Deretan Wartawan yang Menjadi Wakil Rakyat di Senayan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari Pers Nasional (HPN) sebentar lagi akan diperingati, tepatnya pada 9 Februari nanti. Pada tahun ini puncak peringatan HPN akan digelar di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Usulan awal Hari Pers Nasional muncul ketika Kongres PWI Ke-16 yang diselenggarakan pada Desember 1978 di Padang, Sumatera Barat. Kemudian usulan tentang HPN ini diajukan pada Sidang ke-21 Dewan Pers yang dilaksanakan pada 19 Februari 1981 di Bandung. Usulan tersebut disetujui Dewan Pers yang kemudian disampaikan oleh pemerintah serta menetapkan Hari Pers Nasional.
Setelah tujuh tahun diusulkan, akhirnya pada 1985 pemerintah menetapkan Hari Pers Nasional setiap 9 Februari. Penetapan HPN berdasarkan Keputusan Presiden RI No 5 Tahun 1985. Keppres tersebut ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.
Menurut Keputusan Presiden RI No 5 Tahun 1985, penetapan HPN adalah untuk mengembangkan kehidupan pers nasional Indonesia sebagai pers yang bebas serta bertanggung jawab berdasar Pancasila. HPN pertama kali diselenggarakan pada 9 Februari 1985. Peringatan HPN ini bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang dibentuk pada 9 Februari 1946.
Penetapan HPN ini juga bisa diartikan sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap profesi wartawan . Para jurnalis diberikan ruang menjalankan tugasnya mengabarkan sebuah peristiwa, mengontrol terhadap kekuasaan dan masyarakat, sehingga muncul mekanisme check and balance. Karena itu, pers dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Dalam perkembangannya, para jurnalis tak hanya berhenti pada profesinya. Banyak di antaranya mereka yang melompat ke profesi lain, seperti menjadi wakil rakyat di Senayan. Berikut deretan wartawan yang menjadi wakil rakyat di Senayan.
Baca juga: Wartawan Ini Menolak Jadi Gubernur Pertama Kalimantan
1. Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo lahir pada 10 September 1962 dan berkuliah di Universitas Jayabaya. Saat kuliah, ia aktif berorganisasi dan mulai mengenal dunia jurnalistik. Ia pun dipercaya sebagai jajaran redaksi Majalah Mahasiswa Universitas Jayabaya pada 1984-1985. Setelah lulus, ia berkiprah menjadi wartawan Harian Umum Prioritas. Pada 1989, Bambang menjadi wartawan dan sekretaris redaksi di Majalah Vista dan dipromosikan menjadi manajer promosi Majalah Vista pada 1989-1992. Kariernya dalam dunia pers terus menanjak hingga menjadi pemimpin redaksi dan direktur Harian Umum Suara Karya pada 2004.
Bambang mulai bergabung dalam Partai Golkar pada tahun 1980-an dan dipercaya sebagai pengurus pusat GM Kosgoro periode 1995 hingga 2000. Bambang sempat gagal empat kali saat nyaleg sebelum berhasil menjadi anggota DPR tahun 2009-2014. Pertama kali ia maju sebagai calon legislatif pada era Soeharto dan mendapat nomor urut 18. Ia kembali mengikuti pemilu pada 1997 dan mendapat nomor urut 14, kemudian nomor urut 4 pada 1999. Pada 2004 ia mendapat nomor urut 2. Bambang akhirnya berhasil masuk DPR dengan daerah pemilihan Jawa Tengah VIII pada pemilu 2009 dan menjadi anggota Komisi III. Pada periode 2014-2019 ia dipercaya menjadi ketua Komisi III DPR dan sempat menggantikan Setyo Novanto sebagai ketua DPR pada 15 Januari 2018.
2. Meutya Hafid
Meutya Viada Hafid merupakan seorang anggota Komisi I DPR RI yang pernah menjadi wartawan di Metro TV. Ia lahir di Bandung pada 3 Mei 1978. Saat menjadi seorang jurnalis, Meutya dan rekannya pernah diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika bertugas di Irak. Ia juga dikenal saat meliput tragedi tsunami di Aceh. Meutya pernah memenangkan penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill dari Australia. Penghargaan tersebut berhasil didapatkan pula oleh seorang jurnalis asal Australia. Tahun 2008, Meutya mendapatkan penghargaan alumni Australia kategori Jurnalisme dan Media.
Ia merambah karier dalam dunia politik. Pada 2010, Meutya berpasangan dengan H Dhani Setiawan Isma sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Binjai. Namun, langkahnya gagal. Kemudian pada Agustus 2010, ia dilantik menjadi anggota DPR dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang tutup usia.
3. Putra Nababan
Putra Nababan lahir di Jakarta, 28 Juli 1974. Karier jurnalis diawalinya di Majalah Forum Keadilan, kemudian Surat Kabar Merdeka pada tahun 1995. Ia pernah menjadi seorang jurnalis televisi RCTI pada Januari 2005 hingga menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi dan presenter. Putra pernah menjadi satu-satunya jurnalis yang berkesempatan mewawancarai Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Gedung Putih Amerika Serikat.
