UU Baru Bolehkan Jaksa Ajukan PK, Advokat Siapkan Judicial Review ke MK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Baru saja disahkan DPR, Undang-Undang Kejaksaan sudah dibidik dengan judicial review . Ini karena UU Kejaksaan yang disahkan pada Selasa (7/12/2021) tersebut memberikan wewenang kepada jaksa untuk mengajukan peninjauan kembali (PK), sebagaimana terpidana atau terdakwa.
Kewenangan baru jaksa ini tertuang dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B. Kalangan advokat berpendapat, kewenangan jaksa untuk mengajukan PK berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Diperbolehkannya PK diajukan jaksa akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena kasus yang sudah incracht dapat dibuka kembali dan orang yang sudah bebas setelah menjalani hukuman dapat ditahan kembali,” ujar Advokat Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm lewat pernyataan tertulis, Rabu (8/12/2021).
Menurut Alvin, kewenangan PK jaksa juga potensial membuat lingkaran tak berujung dalam proses peradilan. PK jaksa dapat dilawan kembali dengan PK oleh terdakwa dan disanggah PK lagi oleh jaksa. ”Begitu seterusnya tidak berkesudahan sehingga asas kepastian hukum akan hilang,” terang Alvin.
Dia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarang jaksa mengajukan PK. Dalam putusan MK No 16/PUU-VI/2008, hakim menyebutkan alasan pelarangan tersebut.
Dalam pertimbangannya hakim menyatakan bahwa esensi landasan filosofis PK ditujukan untuk kepentingan terpidana atau ahli warisnya sebagai bentuk perlindungan HAM, bukan kepentingan negara atau korban. Bila esensi filosofis ini dihapus, PK akan kehilangan maknanya dan tidak berarti.
Alvin menyayangkan keputusan DPR yang tanpa memperhatikan putusan MK tersebut. "DPR tergesa-gesa sehingga melupakan putusan MK yang sebelumnya melarang JPU mengajukan PK sehingga RUU Kejaksaan ini berpotensi melangagr Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tentang kepastian hukum yang adil,” katanya.
"Kami dari LQ Indonesia Lawfirm setuju dengan perluasan kewenangan kejaksaan namun tidak boleh melawan UUD1945 dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Sebagai aparat penegak hukum, LQ akan mengajukan judicial review terhadap UU Kejaksaan yang baru dan saat ini sedang menyusun permohonan,” tutur Alvin.
Kewenangan baru jaksa ini tertuang dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B. Kalangan advokat berpendapat, kewenangan jaksa untuk mengajukan PK berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Diperbolehkannya PK diajukan jaksa akan menimbulkan ketidakpastian hukum karena kasus yang sudah incracht dapat dibuka kembali dan orang yang sudah bebas setelah menjalani hukuman dapat ditahan kembali,” ujar Advokat Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm lewat pernyataan tertulis, Rabu (8/12/2021).
Menurut Alvin, kewenangan PK jaksa juga potensial membuat lingkaran tak berujung dalam proses peradilan. PK jaksa dapat dilawan kembali dengan PK oleh terdakwa dan disanggah PK lagi oleh jaksa. ”Begitu seterusnya tidak berkesudahan sehingga asas kepastian hukum akan hilang,” terang Alvin.
Dia mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah melarang jaksa mengajukan PK. Dalam putusan MK No 16/PUU-VI/2008, hakim menyebutkan alasan pelarangan tersebut.
Dalam pertimbangannya hakim menyatakan bahwa esensi landasan filosofis PK ditujukan untuk kepentingan terpidana atau ahli warisnya sebagai bentuk perlindungan HAM, bukan kepentingan negara atau korban. Bila esensi filosofis ini dihapus, PK akan kehilangan maknanya dan tidak berarti.
Alvin menyayangkan keputusan DPR yang tanpa memperhatikan putusan MK tersebut. "DPR tergesa-gesa sehingga melupakan putusan MK yang sebelumnya melarang JPU mengajukan PK sehingga RUU Kejaksaan ini berpotensi melangagr Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tentang kepastian hukum yang adil,” katanya.
"Kami dari LQ Indonesia Lawfirm setuju dengan perluasan kewenangan kejaksaan namun tidak boleh melawan UUD1945 dan menyebabkan ketidakpastian hukum. Sebagai aparat penegak hukum, LQ akan mengajukan judicial review terhadap UU Kejaksaan yang baru dan saat ini sedang menyusun permohonan,” tutur Alvin.
(muh)