Soal PT 0%, Demokrat: Pilihan Capres Semakin Beragam dan Cegah Polarisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana soal Presidential Threshold (PT) 0% belakangan menjadi pembahasan yang cukup hangat di tengah masyarakat. Partai Demokrat (PD) menilai usulan tersebut layak dipertimbangkan karena baik bagi demokrasi Indonesia.
Anggota Komisi II Fraksi Demokrat DPR RI Anwar Hafid menilai PT 0% menjadi opsi terbaik di tengah iklim demokrasi yang terus tumbuh di Indonesia. Menurutnya, saat ini PT 20% membatasi ruang gerak partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Akibatnya, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan calon pemimpin nasional. Padahal, dengan semakin banyak pilihan maka opsi untuk mencari pemimpin bangsa yang terbaik semakin terbuka lebar.
"Opsi presidential threshold 0% ini layak dipertimbangkan dan mestinya menjadi bahan pertimbangan, karena lewat jalan tersebut kita membuka peluang besar bagi calon presiden beragam," ujarnya, Rabu (22/12/2021).
Di sisi lain, PT 0% juga bisa menjadi langkah pencegahan potensi terjadinya jebakan polarisasi dan segregasi politik negara. Sebab, belajar dari dua pilpres sebelumnya yang hanya memunculkan dua pasangan capres-cawapres mengakibatkan polarisasi yang luar biasa di tengah masyarakat. Hingga muncul istilah cebong dan kampret.
"Hal seperti ini tentu tidak kita inginkan terjadi lagi di kemudian hari. Perpecahan di antara anak bangsa itu benar-benar membahayakan. Mari kita selamatkan demokrasi kita. Saya yakin kalau cuma dua pasangan capres-cawapres lagi karena PT yang tinggi, potensi pembelahan akan terulang lagi," kata mantan bupati Morowali dua periode ini.
Tidak hanya Partai Demokrat, PKS juga menyuarakan hal senada. Sebelumnya, politikus PKS Mardani Ali Sera juga mendukung adanya usulan PT 0% demi membuka kontestasi yang adil dan memberi kesempatan bagi semua pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden. "Presidential threshold 20% ini membatasi arena kontestasi dan melimitasi peluang wujudnya kontestasi karya dan gagasan," ujar anggota Komisi II DPR tersebut kepada wartawan.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri bersuara agar syarat ambang batas pencapresan atau presidential threshold yang saat ini ditetapkan 20% bisa diturunkan menjadi 0%. Saran tersebut dusampaikan Firli karena berkaca dari kondisi-kondisi di daerah, banyak yang mengeluhkan soal mahalnya biaya pemilihan umum yang kemudian jadi alasan untuk melakukan korupsi.
Firli mengatakan KPK perlu bersikap dengan mengusulkan presidential threshold 0%. Menurutnya, hal itu termasuk sebagai upaya pemberantasan korupsi dari hulu. "Pada konteks ini, maka saya berpendapat bahwa jika PT 0% bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah, sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak PT ini 0%," katanya.
Menurutnya, jika memang biaya politik mendorong hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold 0%. Aturan mengenai PT 0% selama ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Untuk bisa mengubah PT menjadi 0% bisa dilakukan melalui revisi UU tersebut.
Anggota Komisi II Fraksi Demokrat DPR RI Anwar Hafid menilai PT 0% menjadi opsi terbaik di tengah iklim demokrasi yang terus tumbuh di Indonesia. Menurutnya, saat ini PT 20% membatasi ruang gerak partai politik (parpol) untuk mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Akibatnya, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan calon pemimpin nasional. Padahal, dengan semakin banyak pilihan maka opsi untuk mencari pemimpin bangsa yang terbaik semakin terbuka lebar.
"Opsi presidential threshold 0% ini layak dipertimbangkan dan mestinya menjadi bahan pertimbangan, karena lewat jalan tersebut kita membuka peluang besar bagi calon presiden beragam," ujarnya, Rabu (22/12/2021).
Di sisi lain, PT 0% juga bisa menjadi langkah pencegahan potensi terjadinya jebakan polarisasi dan segregasi politik negara. Sebab, belajar dari dua pilpres sebelumnya yang hanya memunculkan dua pasangan capres-cawapres mengakibatkan polarisasi yang luar biasa di tengah masyarakat. Hingga muncul istilah cebong dan kampret.
"Hal seperti ini tentu tidak kita inginkan terjadi lagi di kemudian hari. Perpecahan di antara anak bangsa itu benar-benar membahayakan. Mari kita selamatkan demokrasi kita. Saya yakin kalau cuma dua pasangan capres-cawapres lagi karena PT yang tinggi, potensi pembelahan akan terulang lagi," kata mantan bupati Morowali dua periode ini.
Tidak hanya Partai Demokrat, PKS juga menyuarakan hal senada. Sebelumnya, politikus PKS Mardani Ali Sera juga mendukung adanya usulan PT 0% demi membuka kontestasi yang adil dan memberi kesempatan bagi semua pihak untuk mencalonkan diri sebagai presiden. "Presidential threshold 20% ini membatasi arena kontestasi dan melimitasi peluang wujudnya kontestasi karya dan gagasan," ujar anggota Komisi II DPR tersebut kepada wartawan.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri bersuara agar syarat ambang batas pencapresan atau presidential threshold yang saat ini ditetapkan 20% bisa diturunkan menjadi 0%. Saran tersebut dusampaikan Firli karena berkaca dari kondisi-kondisi di daerah, banyak yang mengeluhkan soal mahalnya biaya pemilihan umum yang kemudian jadi alasan untuk melakukan korupsi.
Firli mengatakan KPK perlu bersikap dengan mengusulkan presidential threshold 0%. Menurutnya, hal itu termasuk sebagai upaya pemberantasan korupsi dari hulu. "Pada konteks ini, maka saya berpendapat bahwa jika PT 0% bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah, sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak PT ini 0%," katanya.
Menurutnya, jika memang biaya politik mendorong hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold 0%. Aturan mengenai PT 0% selama ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Untuk bisa mengubah PT menjadi 0% bisa dilakukan melalui revisi UU tersebut.
(cip)