Wacana Pelonggaran Masa Pandemi Membuat Masyarakat Tak Waspada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik kebiasaan pemerintah melontarkan wacana pelonggaran di tengah pagebluk Covid-19 yang masih tinggi. Dikhawatirkan masyarakat kehilangan kewaspadaannya.
Aktivitas masyarakat kembali menggeliat dalam beberapa hari ini. Jalanan ibu kota DKI Jakarta kembali macet. Seolah-olah Covid-19 sudah tidak ada. Data terbaru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, ada 1.241 orang yang positif pada Rabu (10/6/2020).
“Ini merupakan salah satu akibat dari seringnya presiden dan jajarannya mewacanakan pelonggaran PSBB dan new normal. Kondisi dikhawatirkan akan semakin menyulitkan upaya penanganan Covid-19,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta
dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu malam (10/6/2020).
Dalam dua hari ini, jumlah kasus positif melebihi 1.000 orang. Tentu ini angka-angka itu tak bisa dianggap remeh. Itu gambaran nyata jika penyebaran Covid-19 belum melandai. Sukamta menerangkan meskinya dengan kondisi seperti masyarakat semakin waspada dan berhati-hati. (Baca juga: KPK Usut Aset Istri Eks Sekretaris MA lewat Panitera Pengganti MA )
“Semakin ketat menjalankan protokol kesehatan. Namun, yang terlihat malah masyarakat semakin longgar. Terlihat masih banyak yang tidak menggunakan masker dan menjaga jarak,” tutur politisi dari dapil Yogyakarta itu.
Kondisi ini, katanya, tidak lepas dari wacana pelonggaran dan new normal yang sering disampaikan pemerintah. “Sebagian masyarakat mempersepsikan pernyataan-pernyataan pemerintah menganggap kondisi saat ini sudah normal dan bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal dulu saat jumlah kasus positif masih sedikit, masyarakat terlihat sangat waspada,” jelasnya.
Dia mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu (10/6/2020). Jokowi mengatakan akan melakukan pengetatan dan penutupan kembali jika ditemukan kenaikan kasus. Menurutnya, itu pernyataan yang tidak jelas arahanya. (Baca juga: KPAI: Tanpa Perbaikan, Pembelajaran Jarak Jauh Tidak Akan Efektif )
"Pernyataan Presiden ini tidak ada penjelasan lebih lanjut dan seperti itu kebiasaan yang terjadi sehingga sering timbulkan kebingungan. Pemerintah wacanakan New Normal kan karena pertimbangan ekonomi,” ucapnya.
Jika dilakukan pengetatan dan penutupan lagi, apakah tidak takut mengganggu ekonomi lagi. Apalagi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melonggarkan batas penumpang untuk moda transportasi umum.
“Apakah akan direvisi lagi untuk kesekian kalinya. Ini kan jelas pemerintah tidak punya konsep dan membiarkan kondisi seperti ini terus berjalan lebih dari 3 bulan,” tegas anggota Komisi I DPR RI itu.
Pemerintah, menurutnya, seharusnya semakin ketat dalam mengawal kebijakan yang dibuat dengan memperbanyak tes massal dan pelacakan Covid-19. Juga memperkuat layanan faslitas kesehatan dan meningkatkan sosialisasi protokol kesehatan.
Jika pemerintah lebih khawatir soal ekonomi dibanding kesehatan dan nyawa masyarakat, harga yang akan dibayar tidak hanya jiwa. Akan tetapi, kondisi ekonomi juga tidak akan membaik.
“Kami paham masyarakat butuh makan sehingga perlu bekerja di luar rumah. Namun demikian, kondisi pemerintah yang kadang kebijakannya membingungkan jangan sampai menurunkan kewaspadaan dan disiplin protokol kesehatan. Sebab, virus corona masih ada di sekitar kita,” pungkasnya.
Aktivitas masyarakat kembali menggeliat dalam beberapa hari ini. Jalanan ibu kota DKI Jakarta kembali macet. Seolah-olah Covid-19 sudah tidak ada. Data terbaru Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, ada 1.241 orang yang positif pada Rabu (10/6/2020).
“Ini merupakan salah satu akibat dari seringnya presiden dan jajarannya mewacanakan pelonggaran PSBB dan new normal. Kondisi dikhawatirkan akan semakin menyulitkan upaya penanganan Covid-19,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta
dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu malam (10/6/2020).
Dalam dua hari ini, jumlah kasus positif melebihi 1.000 orang. Tentu ini angka-angka itu tak bisa dianggap remeh. Itu gambaran nyata jika penyebaran Covid-19 belum melandai. Sukamta menerangkan meskinya dengan kondisi seperti masyarakat semakin waspada dan berhati-hati. (Baca juga: KPK Usut Aset Istri Eks Sekretaris MA lewat Panitera Pengganti MA )
“Semakin ketat menjalankan protokol kesehatan. Namun, yang terlihat malah masyarakat semakin longgar. Terlihat masih banyak yang tidak menggunakan masker dan menjaga jarak,” tutur politisi dari dapil Yogyakarta itu.
Kondisi ini, katanya, tidak lepas dari wacana pelonggaran dan new normal yang sering disampaikan pemerintah. “Sebagian masyarakat mempersepsikan pernyataan-pernyataan pemerintah menganggap kondisi saat ini sudah normal dan bisa beraktivitas seperti biasa. Padahal dulu saat jumlah kasus positif masih sedikit, masyarakat terlihat sangat waspada,” jelasnya.
Dia mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo saat mengunjungi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Rabu (10/6/2020). Jokowi mengatakan akan melakukan pengetatan dan penutupan kembali jika ditemukan kenaikan kasus. Menurutnya, itu pernyataan yang tidak jelas arahanya. (Baca juga: KPAI: Tanpa Perbaikan, Pembelajaran Jarak Jauh Tidak Akan Efektif )
"Pernyataan Presiden ini tidak ada penjelasan lebih lanjut dan seperti itu kebiasaan yang terjadi sehingga sering timbulkan kebingungan. Pemerintah wacanakan New Normal kan karena pertimbangan ekonomi,” ucapnya.
Jika dilakukan pengetatan dan penutupan lagi, apakah tidak takut mengganggu ekonomi lagi. Apalagi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melonggarkan batas penumpang untuk moda transportasi umum.
“Apakah akan direvisi lagi untuk kesekian kalinya. Ini kan jelas pemerintah tidak punya konsep dan membiarkan kondisi seperti ini terus berjalan lebih dari 3 bulan,” tegas anggota Komisi I DPR RI itu.
Pemerintah, menurutnya, seharusnya semakin ketat dalam mengawal kebijakan yang dibuat dengan memperbanyak tes massal dan pelacakan Covid-19. Juga memperkuat layanan faslitas kesehatan dan meningkatkan sosialisasi protokol kesehatan.
Jika pemerintah lebih khawatir soal ekonomi dibanding kesehatan dan nyawa masyarakat, harga yang akan dibayar tidak hanya jiwa. Akan tetapi, kondisi ekonomi juga tidak akan membaik.
“Kami paham masyarakat butuh makan sehingga perlu bekerja di luar rumah. Namun demikian, kondisi pemerintah yang kadang kebijakannya membingungkan jangan sampai menurunkan kewaspadaan dan disiplin protokol kesehatan. Sebab, virus corona masih ada di sekitar kita,” pungkasnya.
(mpw)