Kejagung Klarifikasi soal Korupsi di Bawah Rp50 Juta Cukup Kembalikan Kerugian Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) meluruskan pemberitaan di media massa mengenai pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Kamis (27/1/2022). Dalam rapat itu, Jaksa Agung menyebut korupsi di bawah Rp50 Juta cukup mengembalikan kerugian negara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan beberapa hal. Pertama, bahwa pada rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin 17 Januari 2022, beberapa anggota Komisi III DPR memberikan pertanyaan kepada Jaksa Agung.
Anggota Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman menyampaikan kepada Jaksa Agung bahwa kasus korupsi di bawah Rp1 juta janganlah diproses. Saat itu, Benny mengaku mendapatkan data banyak kasus korupsi di bawah Rp1 juta yang masih diproses.
Hal itu kemudian dibilang hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. “Alangkah baiknya kalau pak JA membuat kebijakan supaya kasus korupsi 1 juta ke bawah tidak diproses. Lebih baik proses kasus besar daripada kasus kecil," kata Benny saat itu.
Selanjutnya, anggota Komisi III DPR RI Supriansa juga menyampaikan kepada Jaksa Agung RI. “Tidak sedikit kasus dana desa dengan nilai rendah yang anggaplah hanya beda Rp7 juta, beda Rp5 juta tapi karena masuk di pengadilan mesti ada tuntutan dan akhirnya diputus sekian tahun,” kata Supriansa.
Supriansa berharap ada terobosan dari Jampidsus mengenai pengembalian uang daripada memenjarakan pelaku kasus yang nilainya kecil itu. “Lebih banyak biaya makan dia di dalam ketimbang dengan apa yang kita kejar. Juga bangsa ini memiliki keterbatasan soal ketersediaan Lapas yang sudah over capacity. Luar biasa kalau kita paksa masuk tapi nilainya rendah. Apa ada solusi atau memang kita harus lurus tegak memenjarakan orang meskipun nilainya cukup kecil?” ujar Supriansa.
Atas kedua pertanyaan tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Rapat Kerja Kamis 27 Januari 2022, memberikan penjelasan terhadap perkara-perkara dana desa yang kerugiannya tidak terlalu besar dan perbuatan tersebut tidak dilakukan secara terus menerus (keep going). Maka diimbau diselesaikan secara administratif dengan cara mengembalikan, kerugian tersebut dan terhadap pelaku dilakukan pembinaan melalui inspektorat untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Selanjutnya, Jaksa Agung menjelaskan, terkait perkara korupsi nilai kerugian keuangan negara Rp1.000.000 sesuai data yang diterima, terdapat satu penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam perkara Pungutan Liar (Pungli). Perkara itu melibatkan seorang wasit dengan nilai Rp2.200.000 dan saat ini perkara tersebut masih dalam tahap Pra-Penuntutan di Kejaksaan Negeri Pontianak.
"Perkara tersebut tidaklah berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun terkait dengan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli)," kata Leonard dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).
Maka itu, penanganannya diharapkan dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani dan/atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan untuk perkara Tipikor yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk tindak pidana korupsi kerugian keuangan negaranya di bawah Rp50.000.000, dilakukan pengembalian melalui proses hukum.
"Diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan," tutur Leonard.
"Adapun penjelasan di atas, merupakan respons Bapak Jaksa Agung dan imbauan yang sifatnya umum menjadi pemikiran bersama dan diperoleh solusi yang tepat dalam penindakan tindak pidana korupsi yang menyentuh baik pelaku dan masyarakat di level akar rumput," tambahnya.
Oleh karena itu, Jaksa Agung mengimbau untuk dijadikan renungan bersama bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. Kedua, terkait perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp1.000.000, perkara tersebut tidaklah berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun terkait dengan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli).
"Bapak Jaksa Agung RI menyampaikan pada saat di DPR RI agar penanganannya diharapkan dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani dan/atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," jelasnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan beberapa hal. Pertama, bahwa pada rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin 17 Januari 2022, beberapa anggota Komisi III DPR memberikan pertanyaan kepada Jaksa Agung.
