Gus Yahya Tegaskan NU Ambil Jarak dengan Politik Praktis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul ulama ( PBNU ) masa khidmat 2021-2026, KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan bahwa NU telah mengambil jarak dengan politik praktis . Hal itu merupakan keputusan dalamMuktamar ke-26 NU Tahun 1979 di Semarang, Muktamar ke-27 Tahun 1984 di Situbondo, lalu disempurnakan dalam Muktamar ke-28 NU Yahun 1989 di Yogyakarta.
"Kita harus mengacu lagi ke sana karena yang menjadi keputusan-keputusan Muktamar itu menurut posisinya dari NU di tengah pergulatan kebangsaan," kata Gus Yahya saat ditemui MNC Portal Indonesia di Kantor PBNU Jakarta, Kamis (30/12/2021).
Gus Yahya menjelaskan, NU pernah menjadi partai politik pada 1945 hingga 1971. Namun sekarang NU kembali menjadi perkumpulan yang mengambil jarak dari politik praktis dan tidak menjadi pihak dalam kompetisi perpolitikan di Indonesia.
Baca juga: Gus Yahya Tidak Ingin Ada Capres dan Cawapres dari PBNU
"Kita ingin memposisikan NU sungguh-sungguh sebagai penyangga keutuhan bangsa. Bukan hanya ikut-ikutan bertempur melawan kelompok lain, tapi kita ingin supaya NU ini menjadi jembatan terhadap hal yang terhambat komunikasinya, itu posisi NU," katanya.
Selain itu, NU juga memiliki concern yang sangat dalam terhadap tren meningkatnya eksploitasi identitas, baik etnik maupun agama, sebagai bahan politik. Menurutnya, hal ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan perpecahan, serta polarisasi di tengah masyarakat. Sebagai Ketum baru PBNU, ia ingin melakukan upaya untuk menyembuhkan luka-luka polarisasi yang sudah telanjur terjadi serta bersungguh-sungguh mengampanyekan berhenti melakukan politik identitas.
"Kita juga harus bersungguh-sungguh mengampanyekan. Kita ajak semua stakeholder dan masyarakat mari berhenti melakukan strategi politik identitas," katanya.
Baca juga: Humor Gus Yahya: Kiamat Sudah Dekat, Menikahlah karena Dajjal Itu Jomblo
"Kita harus mengacu lagi ke sana karena yang menjadi keputusan-keputusan Muktamar itu menurut posisinya dari NU di tengah pergulatan kebangsaan," kata Gus Yahya saat ditemui MNC Portal Indonesia di Kantor PBNU Jakarta, Kamis (30/12/2021).
Gus Yahya menjelaskan, NU pernah menjadi partai politik pada 1945 hingga 1971. Namun sekarang NU kembali menjadi perkumpulan yang mengambil jarak dari politik praktis dan tidak menjadi pihak dalam kompetisi perpolitikan di Indonesia.
Baca juga: Gus Yahya Tidak Ingin Ada Capres dan Cawapres dari PBNU
"Kita ingin memposisikan NU sungguh-sungguh sebagai penyangga keutuhan bangsa. Bukan hanya ikut-ikutan bertempur melawan kelompok lain, tapi kita ingin supaya NU ini menjadi jembatan terhadap hal yang terhambat komunikasinya, itu posisi NU," katanya.
Selain itu, NU juga memiliki concern yang sangat dalam terhadap tren meningkatnya eksploitasi identitas, baik etnik maupun agama, sebagai bahan politik. Menurutnya, hal ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan perpecahan, serta polarisasi di tengah masyarakat. Sebagai Ketum baru PBNU, ia ingin melakukan upaya untuk menyembuhkan luka-luka polarisasi yang sudah telanjur terjadi serta bersungguh-sungguh mengampanyekan berhenti melakukan politik identitas.
"Kita juga harus bersungguh-sungguh mengampanyekan. Kita ajak semua stakeholder dan masyarakat mari berhenti melakukan strategi politik identitas," katanya.
Baca juga: Humor Gus Yahya: Kiamat Sudah Dekat, Menikahlah karena Dajjal Itu Jomblo
(abd)