Ia sempat pindah dari RCTI ke Metro TV dengan posisi barunya sebagai pemimpin redaksi pada 3 September 2012. Putra kerap mendapatkan penghargaan saat menjadi seorang jurnalis. Tepat pada tahun 2019, ia menjajaki dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif daerah DKI Jakarta I dan resmi dilantik menjadi anggota DPR-RI periode 2019-2024. Ia bekerja di Komisi X dengan lingkup tugas di bidang pendidikan, pemuda, olahraga dan sejarah.
4. Achmad Baidowi
Achmad Baidowi merupakan seorang anggota Komisi II DPR yang melingkupi Politik, Pemerintahan Dalam Negeri, dan Agraria. Ia dilantik pada 28 Juli 2016, menggantikan Fanny Safriansyah. Pria kelahiran 13 April 1980 di Banyuwangi ini sempat berkarier sebagai wartawan Koran SINDO pada tahun 2006 sampai 2013 dengan jabatan redaktur.
Saat menjadi wartawan, ia pernah meliput ke luar negeri yaitu Malaysia di tahun 2010 dan Korea Selatan pada 2011. Ia tertarik dalam dunia politik saat kampanye Partai Persatuan Pembangunan pada Pemilu 1997 dan 1999. Achmad Baidowi dipercaya sebagai Ketua Departemen Hubungan Media DPP PPP pada 2011-2016, kemudian menjadi Tenaga Ahli Ketua Komisi IV DPR tahun 2013-2014, dan menjadi Tenaga Ahli Komisi II DPR pada 2014-2015.
5. Teguh Juwarno
Teguh Juwarno lahir pada 1 November 1968 di Wonosobo, Jawa Tengah. Ia mengawali kariernya sebagai reporter Majalah Tempo sejak 1993 hingga 1994. Di dunia pers, ia pernah menjadi seorang produser, presenter, dan reporter di beberapa media seperti RCTI dan Majalah Tempo. Selain menjadi wartawan, ia juga pernah menjadi Kepala Departemen Humas di stasiun televisi RCTI.
Teguh Juwarno pindah haluan ke dunia politik dengan menjadi anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional pada 2009-2014 dan 2014-2019 dari daerah Jawa Tengah IX. Pada tahun 2016, ia dirotasi oleh Fraksi PAN dari Komisi X menjadi Ketua Komisi VI menggantikan Achmad Hafisz Tohir dalam bidang perdagangan, perindustrian, investasi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Usulan awal Hari Pers Nasional muncul ketika Kongres PWI Ke-16 yang diselenggarakan pada Desember 1978 di Padang, Sumatera Barat. Kemudian usulan tentang HPN ini diajukan pada Sidang ke-21 Dewan Pers yang dilaksanakan pada 19 Februari 1981 di Bandung. Usulan tersebut disetujui Dewan Pers yang kemudian disampaikan oleh pemerintah serta menetapkan Hari Pers Nasional.
Setelah tujuh tahun diusulkan, akhirnya pada 1985 pemerintah menetapkan Hari Pers Nasional setiap 9 Februari. Penetapan HPN berdasarkan Keputusan Presiden RI No 5 Tahun 1985. Keppres tersebut ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.
Menurut Keputusan Presiden RI No 5 Tahun 1985, penetapan HPN adalah untuk mengembangkan kehidupan pers nasional Indonesia sebagai pers yang bebas serta bertanggung jawab berdasar Pancasila. HPN pertama kali diselenggarakan pada 9 Februari 1985. Peringatan HPN ini bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang dibentuk pada 9 Februari 1946.
Penetapan HPN ini juga bisa diartikan sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap profesi wartawan . Para jurnalis diberikan ruang menjalankan tugasnya mengabarkan sebuah peristiwa, mengontrol terhadap kekuasaan dan masyarakat, sehingga muncul mekanisme check and balance. Karena itu, pers dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Dalam perkembangannya, para jurnalis tak hanya berhenti pada profesinya. Banyak di antaranya mereka yang melompat ke profesi lain, seperti menjadi wakil rakyat di Senayan. Berikut deretan wartawan yang menjadi wakil rakyat di Senayan.
Baca juga: Wartawan Ini Menolak Jadi Gubernur Pertama Kalimantan
1. Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo lahir pada 10 September 1962 dan berkuliah di Universitas Jayabaya. Saat kuliah, ia aktif berorganisasi dan mulai mengenal dunia jurnalistik. Ia pun dipercaya sebagai jajaran redaksi Majalah Mahasiswa Universitas Jayabaya pada 1984-1985. Setelah lulus, ia berkiprah menjadi wartawan Harian Umum Prioritas. Pada 1989, Bambang menjadi wartawan dan sekretaris redaksi di Majalah Vista dan dipromosikan menjadi manajer promosi Majalah Vista pada 1989-1992. Kariernya dalam dunia pers terus menanjak hingga menjadi pemimpin redaksi dan direktur Harian Umum Suara Karya pada 2004.
