Jenderal Kopassus Ini Pernah Mempertanyakan Tuhan, UAS Mengubah Segalanya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Benarkah Tuhan ada? Pertanyaan itu terus berkecamuk di kepala bocah asal Piyungan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Siapa sangka, kegelisahan tersebut kelak mengantarkannya jadi seorang jenderal hebat Komando Pasukan Khusus ( Kopassus ).
Bocah lugu itu, Subagyo Hadi Siswoyo alias Subagyo HS. Kegelisahan tentang keberadaan Tuhan menyelimuti benaknya kala masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (sekarang SD). Cerita bermula dari kampung halamannya, Desa Piyungan.
Sudah menjadi kebiasaan di desa, seusai salat Magrib anak-anak langsung belajar mengaji. Kebiasaan salat dan mengaji bersama itu sudah turun-temurun yang dilakukan tak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
Foto: Twitter@subagyo hs
Kebiasaan ini juga yang dilakukan keluarga Bagyo. Terlebih tak jauh dari rumah mereka terdapat masjid. Seperti anak-anak seusianya, Bagyo juga mengaji usai salat.
Persoalannya, meski aktivitas itu dilakukan saban hari, ada yang mengganjal pikirannya. Bagyo bertanya-tanya dalam hati benarkah salat dan mengaji itu sekadar kebiasaan alias rutinitas. Jangan-jangan ibadah ini dilakukan karena keturunan? Artinya, karena orang-orang terdahulu melakukannya, sehingga menjadi semacam tradisi, yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Makin hari kegundahan itu semakin memenuhi pikirannya. Mulailah tiga dari lima bersaudara putra dari pasangan Yakub Hadi Siswoyo dan Sukiyah itu bertanya pada diri sendiri.
“Benarkah Tuhan ada?,” kata Bagyo sebagaimana ditulis Carmelia Sukmawati dalam buku ‘Subagyo HS Kasad dari Piyungan”, dikutip Rabu (12/1/2022). Dikisahkan Carmelia, pikiran tentang Tuhan itu terlintas begitu saja di benak Bagyo. Tak pula tebersit apakah pikiran semacam itu layak untuk seorang bocah yang masih SD.
UAS Mengubah Segalanya
Pertanyaan tentang Tuhan itu terus berkecamuk. Namun, sebuah momen mengubah segalanya. Ujian matematika yang menepis segala kegamangan tersebut dan mengubahnya menjadi sebuah keyakinan kokoh.
Semasa bersekolah SD, salah satu pelajaran agama yang diingat Bagyo yakni orang yang dikabulkan doanya oleh Allah SWT yakni orang berpuasa, menderita dan memohon dengan tulus. Dengan kepolosannya dan tanpa keraguan, dia pun memanjatkan doa.
Bocah lugu itu, Subagyo Hadi Siswoyo alias Subagyo HS. Kegelisahan tentang keberadaan Tuhan menyelimuti benaknya kala masih duduk di bangku Sekolah Rakyat (sekarang SD). Cerita bermula dari kampung halamannya, Desa Piyungan.
Sudah menjadi kebiasaan di desa, seusai salat Magrib anak-anak langsung belajar mengaji. Kebiasaan salat dan mengaji bersama itu sudah turun-temurun yang dilakukan tak hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
Foto: Twitter@subagyo hs
Kebiasaan ini juga yang dilakukan keluarga Bagyo. Terlebih tak jauh dari rumah mereka terdapat masjid. Seperti anak-anak seusianya, Bagyo juga mengaji usai salat.
Persoalannya, meski aktivitas itu dilakukan saban hari, ada yang mengganjal pikirannya. Bagyo bertanya-tanya dalam hati benarkah salat dan mengaji itu sekadar kebiasaan alias rutinitas. Jangan-jangan ibadah ini dilakukan karena keturunan? Artinya, karena orang-orang terdahulu melakukannya, sehingga menjadi semacam tradisi, yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Makin hari kegundahan itu semakin memenuhi pikirannya. Mulailah tiga dari lima bersaudara putra dari pasangan Yakub Hadi Siswoyo dan Sukiyah itu bertanya pada diri sendiri.
Baca Juga
“Benarkah Tuhan ada?,” kata Bagyo sebagaimana ditulis Carmelia Sukmawati dalam buku ‘Subagyo HS Kasad dari Piyungan”, dikutip Rabu (12/1/2022). Dikisahkan Carmelia, pikiran tentang Tuhan itu terlintas begitu saja di benak Bagyo. Tak pula tebersit apakah pikiran semacam itu layak untuk seorang bocah yang masih SD.
UAS Mengubah Segalanya
Pertanyaan tentang Tuhan itu terus berkecamuk. Namun, sebuah momen mengubah segalanya. Ujian matematika yang menepis segala kegamangan tersebut dan mengubahnya menjadi sebuah keyakinan kokoh.
Semasa bersekolah SD, salah satu pelajaran agama yang diingat Bagyo yakni orang yang dikabulkan doanya oleh Allah SWT yakni orang berpuasa, menderita dan memohon dengan tulus. Dengan kepolosannya dan tanpa keraguan, dia pun memanjatkan doa.