Kasus Suap Saluran Air, Dua Jaksa Dituntut 6 Tahun dan 4 Tahun Penjara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Eka Safitra selaku jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta dengan pidana penjara selama 6 tahun dan Satriawan Sulaksono selaku jaksa pada Kejari Surakarta (Solo) dengan 4 tahun pidana penjara.
Perkara Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono diadili oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Persidangan pembacaan surat tuntutan atas nama keduanya berlangsung secara virtual. JPU pada KPK yang terdiri atas Wawan Yunarwanto, Riniyati Karnasih, dan Yoga Pratomo mengikuti persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Meski ditangani JPU dengan komposisi yang sama, tapi perkara Eka dan Satriawan dalam berkas terpisah.
Ketua JPU Wawan Yunarwanto menyatakan, dari fakta-fakta persidangan yang telah terungkap maka JPU menyimpulkan bahwa Eka Safitra selaku jaksa pada Kejari Yogyakarta dan Satriawan Sulaksono selaku jaksa pada Kejari Surakarta (Solo) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Perbuatan jaksa Eka juga dilakukan dalam kapasitasnya selaku anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kota Yogyakarta Tahun 2019.
Eka dan Satriawan terbukti menerima suap dengan total sejumlah Rp221.740.000 dari terpidana Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Anna Kusuma (divonis 1 tahun 6 bulan penjara). Uang ini diterima dua tahap. Pertama, Eka menerima dari Gabriella sebesar Rp100,87 juta pada 15 Juni 2019 yang sebenarnya untuk Unit Kelompok Kerja (Pokja) atau Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Pemkot Yogyakarta, tapi tidak pernah diserahkan Eka ke BLP. Kedua, sejumlah Rp110,87 juta adalah bagian Eka dan Satriawan namun belum sempat dibagi karena tim KPK berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin 19 Agustus 2019.
JPU menegaskan, uang Rp221.740.000 adalah realisasi dari total komitmen fee 5 persen atas proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019 yang dimenangkan oleh Gabriella. Pengusaha cantik ini memenangkan proyek tersebut dengan menggunakan bendera perusahaan PT Widoro Kandang.
JPU mengungkapkan, angka komitmen fee 5 persen dihitung dari nilai pagu proyek sebesar Rp10.887.750.000 atau dari nilai harga perkiraan sementara (HPS) sejumlah Rp10.887.597.395,35. Angka komitmen fee tersebut disepakati Eka, Satriawan, dan Gabriella akan diperuntukkan ke beberapa pihak. Masing-masing 1,5 persen untuk Unit Pokja atau BLP Pemkot Yogyakarta, 1,5 persen untuk Eka dan Satriawan, dan 2 persen untuk tim TP4D Kejari Yogyakarta.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Terhadap terdakwa Satriawan Sulaksono dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," tegas JPU Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan atas nama Eka dan Satriawan.
JPU Wawan melanjutkan, pihaknya juga meminta agar majelis hakim memutuskan merampas untuk negata atas uang suap Rp110,87 juta yang disita KPK saat OTT ditambah dengan Rp,120,87 yang dikembalikan Eka ke negara melalui rekening penampungan KPK.
JPU menilai, perbuatan Eka dan Satriawan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ucap JPU Wawan.
Anggota JPU Riniyati Karnasih membeberkan, sebenarnya pengadaaan proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS diumumkan melalui website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta. Dalam pengumuman tersebut, tidak tercantum syarat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) bagi peserta lelang.
Tapi jaksa Eka mengarahkan Aki Lukman Nor Hakim selaku Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta untuk memasukkan persyaratan SMK3 dari Kementerian Tenaga Kerja dan syarat Tenaga Ahli K3 dengan maksud memenangkan perusahaan yang akan dibawa Eka.
