022.
Lalu, bagaimana peluang Anies Baswedan berpasangan dengan Andika Perkasa di Pilpres 2024? Kemudian, apa saja plus minus duet Anies - Andika?
“Anies - Andika Perkasa pasangan yang cukup ideal. Kombinasi sipil militer,” kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago kepada SINDOnews, Selasa (8/2/2022).
Namun, menurut Pangi, yang menjadi persoalan nantinya adalah soal siapa yang mau menjadi RI 2 atau calon wakil presiden (cawapres). “Takutnya baik Anies dan Andika ingin maju sebagai RI 1 (capres, red),” ujar Pangi.
Pangi pun membeberkan kombinasi ideal pasangan capres - cawapres hasil temuan Voxpol Center tertinggi adalah militer-sipil dan sipil-ulama atau nasionalis-religius. “Plus pasangan ini adalah kombinasi ideal yang disukai publik kedua setelah kombinasi nasionalis - religius,” imbuhnya.
Dia menambahkan, kelebihan lainnya duet Anies - Andika ini merupakan pasangan yang bisa saling melengkapi. Sebab, menurut dia, sebagian masyarakat masih ada yang tetap merindukan kepemimpinan militer setelah 10 tahun dipimpin presiden berlatar belakang sipil.
“Andika-Anies juga sangat menjual dan prospek ke depannya, tentu indikatornya dari tren pertumbuhan elektoral,” ucapnya.
Sedangkan kelemahannya, menurut dia, Andika masih menyimpan masalah dalam hal elektabilitas. Masalah elektabilitas itu, sambung dia, yang perlu diatasi. “Modal elektabilitas belum cukup, Anies lumayan bagus bisa masuk papan atas 3 besar elektabilitas capres 2024,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, Andika merupakan nama baru yang bila menemukan momentumnya, bisa melejit elektoralnya. “Namun yang relatif baru menjadi perbincangan publik, belum terlalu menjadi pergunjingan yang bising dibicarakan rakyat,” tuturnya.
Selanjutnya, dia menilai elektabilitas Anies Baswedan bisa stagnan bahkan tergerus karena variabel downgrade lawan politik. “Dan variabel tidak punya panggung politik lagi di tahun 2023, apakah namanya tetap santer menjadi perbincangan lalu lintas pembicaraan publik,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Tony Rosyid menilai duet Anies - Andika tetap berpeluang. “Kuncinya pertama, ada di elektabilitas Andika. Jika elektabilitas Andika cukup bagus, dan dipasangkan dengan Anies juga bagus, maka ini akan menjadi pertimbangan partai,” ujar Tony Rosyid kepada SINDOnews secara terpisah.
Baca Juga
Kedua, kata dia, keseriusan dan intensitas Andika berkomunikasi dengan partai. “Kalau Andika bisa membawa satu partai misalnya, ini akan menjadi daya tawar cukup berarti ke Anies dengan semua partai pengusungnya,” jelasnya.
Dia pun mengingatkan bahwa Andika dalam posisinya saat ini sebagai Panglima TNI punya pengaruh cukup besar di lapisan prajurit. “Dalam konteks suara, tidak hanya prajurit, tapi juga keluarga besarnya. Kalau akhir 2022 nanti Andika pensiun, pengaruh untuk 2023 saat pendaftaran pilpres masih tetap ada,” ujar Tony.
Dia menambahkan, selain pengaruhnya pada prajurit, Andika sebagai Panglima TNI juga punya cukup akses terhadap orang-orang yang potensial membantu logistik untuk kebutuhan kampanye. “Anies juga akan dapat manfaat ketika didampingi oleh militer yang punya pengaruh di TNI, ini dapat mengamankan suara jika terjadi unsur kecurangan. Setidaknya, dengan adanya Andika, kebocoran suara pemilu bisa dikontrol dan diminimalisir,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa mengingat kecurangan dan kebocoran suara sering terjadi dalam pemilu dan masih sangat rawan, maka peran tim yang memiliki jaringan sampai tingkat bawah sangat dibutuhkan. Setidaknya, kata dia, untuk mengawasi dan mengontrol agar pemilu jujur dan adil.
“Tapi, bagaimanapun, cawapres akan sangat ditentukan oleh koalisi partai-partai pengusung. Yang menjadi pertimbangannya: pertama, elektabilitas. Kedua, logistik. Ketiga, tambahan partai pengusung. Tiga hal ini yang biasanya menjadi penentu dalam rekrutmen cawapres,” pungkasnya.
(rca)