Bambang mulai bergabung dalam Partai Golkar pada tahun 1980-an dan dipercaya sebagai pengurus pusat GM Kosgoro periode 1995 hingga 2000. Bambang sempat gagal empat kali saat nyaleg sebelum berhasil menjadi anggota DPR tahun 2009-2014. Pertama kali ia maju sebagai calon legislatif pada era Soeharto dan mendapat nomor urut 18. Ia kembali mengikuti pemilu pada 1997 dan mendapat nomor urut 14, kemudian nomor urut 4 pada 1999. Pada 2004 ia mendapat nomor urut 2. Bambang akhirnya berhasil masuk DPR dengan daerah pemilihan Jawa Tengah VIII pada pemilu 2009 dan menjadi anggota Komisi III. Pada periode 2014-2019 ia dipercaya menjadi ketua Komisi III DPR dan sempat menggantikan Setyo Novanto sebagai ketua DPR pada 15 Januari 2018.
2. Meutya Hafid
Meutya Viada Hafid merupakan seorang anggota Komisi I DPR RI yang pernah menjadi wartawan di Metro TV. Ia lahir di Bandung pada 3 Mei 1978. Saat menjadi seorang jurnalis, Meutya dan rekannya pernah diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika bertugas di Irak. Ia juga dikenal saat meliput tragedi tsunami di Aceh. Meutya pernah memenangkan penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill dari Australia. Penghargaan tersebut berhasil didapatkan pula oleh seorang jurnalis asal Australia. Tahun 2008, Meutya mendapatkan penghargaan alumni Australia kategori Jurnalisme dan Media.
Ia merambah karier dalam dunia politik. Pada 2010, Meutya berpasangan dengan H Dhani Setiawan Isma sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Binjai. Namun, langkahnya gagal. Kemudian pada Agustus 2010, ia dilantik menjadi anggota DPR dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang tutup usia.
3. Putra Nababan
Putra Nababan lahir di Jakarta, 28 Juli 1974. Karier jurnalis diawalinya di Majalah Forum Keadilan, kemudian Surat Kabar Merdeka pada tahun 1995. Ia pernah menjadi seorang jurnalis televisi RCTI pada Januari 2005 hingga menjabat sebagai wakil pemimpin redaksi dan presenter. Putra pernah menjadi satu-satunya jurnalis yang berkesempatan mewawancarai Presiden Amerika Serikat Barack Obama di Gedung Putih Amerika Serikat.
Ia sempat pindah dari RCTI ke Metro TV dengan posisi barunya sebagai pemimpin redaksi pada 3 September 2012. Putra kerap mendapatkan penghargaan saat menjadi seorang jurnalis. Tepat pada tahun 2019, ia menjajaki dunia politik dengan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif daerah DKI Jakarta I dan resmi dilantik menjadi anggota DPR-RI periode 2019-2024. Ia bekerja di Komisi X dengan lingkup tugas di bidang pendidikan, pemuda, olahraga dan sejarah.
4. Achmad Baidowi
Achmad Baidowi merupakan seorang anggota Komisi II DPR yang melingkupi Politik, Pemerintahan Dalam Negeri, dan Agraria. Ia dilantik pada 28 Juli 2016, menggantikan Fanny Safriansyah. Pria kelahiran 13 April 1980 di Banyuwangi ini sempat berkarier sebagai wartawan Koran SINDO pada tahun 2006 sampai 2013 dengan jabatan redaktur.
Saat menjadi wartawan, ia pernah meliput ke luar negeri yaitu Malaysia di tahun 2010 dan Korea Selatan pada 2011. Ia tertarik dalam dunia politik saat kampanye Partai Persatuan Pembangunan pada Pemilu 1997 dan 1999. Achmad Baidowi dipercaya sebagai Ketua Departemen Hubungan Media DPP PPP pada 2011-2016, kemudian menjadi Tenaga Ahli Ketua Komisi IV DPR tahun 2013-2014, dan menjadi Tenaga Ahli Komisi II DPR pada 2014-2015.
5. Teguh Juwarno
Teguh Juwarno lahir pada 1 November 1968 di Wonosobo, Jawa Tengah. Ia mengawali kariernya sebagai reporter Majalah Tempo sejak 1993 hingga 1994. Di dunia pers, ia pernah menjadi seorang produser, presenter, dan reporter di beberapa media seperti RCTI dan Majalah Tempo. Selain menjadi wartawan, ia juga pernah menjadi Kepala Departemen Humas di stasiun televisi RCTI.
Teguh Juwarno pindah haluan ke dunia politik dengan menjadi anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional pada 2009-2014 dan 2014-2019 dari daerah Jawa Tengah IX. Pada tahun 2016, ia dirotasi oleh Fraksi PAN dari Komisi X menjadi Ketua Komisi VI menggantikan Achmad Hafisz Tohir dalam bidang perdagangan, perindustrian, investasi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
(abd)