Diundang The Swedish Academy, Denny JA Masuk Nominasi Peraih Nobel Sastra
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hadiah nobel merpakan puncak penghargaan sastra yang paling presitisius di dunia. Sejak pertama kali hadiah nobel untuk sastra diberikan pada 1901 hingga kini sudah 120 tahun lebih, namun belum ada satu pun sastrawan Indonesia, bahkan Asia Tenggara yang mendapatkan hadiah sastra itu.
Lebih sulit lagi karena publik tak bisa mencalonkan kandidat untuk nobel sastra. Pencalonan publik atau siapa pun secara otomatis didiskualifikasi. Hanya yang secara resmi diundang panitia nobel yang sah mencalonkan. Panitia nobel memiliki kriteria sendiri siapa yang akan diundang untuk mencalonkan kandidat untuk nobel sastra.
”Komunitas puisi esai bersyukur. Desember 2021, komunitas puisi esai secara resmi diundang panitia nobel, Swedish Academy, Nobel Commiittee, untuk mencalonkan sastrawan Indonesia,” ujar Koordinator Pelaksana Komunitas Puisi Esai Indonesia Irsyad Mohamad, Senin (20/12/2021).
Irsyad menduga empat hal yang membuat panitia nobel Swedia secara resmi mengundang komunitas puisi esai untuk mencalonkan. Pertama, Mereka menyadari Indonesia dan Asia Tenggara adalah wilayah yang juga kaya dengan dunia seni. Selama ini mungkin karena ada keterbatasan bahasa, wilayah ini belum pernah mendapatkan hadiah Nobel sastra.
”Kedua, komunitas puisi esai termasuk beruntung. Kami punya web yang lebih dari seratus karya puisi esai, dalam bentuk buku dan video yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Setidaknya, jika itu video atau film yang berdasarkan puisi esai, ada substitle bahasa Inggris,” katanya.
Dengan begitu, Swedish Academy, The Nobel Committee tanpa rintangan bahasa dapat membaca atau menonton puluhan karya puisi esai dalam bahasa Inggris. Ketiga, puisi esai semakin diakui dunia sebagai genre baru puisi. Sangat jarang sekali tercipta genre baru dalam puisi. Puisi esai yang diciptakan Denny JA kini sudah masuk dalam kamus resmi bahasa Indonesia. “Saat ini sudah terbentuk pula komunitas puisi esai ASEAN yang berpusat di Malaysia. Datuk Jasni Matlani menjadi presiden komunitas puisi esai ASEAN,” ucapnya.
Keempat, yang unik, terutama dalam karya puisi esai Denny JA, yang menyuarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia yakni Indonesia. Puisi esai tak hanya seksi dari sisi genre baru, tapi juga pesan hak asasi manusia.
”Komunitas puisi esai segera bersidang memutuskan siapa yang dicalonkan. Sejauh ini Denny JA calon yang paling kuat. Jika akhirnya Denny JA yang dicalonkan, maka Denny JA menjadi sastrawan Indonesia kedua yang pernah secara resmi dicalonkan dengan prosedur resmi melalui undangan panitia nobel, setelah Pramudya Ananta Toer,” ujarnya.
Menanggapi hal itu dirinya resmi dicalonkan nobel sastra mewakili Indonesia, bahkan Asia Tenggara, Denny JA tak ingin banyak berkomentar. ”Pencalonan nobel sastra bagus untuk diplomasi budaya Indonesia. Namun saya berkarya karena saya mencintai gagasan, tidak berorientasi penghargaan,” ucapnya,
Lebih sulit lagi karena publik tak bisa mencalonkan kandidat untuk nobel sastra. Pencalonan publik atau siapa pun secara otomatis didiskualifikasi. Hanya yang secara resmi diundang panitia nobel yang sah mencalonkan. Panitia nobel memiliki kriteria sendiri siapa yang akan diundang untuk mencalonkan kandidat untuk nobel sastra.
”Komunitas puisi esai bersyukur. Desember 2021, komunitas puisi esai secara resmi diundang panitia nobel, Swedish Academy, Nobel Commiittee, untuk mencalonkan sastrawan Indonesia,” ujar Koordinator Pelaksana Komunitas Puisi Esai Indonesia Irsyad Mohamad, Senin (20/12/2021).
Irsyad menduga empat hal yang membuat panitia nobel Swedia secara resmi mengundang komunitas puisi esai untuk mencalonkan. Pertama, Mereka menyadari Indonesia dan Asia Tenggara adalah wilayah yang juga kaya dengan dunia seni. Selama ini mungkin karena ada keterbatasan bahasa, wilayah ini belum pernah mendapatkan hadiah Nobel sastra.
”Kedua, komunitas puisi esai termasuk beruntung. Kami punya web yang lebih dari seratus karya puisi esai, dalam bentuk buku dan video yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Setidaknya, jika itu video atau film yang berdasarkan puisi esai, ada substitle bahasa Inggris,” katanya.
Dengan begitu, Swedish Academy, The Nobel Committee tanpa rintangan bahasa dapat membaca atau menonton puluhan karya puisi esai dalam bahasa Inggris. Ketiga, puisi esai semakin diakui dunia sebagai genre baru puisi. Sangat jarang sekali tercipta genre baru dalam puisi. Puisi esai yang diciptakan Denny JA kini sudah masuk dalam kamus resmi bahasa Indonesia. “Saat ini sudah terbentuk pula komunitas puisi esai ASEAN yang berpusat di Malaysia. Datuk Jasni Matlani menjadi presiden komunitas puisi esai ASEAN,” ucapnya.
Keempat, yang unik, terutama dalam karya puisi esai Denny JA, yang menyuarakan isu Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan negara dengan penduduk Muslim terbesar dunia yakni Indonesia. Puisi esai tak hanya seksi dari sisi genre baru, tapi juga pesan hak asasi manusia.
”Komunitas puisi esai segera bersidang memutuskan siapa yang dicalonkan. Sejauh ini Denny JA calon yang paling kuat. Jika akhirnya Denny JA yang dicalonkan, maka Denny JA menjadi sastrawan Indonesia kedua yang pernah secara resmi dicalonkan dengan prosedur resmi melalui undangan panitia nobel, setelah Pramudya Ananta Toer,” ujarnya.
Menanggapi hal itu dirinya resmi dicalonkan nobel sastra mewakili Indonesia, bahkan Asia Tenggara, Denny JA tak ingin banyak berkomentar. ”Pencalonan nobel sastra bagus untuk diplomasi budaya Indonesia. Namun saya berkarya karena saya mencintai gagasan, tidak berorientasi penghargaan,” ucapnya,
(cip)