MUI: 10 Prinsip Islam Wasathiyah Modal Penting Lawan Terorisme dan Ekstremisme

Kamis, 27 Januari 2022 - 02:35 WIB
loading...
MUI: 10 Prinsip Islam Wasathiyah Modal Penting Lawan Terorisme dan Ekstremisme
Ketua MUI Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Prof Noor Achmad dalam acara Halaqah Kebangsaan Islam Wasathiyah di Jakarta, Rabu (26/1/2022). Foto: Dok MUI
A A A
JAKARTA - Islam Wasathiyah dapat menjadi modal Indonesia untuk melawan faham terorisme dan ekstremisme di Indonesia. Sebab Islam Wasathiyah memiliki 10 prinsip yang membuatnya sangat pas dengan konsep kesepakatan negara Indonesia.

"Islam Wasathiyah ini menjadi kesepakatan MUI. Kesepakatan ini diharapkan bisa jadi modal sinergi dengan semua kekuatan yang ada di Indonesia, seperti Kepolisian, BNPT, Densus 88, dan lain sebegainya bekerja sama dengan MUI dalam Islam Wasathiyah, ” ujar Ketua MUI Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Prof Noor Achmad dalam acara Halaqah Kebangsaan Islam Wasathiyah di Jakarta, Rabu (26/1/2022).



Menurut dia, jika prinsip Islam Wasathiyah bisa berjalan maka beberapa hal yang menjadi kekhawatiran, seperti ekstremisme dan terorisme, dapat dieliminir. Namun jika kemudian muncul tindakan yang bertentangan dengan Islam Wasathiyah, maka tentu saja MUI sudah mengantisipasi.

"Bahkan sejak tahun 2004, melalui fatwanya MUI sudah mengantisipasi dan dengan tegas MUI menyatakan anti-terorisme dan anti-ekstremisme," kata dia

Prof Noor menegaskan, sebagai umat mayoritas di Indonesia, tentu saja konsep pandangan Islam yang sesuai dengan kesepakatan bersama patut dipikirkan. MUI memilih Islam Wasathiyah sebagai konsep yang paling pas di Indonesia.

"Dengan demikian, maka para ulama kemudian merumuskan lebih rinci, Ahlus Sunnah wal Jamaah yang ada di Indonesia itu seperti apa? Maka kita rumuskan yang disebut Islam Wasathiyah," ucapnya.


Lebih lanjut Noer mengatakan, Indonesia merupakan negara kesepakatan bersama. Para pendiri bangsa yang berasal dari latar belakang berbeda menyepakati Pancasila, UUD 1945, serta NKRI sebagai dasar negara.

Oleh karena itu, meskipun banyak konsep negara yang diakui di dunia, namun yang sah di Indonesia adalah NKRI. “Indonesia adalah negara bangsa yang merupakan satu kesepakatan. Umat yang ada di Indonesia, sekaligus umat beragama tidak hanya Islam saja tapi semuanya. Indonesia memang negara kesepakatan, negara kedamaian bagi kita semaunya, negara bagi umat yang ada di Indonesia. Itulah negara bangsa," paparnya.

Sehingga hal Ini menjadi penting untuk rakyat Indonesia karena Pancasila menjadi kesepakatan bersama semua masyarakat, penduduk, dan tokoh yang ada di Indonesia. "Maka dari itu, semua proses yang ada di Indonesia mengacu kepada Pancasila itu sendiri, “ tukasnya.

Islam Wasathiyah adalah “Islam Tengah” untuk terwujudnya umat terbaik (khairu ummah). Adapun 10 prinsip Islam Wasathiyah, yakni:

1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).

2. Tawazun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).

3. I’tidal (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.

4. Tasamuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

5. Musawah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.

6. Syura (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya.

7. Ishlah (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘amah) dengan tetap berpegang pada prinsip al-muhafazhah ‘ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashla.

8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih rendah

9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahamatan dan kemajuan umat manusia.

10. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1891 seconds (0.1#10.140)