Untuk kepentingan lelang, kemudian Eka mencari perusahaan asal Solo. Eka lantas mengontak Satriawan dan meminta agar Satriawan mengenalkan Eka dengan kontraktor di Solo. Satriawan merekomendasikan nama Sumardjoko selaku pimpinan CV Sandi Prayoga. Berikutnya Eka dan Satriawan bertemu dengan Sumardjoko di Hotel Asia Solo. Ketiganya membahas daftar-daftar proyek infrastruktur di Pemkot Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019.
Sumardjoko memilih salah satu proyek dan Eka memastikan akan berusaha memenangkan proyek yang telah dipilih Sumardjoko. Setelah itu Sumardjoko menghubungi Gabriella Yuan Anna Kusuma. Sumardjoko menawarkan proyek di Kota Yogyakarta sambil memperlihatkan daftar proyek-proyek yang bisa dimenangkan melalui Eka dan Satriawan.
Kepada Sumardjoko, Gabriella mengaku tertarik mengikuti lelang pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS. Berikutnya Gabriella mengutus anak buahnya menemui Eka, Satriawan, dan Sumardjoko di Hotel Asia Solo. Dalam pertemuan, Eka awalnya meminta fee 8 persen proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS dan bersedia mengawal proyek tersebut.
Setelah itu, Eka, Satriawan, dan Sumardjoko melakukan pertemuan dengan Gabriella dan anak buah Gabriella. Pembahasan pengurusan proyek tetap dilakukan. Eka kembali meminta komitmen yang sama dan Gabriella menyanggupi. Eka juga mengarahkan agar Gabriella menyiapkan tiga perusahaan yang memiliki persyaratan SMK3 atau ahli K3. Pasalnya, perusahaan di Yogyakarta masih sedikit yang memiliki persyaratan SMK3 atau ahli K3.
"Selain itu Eka Safitra juga menyampaikan agar menurunkan harga penawaran sampai 20 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Saat itu Eka Safitra juga menyerahkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang di dalamnya terdapat rincian HPS dan persyaratan yang akan diumumkan kepada saksi Novi Hartono (anak buah Gabriella)," tegas JPU Riniyati.
Atas tuntutan JPU, Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono bersama tim penasihat hukum masing-masing memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
Perkara Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono diadili oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. Persidangan pembacaan surat tuntutan atas nama keduanya berlangsung secara virtual. JPU pada KPK yang terdiri atas Wawan Yunarwanto, Riniyati Karnasih, dan Yoga Pratomo mengikuti persidangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Meski ditangani JPU dengan komposisi yang sama, tapi perkara Eka dan Satriawan dalam berkas terpisah.
Ketua JPU Wawan Yunarwanto menyatakan, dari fakta-fakta persidangan yang telah terungkap maka JPU menyimpulkan bahwa Eka Safitra selaku jaksa pada Kejari Yogyakarta dan Satriawan Sulaksono selaku jaksa pada Kejari Surakarta (Solo) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Perbuatan jaksa Eka juga dilakukan dalam kapasitasnya selaku anggota Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kota Yogyakarta Tahun 2019.
Eka dan Satriawan terbukti menerima suap dengan total sejumlah Rp221.740.000 dari terpidana Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Anna Kusuma (divonis 1 tahun 6 bulan penjara). Uang ini diterima dua tahap. Pertama, Eka menerima dari Gabriella sebesar Rp100,87 juta pada 15 Juni 2019 yang sebenarnya untuk Unit Kelompok Kerja (Pokja) atau Bagian Layanan Pengadaan (BLP) Pemkot Yogyakarta, tapi tidak pernah diserahkan Eka ke BLP. Kedua, sejumlah Rp110,87 juta adalah bagian Eka dan Satriawan namun belum sempat dibagi karena tim KPK berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin 19 Agustus 2019.
JPU menegaskan, uang Rp221.740.000 adalah realisasi dari total komitmen fee 5 persen atas proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019 yang dimenangkan oleh Gabriella. Pengusaha cantik ini memenangkan proyek tersebut dengan menggunakan bendera perusahaan PT Widoro Kandang.
