Gawat! Komandan TNI Pilih Jaga Ransel saat Anak Buah Serbu Musuh, Prabowo Murka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kesal bukan kepalang. Lulusan Akademi Militer 1974 itu geram mengetahui seorang komandan lapangan TNI memilih jaga ransel dibandingkan bertempur melawan musuh.
Ironisnya, sang komandan tersebut enak-enakan di belakang saat anak buahnya baku tembak. Bukannya berada di garis depan dan memimpin pasukan, sang komandan TNI tersebut mengamankan ransel di garis belakang.
Kejadian miris ini diungkapkan Prabowo dalam buku biografinya 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto'. Secara khusus, mantan Pangkostrad itu mengulasnya pada Bab XII tentang contoh-contoh pemimpin yang tidak benar.
Prabowo menceritakan, semasa bertugas di medan tempur, operasi yang sering terjadi yakni lawan gerilya atau lawan insurgensi. Dalam operasi lawan gerilya, sering terjadi kontak tembak di satuan kecil yaitu peleton ke bawah.
"Kita sering bergerak. Hubungan peleton atau tim bahkan regu dan asi-aksi kontak senjata tersebut sangat penting. Itu drill," kata Prabowo dalam bukunya, dikutip, Minggu (6/2/2022).
Menurut mantan Danjen Kopassus ini, drill sangat penting. Dalam operasi antigerilya, lazim ada 10-12 drill. Biasanya, kata Prabowo, bagian pertama dari drill tersebut setelah mendengar tembakan, prajurit akan melepas ransel.
Lalu, dua orang dalam tim akan ditunjuk untuk mengumpulkan ransel dan menjaganya di belakang. Sisanya melakukan penghadangan dan melanjutkan serbuan kepada musuh.
Baca juga: Prabowo Subianto Perkenalkan Logo Baru Kemhan kepada Panglima TNI dan Kapolri
"Tempat komandan selalu ada di unsur penyerbu. Tapi saya pernah dengar dari rekan-rekan saya, pernah terjadi komandan-komandan dari drill tersebut perintahkan adalah untuk anak buahnya melakukan serbuan dan dia menjaga ransel," tuturnya.
Prabowo pun geram dengan cerita seperti itu. Menurutnya, tidak masuk akal ketika bintara peleton diminta menyerbu, sementara komandan malah jaga ransel di belakang. "Menurut pendapat saya, ini sangat memalukan. Komandan peleton, lulusan Akademi Militer, sebetulnya adalah pribadi gagah, harapan seluruh bangsa yang dikagumi siapa pun. Kalau ternyata hanya menjaga ransel, menurut saya ini tindakan yang sangat memalukan," ucapnya.
Cerita itu bukan satu-satunya kejadian buruk bagi komandan TNI yang bertugas di lapangan. Pernah pula Prabowo mengetahui seorang komandan TNI tidak mau bertempur. Dia justru menyuruh wakilnya merebut sebuah bukit yang dikuasai musuh.
Ketika wakil komandan dan pasukannya terlibat baku tembak, pemimpin pasukan itu malah sedang santai. Saat anak buahnya berhasil merebut daerah yang dikuasai musuh, dia baru tampil ke depan. Kepemimpinan model ini pun sangat disesalkan Prabowo.
Prabowo menegaskan, tidak ada maksud menceritakan keburukan-keburukan yang terjadi di lapangan. Putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini menuturkan, sengaja dia menuliskan kisah tersebut agar menjadi pelajaran bagi calon-calon pemimpin agar tidak melakukan hal-hal kurang baik tersebut.
Ironisnya, sang komandan tersebut enak-enakan di belakang saat anak buahnya baku tembak. Bukannya berada di garis depan dan memimpin pasukan, sang komandan TNI tersebut mengamankan ransel di garis belakang.
Kejadian miris ini diungkapkan Prabowo dalam buku biografinya 'Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto'. Secara khusus, mantan Pangkostrad itu mengulasnya pada Bab XII tentang contoh-contoh pemimpin yang tidak benar.
Prabowo menceritakan, semasa bertugas di medan tempur, operasi yang sering terjadi yakni lawan gerilya atau lawan insurgensi. Dalam operasi lawan gerilya, sering terjadi kontak tembak di satuan kecil yaitu peleton ke bawah.
"Kita sering bergerak. Hubungan peleton atau tim bahkan regu dan asi-aksi kontak senjata tersebut sangat penting. Itu drill," kata Prabowo dalam bukunya, dikutip, Minggu (6/2/2022).
Menurut mantan Danjen Kopassus ini, drill sangat penting. Dalam operasi antigerilya, lazim ada 10-12 drill. Biasanya, kata Prabowo, bagian pertama dari drill tersebut setelah mendengar tembakan, prajurit akan melepas ransel.
Lalu, dua orang dalam tim akan ditunjuk untuk mengumpulkan ransel dan menjaganya di belakang. Sisanya melakukan penghadangan dan melanjutkan serbuan kepada musuh.
Baca juga: Prabowo Subianto Perkenalkan Logo Baru Kemhan kepada Panglima TNI dan Kapolri
"Tempat komandan selalu ada di unsur penyerbu. Tapi saya pernah dengar dari rekan-rekan saya, pernah terjadi komandan-komandan dari drill tersebut perintahkan adalah untuk anak buahnya melakukan serbuan dan dia menjaga ransel," tuturnya.
Prabowo pun geram dengan cerita seperti itu. Menurutnya, tidak masuk akal ketika bintara peleton diminta menyerbu, sementara komandan malah jaga ransel di belakang. "Menurut pendapat saya, ini sangat memalukan. Komandan peleton, lulusan Akademi Militer, sebetulnya adalah pribadi gagah, harapan seluruh bangsa yang dikagumi siapa pun. Kalau ternyata hanya menjaga ransel, menurut saya ini tindakan yang sangat memalukan," ucapnya.
Cerita itu bukan satu-satunya kejadian buruk bagi komandan TNI yang bertugas di lapangan. Pernah pula Prabowo mengetahui seorang komandan TNI tidak mau bertempur. Dia justru menyuruh wakilnya merebut sebuah bukit yang dikuasai musuh.
Ketika wakil komandan dan pasukannya terlibat baku tembak, pemimpin pasukan itu malah sedang santai. Saat anak buahnya berhasil merebut daerah yang dikuasai musuh, dia baru tampil ke depan. Kepemimpinan model ini pun sangat disesalkan Prabowo.
Prabowo menegaskan, tidak ada maksud menceritakan keburukan-keburukan yang terjadi di lapangan. Putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo ini menuturkan, sengaja dia menuliskan kisah tersebut agar menjadi pelajaran bagi calon-calon pemimpin agar tidak melakukan hal-hal kurang baik tersebut.
(abd)