Baleg DPR Sepakat UU PPP Direvisi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI setuju atas revisi Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP). Diketahui, rencana revisi ini tengah mendapatkan sorotan dari kaum buruh, lantaran dianggap sebagai pintu masuk pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Baca juga: Demo di DPR, Buruh Ancam Mogok Kalau Tak Diajak Bahas Omnibus Law
Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Baleg DPR yang digelar pada Senin (7/2/2022). Di mana, Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas yang turut memimpin rapat tersebut.
"Apakah draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan di tingkat berikutnya?" tanya Supratman yang langsung dijawab 'setuju' dari anggota Baleg yang hadir.
Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi pun menyebutkan, terdapat 15 poin revisi UU PPP tersebut. Pertama kata dia, terdapat perubahan terhadap pasal 1 dengan memasukkan definisi metode omnibus.
"Metode Omnibus adalah metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu," bunyi perubahan pasal 1.
Kedua, Perubahan atas Penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Ketiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan 4 ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap UU di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan Pemerintah, serta penanganan pengujian terhadap Peraturan Perundang-undangan di bawah UU di Mahkamah Agung oleh Pemerintah melalui kementerian atau lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang PPP.
"Keempat, perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan jµdul "Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus," ujarnya menyebutkan.
Kelima, penambahan Pasal 42A RUU yang mengatur mengenai Penggunaan Metode Omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan;
Keenam, perubahan Pasal 58 RUU yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dan dari Gubernur serta Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berasal dari DPRD Kabupaten/Kota serta Peraturan Kepala Daerah Provinsi dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (la) yang mengatur mengenai penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan dapat menggunakan Metode Omnibus.
Kedelapan, perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (la) dan ayat (1b) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis Rancangan Undang-Undang yang telah disetujuan bersama oleh DPR dan Presiden.
Kesembilan, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh kementerian sekretariat negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.
Kesepuluh, perubahan Pasal 95A RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (3a) dan ayat (3b) terkait pengaturan mengenai kegiatan Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang yang dilakukan oleh DPD dan Pemerintah.
"Sebelah, perubahan Pasal 96 RUU yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," tuturnya.
Dua belas, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C RUU yang mengatur mengenai:
a. Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah Peraturan Perundang-undangan dimaksud;
b. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik;
c. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi serta evaluasi seluruh jenis dan hierarki rancangan Peraturan Perundang- undangan di bawah Undang-Undang di lingkungan Pemerintah, serta evaluasi atau audit regulasi, menilai kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, menyelaraskan Peraturan Perundang-undangan, dan memberikan rekomendasi dikoordinasikan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Peraturan Perundang-undangan;
Tiga belas, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan frasa "peneliti" dengan frasa "analis legislatif".
Empat belas, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur mengenai Naskah Akademik. "Dan Lima belas, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," pungkasnya.
Baca juga: Demo di DPR, Buruh Ancam Mogok Kalau Tak Diajak Bahas Omnibus Law
Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Baleg DPR yang digelar pada Senin (7/2/2022). Di mana, Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas yang turut memimpin rapat tersebut.
"Apakah draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan di tingkat berikutnya?" tanya Supratman yang langsung dijawab 'setuju' dari anggota Baleg yang hadir.
Wakil Ketua Baleg DPR, Achmad Baidowi pun menyebutkan, terdapat 15 poin revisi UU PPP tersebut. Pertama kata dia, terdapat perubahan terhadap pasal 1 dengan memasukkan definisi metode omnibus.
"Metode Omnibus adalah metode penyusunan Peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan, dan/atau mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu," bunyi perubahan pasal 1.
Kedua, Perubahan atas Penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Ketiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan 4 ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap UU di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan Pemerintah, serta penanganan pengujian terhadap Peraturan Perundang-undangan di bawah UU di Mahkamah Agung oleh Pemerintah melalui kementerian atau lembaga yang menangani urusan pemerintahan di bidang PPP.
"Keempat, perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan jµdul "Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus," ujarnya menyebutkan.
Kelima, penambahan Pasal 42A RUU yang mengatur mengenai Penggunaan Metode Omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan;
Keenam, perubahan Pasal 58 RUU yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi dan dari Gubernur serta Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berasal dari DPRD Kabupaten/Kota serta Peraturan Kepala Daerah Provinsi dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (la) yang mengatur mengenai penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan dapat menggunakan Metode Omnibus.
Kedelapan, perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (la) dan ayat (1b) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis Rancangan Undang-Undang yang telah disetujuan bersama oleh DPR dan Presiden.
Kesembilan, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh kementerian sekretariat negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.
Kesepuluh, perubahan Pasal 95A RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (3a) dan ayat (3b) terkait pengaturan mengenai kegiatan Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang yang dilakukan oleh DPD dan Pemerintah.
"Sebelah, perubahan Pasal 96 RUU yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," tuturnya.
Dua belas, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C RUU yang mengatur mengenai:
a. Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah Peraturan Perundang-undangan dimaksud;
b. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik;
c. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi serta evaluasi seluruh jenis dan hierarki rancangan Peraturan Perundang- undangan di bawah Undang-Undang di lingkungan Pemerintah, serta evaluasi atau audit regulasi, menilai kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan, menyelaraskan Peraturan Perundang-undangan, dan memberikan rekomendasi dikoordinasikan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Peraturan Perundang-undangan;
Tiga belas, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan frasa "peneliti" dengan frasa "analis legislatif".
Empat belas, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur mengenai Naskah Akademik. "Dan Lima belas, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," pungkasnya.
(maf)