Sudirman Said Ungkap Penyebab Nalar Kritis Publik Menurun

Jum'at, 04 Februari 2022 - 21:19 WIB
loading...
Sudirman Said Ungkap Penyebab Nalar Kritis Publik Menurun
Diskusi Dapur KedaiKOPI yang bertajuk Nalar Publik Barang Langka? Secara virtual melalui kanal Zoom dan Youtube. Foto/Tangkapan Layar
A A A
JAKARTA - Catatan Rekomendasi Akademi Jakarta 2022 yang bertajuk Cegah Penghancuran Nalar Publik dijelaskan, permasalahan di Indonesia berakar pada praktik ekonomi politik. Di mana menyuburkan oligarki dan korupsi, penguasaan sumber daya secara tidak adil, pengabaian HAM, serta kerusakan alam.

Baca juga: Sudirman Said Sebut Pejabat Publik Jangan Manfaatkan Penderitaan Rakyat saat Pandemi

Ketua Institut Harkat Negeri, Sudirman Said mengungkapkan, saat ini pengingkaran atau penghancuran nalar publik sudah menunjukkan tanda yang jelas, cepat, dan pasti.

Hal ini dikatakan Sudirman Said dalam Diskusi Dapur KedaiKOPI yang bertajuk Nalar Publik Barang Langka? Secara virtual melalui kanal Zoom dan Youtube.

"Sebagai publik, kita sering disuguhkan hal-hal yang mengganggu nalar. Contoh, negeri kita sangat kaya dengan sawit, dan eksportir sawit terbesar," ungkap Sudirman Said, Jumat (4/2/2022).

"Tetapi mengapa masyarakat sulit mendapatkan minyak goreng, sehingga pemerintah mengeluarkan subsidi? Itu pun tidak sampai kepada sasaran. Pertanyaannya, apakah ini dapat diterima oleh nalar publik?" kata Sudirman dalam diskusi ini.

Sudirman menyayangkan, suasana takut mengoreksi ini terus membelenggu publik. Bahkan penilaiannya, saat ini kalangan akademisi juga menunjukkan gejala serupa. Padahal mereka seharusnya menjadi sumber dari pikiran bebas dan kritis.

"Menurunnya sifat kritis menjadi warning, ini soal bangsa, soal besar. Karena tanpa kritis kita akan kehilangan ide terbaik untuk membangun bangsa ini. Keunggulan lahir dari keberagaman dan keberagaman muncul dari kebebasan berpikir dan berpendapat," ucapnya.

Ketua Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma menjelaskan, dibuatnya rekomendasi di aspek pendidikan, lingkungan hidup, intoleransi sosial, ekonomi, dan politik, karena banyak orang yang tidak berani mengemukakan pendapatnya saat ini akibat dari ketakutan publik yang membuat nalar publik sedikit mundur.

"Banyak orang itu baik-baik saja tapi tidak berani bicara, bahkan berani bicara setidaknya tidak bertentangan. Ini merata, atas nama sopan santun, adab, dan lain lain. Saya kira ini gejala yang tidak bagus, jadi kita buka, dengan menghapus segala macam sifat yang vulgar tidak etis, segala macam, orang biasa," jelasnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1165 seconds (0.1#10.140)