JPU mengungkapkan, angka komitmen fee 5 persen dihitung dari nilai pagu proyek sebesar Rp10.887.750.000 atau dari nilai harga perkiraan sementara (HPS) sejumlah Rp10.887.597.395,35. Angka komitmen fee tersebut disepakati Eka, Satriawan, dan Gabriella akan diperuntukkan ke beberapa pihak. Masing-masing 1,5 persen untuk Unit Pokja atau BLP Pemkot Yogyakarta, 1,5 persen untuk Eka dan Satriawan, dan 2 persen untuk tim TP4D Kejari Yogyakarta.
"Menuntut, agar majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Yogyakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Terhadap terdakwa Satriawan Sulaksono dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan," tegas JPU Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan atas nama Eka dan Satriawan.
JPU Wawan melanjutkan, pihaknya juga meminta agar majelis hakim memutuskan merampas untuk negata atas uang suap Rp110,87 juta yang disita KPK saat OTT ditambah dengan Rp,120,87 yang dikembalikan Eka ke negara melalui rekening penampungan KPK.
JPU menilai, perbuatan Eka dan Satriawan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Sebagaimana dalam dakwaan pertama," ucap JPU Wawan.
Anggota JPU Riniyati Karnasih membeberkan, sebenarnya pengadaaan proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS diumumkan melalui website Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta. Dalam pengumuman tersebut, tidak tercantum syarat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) bagi peserta lelang.
Tapi jaksa Eka mengarahkan Aki Lukman Nor Hakim selaku Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta untuk memasukkan persyaratan SMK3 dari Kementerian Tenaga Kerja dan syarat Tenaga Ahli K3 dengan maksud memenangkan perusahaan yang akan dibawa Eka.
Untuk kepentingan lelang, kemudian Eka mencari perusahaan asal Solo. Eka lantas mengontak Satriawan dan meminta agar Satriawan mengenalkan Eka dengan kontraktor di Solo. Satriawan merekomendasikan nama Sumardjoko selaku pimpinan CV Sandi Prayoga. Berikutnya Eka dan Satriawan bertemu dengan Sumardjoko di Hotel Asia Solo. Ketiganya membahas daftar-daftar proyek infrastruktur di Pemkot Yogyakarta Tahun Anggaran (TA) 2019.
Sumardjoko memilih salah satu proyek dan Eka memastikan akan berusaha memenangkan proyek yang telah dipilih Sumardjoko. Setelah itu Sumardjoko menghubungi Gabriella Yuan Anna Kusuma. Sumardjoko menawarkan proyek di Kota Yogyakarta sambil memperlihatkan daftar proyek-proyek yang bisa dimenangkan melalui Eka dan Satriawan.
Kepada Sumardjoko, Gabriella mengaku tertarik mengikuti lelang pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS. Berikutnya Gabriella mengutus anak buahnya menemui Eka, Satriawan, dan Sumardjoko di Hotel Asia Solo. Dalam pertemuan, Eka awalnya meminta fee 8 persen proyek pekerjaan rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Supomo CS dan bersedia mengawal proyek tersebut.
Setelah itu, Eka, Satriawan, dan Sumardjoko melakukan pertemuan dengan Gabriella dan anak buah Gabriella. Pembahasan pengurusan proyek tetap dilakukan. Eka kembali meminta komitmen yang sama dan Gabriella menyanggupi. Eka juga mengarahkan agar Gabriella menyiapkan tiga perusahaan yang memiliki persyaratan SMK3 atau ahli K3. Pasalnya, perusahaan di Yogyakarta masih sedikit yang memiliki persyaratan SMK3 atau ahli K3.
"Selain itu Eka Safitra juga menyampaikan agar menurunkan harga penawaran sampai 20 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Saat itu Eka Safitra juga menyerahkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang di dalamnya terdapat rincian HPS dan persyaratan yang akan diumumkan kepada saksi Novi Hartono (anak buah Gabriella)," tegas JPU Riniyati.
Atas tuntutan JPU, Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono bersama tim penasihat hukum masing-masing memastikan akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
(maf)