Penipuan Investasi Marak Lagi
loading...
A
A
A
PENIPUAN investasi marak lagi. Modus penipuan mulai dari investasi yang tidak memiliki izin dan menjanjikan hasil keuntungan jauh dari harapan, atau bahkan tidak ada alias bodong, hingga penipuan kerja sama investasi dengan imbal hasil besar.
Yang terbaru yakni investasi bodong alat kesehatan (alkes) di Jakarta. Ratusan orang menjadi korban dan kerugian yang diderita para korban diklaim mencapai Rp1,2 triliun. Para korban merasa dirugikan karena uang yang diinvestasikan tak bisa ditarik. Alasannya, perusahaan tempat investasi dinyatakan pailit.
Kasus lainnya, yakni penipuan bermodus investasi di Paguat, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Produk investasi yang ditawarkan yakni FX Family. Untuk menarik minat calon korban, ditawarkan bunga 27% sampai dengan 30% sebulan. Sekitar 2.000 orang menjadi korban investasi ilegal itu.
Masih maraknya penipuan berkedok investasi menandakan literasi keuangan masyarakat masih rendah. Sehingga masih memilih jalan pintas untuk mendulang untung dalam jumlah besar. Ciri utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang sah dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Bappebti dan lainnya.
Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Umumnya perusahaan penipu tersebut berbentuk badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi Simpan Pinjam dan hanya memiliki dokumen Akta Pendirian/Perubahan Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Keterangan domisili dari Lurah setempat, dengan legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Yang banyak terjadi saat ini yakni perusahaan ataupun perorangan menghimpun dana masyarakat dengan menawarkan janji keuntungan yang tidak wajar dan lebih mengarah pada money game.
Pelaku kejahatan investasi bodong kini semakin kreatif dengan menghadirkan lebih banyak variannya. Tak hanya ditawarkan secara langsung, untuk menjaring banyak korban investasi bodong juga ditawarkan lewat media sosial. Kadang investigasi ilegal ini mencatut nama tokoh terkenal untuk menambah kepercayaan calon korban
Media sosial dan platform pesan instan seperti WhatsApp, Telegram maupun SMS banyak digunakan untuk penawaran investasi berkedok kontrak berjangka dan/atau aset kripto. Tak hanya itu, para pelaku juga kerap menawarkan produk investasi bodongnya kepada masyarakat melalui sambungan telepon dengan nada intimidatif.
Banyak modus yang digunakan untuk menawarkan investasi bodong. Misalnya menggunakan sistem member get member, skema piramida, skema ponzi atau money game. Investasi bodong bermodus skema Ponzi yakni korban akan diminta untuk menambah nilai investasi secara terus menerus.
Karenanya, masyarakat harus ekstra waspada dalam merespons setiap tawaran investasi yang memberikan imbal hasil tak wajar.
Perusahaan maupun instrumen investasi yang resmi akan dengan mudah menjelaskan cara kerja mereka dalam menjual produk investasi, mengelolanya, dan bagaimana keuntungan didapat. Mereka juga akan terbuka tentang segala hal yang berhak diketahui oleh investor. Apabila perusahaan yang menawarkan investasi tidak bisa menjelaskan detail penting proses pengelolaan investasi, serta tidak memiliki aturan jelas, maka masyarakat wajib waspada.
Untuk menghindari investasi bodong bisa dengan memperbanyak informasi tentang ciri dan modus operasionalnya. Jika sejak awal imbal hasilnya sudah tidak masuk akal, ditambah ketidakjelasan pengelolaan serta kepengurusan perusahaan, ada baiknya masyarakat tidak terburu-buru menyetorkan dana. Pihak regulator perlu untuk menggenjot edukasi dan literasi keuangan masyarakat termasuk melibatkan aparat penegak hukum dalam rangka pencegahan.
Yang terbaru yakni investasi bodong alat kesehatan (alkes) di Jakarta. Ratusan orang menjadi korban dan kerugian yang diderita para korban diklaim mencapai Rp1,2 triliun. Para korban merasa dirugikan karena uang yang diinvestasikan tak bisa ditarik. Alasannya, perusahaan tempat investasi dinyatakan pailit.
Kasus lainnya, yakni penipuan bermodus investasi di Paguat, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Produk investasi yang ditawarkan yakni FX Family. Untuk menarik minat calon korban, ditawarkan bunga 27% sampai dengan 30% sebulan. Sekitar 2.000 orang menjadi korban investasi ilegal itu.
Masih maraknya penipuan berkedok investasi menandakan literasi keuangan masyarakat masih rendah. Sehingga masih memilih jalan pintas untuk mendulang untung dalam jumlah besar. Ciri utama penipuan berkedok investasi adalah tidak dimilikinya dokumen perizinan yang sah dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Bappebti dan lainnya.
Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Umumnya perusahaan penipu tersebut berbentuk badan usaha seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi Simpan Pinjam dan hanya memiliki dokumen Akta Pendirian/Perubahan Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Keterangan domisili dari Lurah setempat, dengan legalitas usaha berupa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Yang banyak terjadi saat ini yakni perusahaan ataupun perorangan menghimpun dana masyarakat dengan menawarkan janji keuntungan yang tidak wajar dan lebih mengarah pada money game.
Pelaku kejahatan investasi bodong kini semakin kreatif dengan menghadirkan lebih banyak variannya. Tak hanya ditawarkan secara langsung, untuk menjaring banyak korban investasi bodong juga ditawarkan lewat media sosial. Kadang investigasi ilegal ini mencatut nama tokoh terkenal untuk menambah kepercayaan calon korban
Media sosial dan platform pesan instan seperti WhatsApp, Telegram maupun SMS banyak digunakan untuk penawaran investasi berkedok kontrak berjangka dan/atau aset kripto. Tak hanya itu, para pelaku juga kerap menawarkan produk investasi bodongnya kepada masyarakat melalui sambungan telepon dengan nada intimidatif.
Banyak modus yang digunakan untuk menawarkan investasi bodong. Misalnya menggunakan sistem member get member, skema piramida, skema ponzi atau money game. Investasi bodong bermodus skema Ponzi yakni korban akan diminta untuk menambah nilai investasi secara terus menerus.
Karenanya, masyarakat harus ekstra waspada dalam merespons setiap tawaran investasi yang memberikan imbal hasil tak wajar.
Perusahaan maupun instrumen investasi yang resmi akan dengan mudah menjelaskan cara kerja mereka dalam menjual produk investasi, mengelolanya, dan bagaimana keuntungan didapat. Mereka juga akan terbuka tentang segala hal yang berhak diketahui oleh investor. Apabila perusahaan yang menawarkan investasi tidak bisa menjelaskan detail penting proses pengelolaan investasi, serta tidak memiliki aturan jelas, maka masyarakat wajib waspada.
Untuk menghindari investasi bodong bisa dengan memperbanyak informasi tentang ciri dan modus operasionalnya. Jika sejak awal imbal hasilnya sudah tidak masuk akal, ditambah ketidakjelasan pengelolaan serta kepengurusan perusahaan, ada baiknya masyarakat tidak terburu-buru menyetorkan dana. Pihak regulator perlu untuk menggenjot edukasi dan literasi keuangan masyarakat termasuk melibatkan aparat penegak hukum dalam rangka pencegahan.
(bmm)