Komnas Perempuan: Setiap 2 Jam Ada 3 Orang Jadi Korban Kekerasan Seksual

Senin, 20 Desember 2021 - 14:06 WIB
loading...
Komnas Perempuan: Setiap 2 Jam Ada 3 Orang Jadi Korban Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan menyebut setiap dua jam sebanyak tiga orang menjadi kekerasan seksual. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kecewa proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) tersendat. Padahal, urgensi kehadiran payung hukum bermula dari tingginya angka kekerasan seksual dalam rentang waktu sepanjang 2001-2011.

"Penetapan ini telah dinanti-nanti oleh rakyat Indonesia khususnya korban tindak pidana kekerasan seksual, keluarga korban, dan pendamping korban," tulis keterangan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dikutip Senin (20/12/2021).

Selama dasawarsa tersebut, Andy menyebut 25% perempuan mengalami kekerasan seksual. Setiap hari, sekurangnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual. "Artinya, setiap 2 jam ada 3 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual," lanjut dia.



Andy menjelaskan, RUU ini mewujudkan perlindungan, penanganan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan upaya memutus keberulangan di tengah-tengah kondisi darurat kekerasan seksual. Sepanjang menunggu pengesahan RUU ini (2012-2020) Komnas Perempuan mencatat terlaporkan 45.069 kasus kekerasan seksual. Selain dapat dilihat secara jumlah, darurat kekerasan seksual juga dapat dilihat dari maraknya kasus pemberitaan kekerasan seksual di media massa.



Peningkatan dan kompleksitas kasus-kasus kekerasan seksual yang diadukan tersebut, menurutnya, tidak diimbangi dengan undang-undang yang mampu menghambat perkembangan kualitas dan kuantitas kekerasan seksual, serta ketiadaan jaminan hak-hak korban dan reviktimisasi selama menempuh jalur hukum "Hal ini yang menyebabkan korban tidak terpenuhi hak atas keadilan, kebenaran dan pemulihan sebagaimana dimandatkan Konstitusi RI dan instrumen HAM internasional," kata dia.

Periode DPR 2014-2019, RUU ini pernah dibahas dengan pemerintah namun sampai akhir periode tidak berhasil menyetujui satu pun isu dalam daftar inventaris masalah (DIM) RUU P-KS. Akibatnya, RUU P-KS tidak dimasukkan sebagai RUU carry over melainkan harus dimulai dari awal. Salah satu faktornya adalah, kepentingan hak-hak korban tidak ditempatkan sebagai isu pokok pembahasan.

Sedangkan mispersepsi, miskonsepsi dan prasangka terhadap substansi RUU P-KS saat itu merebak diberbagai ruang dan media sosial juga turut memengaruhi pembahasan di Panja Komisi 8 DPR RI. "Kondisi ini masih berlanjut terhadap RUU tersebut hingga sekarang, yang namanya diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Kondisi yang semakin menjauhkan upaya mewujudkan payung hukum bagi korban kekerasan seksual," kata dia.

Terkait belum ditetapkannya RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI, Komnas Perempuan mendesak pimpinan DPR RI untuk memastikan pembahasan dan pengesahan RUU TPKS sebagai usul inisiatif DPR RI pada 2022

”Kami berterima kasih kepada para penyintas, keluarga korban, akademisi, media massa dan lembaga layanan korban yang tak pernah putus dan tanpa lelah terus memperjuangkan RUU TPKS dan menyerukan agar terus memberikan masukan pengalaman korban dan mengawal pembentukan RUU ini hingga tahap pembahasan dan pengesahan,” ujarnya.

Mendorong publik untuk terus mengawal dan mendukung Badan Musyawarah/ Pimpinan DPR RI menetapkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai RUU Inisiatif DPR dalam pembukaan masa sidang paripurna DPR RI Januari 2022. ”Mengapresiasi kerja Panja RUU TPKS yang sudah melakukan pengkajian dan harmonisasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” ucapnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1879 seconds (0.1#10.140)