Anggota Komisi III DPR RI Benny Kabur Harman menyampaikan kepada Jaksa Agung bahwa kasus korupsi di bawah Rp1 juta janganlah diproses. Saat itu, Benny mengaku mendapatkan data banyak kasus korupsi di bawah Rp1 juta yang masih diproses.
Hal itu kemudian dibilang hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. “Alangkah baiknya kalau pak JA membuat kebijakan supaya kasus korupsi 1 juta ke bawah tidak diproses. Lebih baik proses kasus besar daripada kasus kecil," kata Benny saat itu.
Selanjutnya, anggota Komisi III DPR RI Supriansa juga menyampaikan kepada Jaksa Agung RI. “Tidak sedikit kasus dana desa dengan nilai rendah yang anggaplah hanya beda Rp7 juta, beda Rp5 juta tapi karena masuk di pengadilan mesti ada tuntutan dan akhirnya diputus sekian tahun,” kata Supriansa.
Supriansa berharap ada terobosan dari Jampidsus mengenai pengembalian uang daripada memenjarakan pelaku kasus yang nilainya kecil itu. “Lebih banyak biaya makan dia di dalam ketimbang dengan apa yang kita kejar. Juga bangsa ini memiliki keterbatasan soal ketersediaan Lapas yang sudah over capacity. Luar biasa kalau kita paksa masuk tapi nilainya rendah. Apa ada solusi atau memang kita harus lurus tegak memenjarakan orang meskipun nilainya cukup kecil?” ujar Supriansa.
Atas kedua pertanyaan tersebut, Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Rapat Kerja Kamis 27 Januari 2022, memberikan penjelasan terhadap perkara-perkara dana desa yang kerugiannya tidak terlalu besar dan perbuatan tersebut tidak dilakukan secara terus menerus (keep going). Maka diimbau diselesaikan secara administratif dengan cara mengembalikan, kerugian tersebut dan terhadap pelaku dilakukan pembinaan melalui inspektorat untuk tidak mengulangi perbuatannya.
Selanjutnya, Jaksa Agung menjelaskan, terkait perkara korupsi nilai kerugian keuangan negara Rp1.000.000 sesuai data yang diterima, terdapat satu penyidikan yang dilakukan oleh Polresta Pontianak dalam perkara Pungutan Liar (Pungli). Perkara itu melibatkan seorang wasit dengan nilai Rp2.200.000 dan saat ini perkara tersebut masih dalam tahap Pra-Penuntutan di Kejaksaan Negeri Pontianak.
"Perkara tersebut tidaklah berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun terkait dengan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli)," kata Leonard dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).
Maka itu, penanganannya diharapkan dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani dan/atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan untuk perkara Tipikor yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara, Kejaksaan Agung telah memberikan imbauan kepada jajarannya untuk tindak pidana korupsi kerugian keuangan negaranya di bawah Rp50.000.000, dilakukan pengembalian melalui proses hukum.
"Diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian keuangan negara sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan biaya ringan," tutur Leonard.
"Adapun penjelasan di atas, merupakan respons Bapak Jaksa Agung dan imbauan yang sifatnya umum menjadi pemikiran bersama dan diperoleh solusi yang tepat dalam penindakan tindak pidana korupsi yang menyentuh baik pelaku dan masyarakat di level akar rumput," tambahnya.
Oleh karena itu, Jaksa Agung mengimbau untuk dijadikan renungan bersama bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum. Kedua, terkait perkara korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp1.000.000, perkara tersebut tidaklah berkaitan dengan kerugian keuangan negara, namun terkait dengan upaya pemberantasan pungutan liar (saber pungli).
"Bapak Jaksa Agung RI menyampaikan pada saat di DPR RI agar penanganannya diharapkan dilakukan secara profesional dengan memperhatikan hati nurani dan/atau menggunakan instrumen lain selain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," jelasnya.
(rca)