Rekomendasi Iluni FH UI untuk Penguatan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
loading...

Demonstran menagih janji untuk sahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai RUU Inisiatif DPR. Foto/Dok SINDOnews/Yulianto
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FH UI) menilai perlu adanya penguatan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).Iluni FH UI pun menyampaikan beberapa rekomendasi untuk penguatan RUU TPKS ini.
Iluni FH UI mengapresiasi langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR merampungkan RUU TPKS pada 8 Desember 2021, kemudian menetapkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR pada Rapat Paripurna 18 Januari 2022. Dalam siaran pers yang diteken Ketua Umum Iluni FH UI Rapin Mudiardjo, Sekretaris Umum Rian Hidayat, dan Kepala Divisi Kajian, Penelitian & Pelatihan Fahrurozi, Kamis (3/2/2022), Iluni FH UI terus mendukung Pemerintah Indonesia yang telah membahas RUU TPKS pada 31 Januari – 1 Februari 2022 agar dapat menjawab kebutuhan dan kepentingan korban, terlebih dengan semakin banyaknya perkara kekerasan seksual dengan berbagai modus operandi yang terjadi.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Pekan Ini DIM RUU Kekerasan Seksual Rampung
Secara garis besar, Iluni FH UI memandang sudah terdapat perkembangan positif dan penyempurnaan terhadap substansi RUU TPKS, antara lain dalam hal pengaturan tindak pidana, hukum acara, perlindungan korban, hak-hak korban, dan pencegahan kekerasan seksual. Beberapa hal yang perlu diapresiasi antara lain penghindaran duplikasi dengan existing laws yang termuat di dalam KUHP dan UU Perlindungan Anak. "RUU TPKS saat ini juga telah mencoba menjawab kebutuhan perlindungan terhadap korban dan peningkatan kualifikasi dari Aparat Penegak Hukum dalam menangani perkara kekerasan seksual," demikian rilis tersebut.
Sejatinya, UU TPKS menjadi kebutuhan guna menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi dalam menangani kasus kekerasan seksual. Akan tetapi, Iluni FH UI beranggapan bahwa masih terdapat beberapa isu dan hal yang harus diperhatikan dalam upaya perumusan RUU TPKS. Di antaranya, terkait mekanisme untuk memperluas cakupan RUU TPKS, agar tidak hanya diberlakukan untuk tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di dalam RUU TPKS, namun juga dapat menjangkau kekerasan seksual yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO), UU Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dan pengaturan UU lain yang mengatur pemidanaan kekerasan seksual. Selain itu, diperlukan mekanisme untuk memberikan jaminan terhadap pembayaran ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi) terhadap korban kekerasan seksual, mengingat banyak sekali korban kekerasan seksual yang tidak mendapatkan ganti kerugian atas proses rehabilitasi untuk kepentingan pemulihan korban.
Iluni FH UI mengapresiasi langkah Badan Legislasi (Baleg) DPR merampungkan RUU TPKS pada 8 Desember 2021, kemudian menetapkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR pada Rapat Paripurna 18 Januari 2022. Dalam siaran pers yang diteken Ketua Umum Iluni FH UI Rapin Mudiardjo, Sekretaris Umum Rian Hidayat, dan Kepala Divisi Kajian, Penelitian & Pelatihan Fahrurozi, Kamis (3/2/2022), Iluni FH UI terus mendukung Pemerintah Indonesia yang telah membahas RUU TPKS pada 31 Januari – 1 Februari 2022 agar dapat menjawab kebutuhan dan kepentingan korban, terlebih dengan semakin banyaknya perkara kekerasan seksual dengan berbagai modus operandi yang terjadi.
Baca juga: Pemerintah Pastikan Pekan Ini DIM RUU Kekerasan Seksual Rampung
Secara garis besar, Iluni FH UI memandang sudah terdapat perkembangan positif dan penyempurnaan terhadap substansi RUU TPKS, antara lain dalam hal pengaturan tindak pidana, hukum acara, perlindungan korban, hak-hak korban, dan pencegahan kekerasan seksual. Beberapa hal yang perlu diapresiasi antara lain penghindaran duplikasi dengan existing laws yang termuat di dalam KUHP dan UU Perlindungan Anak. "RUU TPKS saat ini juga telah mencoba menjawab kebutuhan perlindungan terhadap korban dan peningkatan kualifikasi dari Aparat Penegak Hukum dalam menangani perkara kekerasan seksual," demikian rilis tersebut.
Sejatinya, UU TPKS menjadi kebutuhan guna menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi dalam menangani kasus kekerasan seksual. Akan tetapi, Iluni FH UI beranggapan bahwa masih terdapat beberapa isu dan hal yang harus diperhatikan dalam upaya perumusan RUU TPKS. Di antaranya, terkait mekanisme untuk memperluas cakupan RUU TPKS, agar tidak hanya diberlakukan untuk tindak pidana kekerasan seksual yang terjadi di dalam RUU TPKS, namun juga dapat menjangkau kekerasan seksual yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO), UU Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dan pengaturan UU lain yang mengatur pemidanaan kekerasan seksual. Selain itu, diperlukan mekanisme untuk memberikan jaminan terhadap pembayaran ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi) terhadap korban kekerasan seksual, mengingat banyak sekali korban kekerasan seksual yang tidak mendapatkan ganti kerugian atas proses rehabilitasi untuk kepentingan pemulihan korban.
Lihat Juga :