Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Dinilai Membingungkan

Sabtu, 06 Juni 2020 - 10:55 WIB
loading...
Perpres Pelibatan TNI...
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus. Foto/dok Okezone
A A A
JAKARTA - Polemik keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme terus berlanjut. Rancangan Peraturan Presiden (R Perpres) tentang Tugas Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme , sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 43i Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas UU 15/2003 Tentang Perpu 1/2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang dinilai membingungkan dan penuh muatan politik.

Penilaian itu disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Salestinus. Menurut Petrus, peran TNI dalam melakukan operasi militer selain perang antara lain dalam mengatasi penanggulangan terorisme telah diatur dalam UU Nomor 34/2004 tentan TNI.

Hanya saja peran tersebut selama ini nyaris terdengar karena pemberantasan terorisme lebih banyak dilakukan oleh Polri di bawah payung UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Selama ini peran TNI dalam mengatasi aksi terorisme tidak diatur secara lebih jelasa dan komprehensif baik melalui UU TNI atau revisi UU TNI,” tuturnya, Sabtu (6/6/2020).

Petrus mengatakan TNI sebagai alat pertahanan negara dimungkinkan untuk terlibat dalam fungsi Penangkalan, Penindakan, dan Pemulihan, yang dilakukan dengan operasi militer selain perang, termasuk dalam mengatasi Aksi Terorisme.

Namun, sangat disayangkan jika peran tersebut dipayungi sebuah perpres sebagai kebijakan dan keputusan politik negara guna memenuhi ketentuan pasal 43i ayat UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang berada pada bagian hilir.

“Secara ilmu perundang-undangan, maka hal ihwal tentang tindakan hukum berupa Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan oleh TNI tanpa diperinci bagaimana seharusnya fungsi itu dilakukan, batasan-batasan operasionalnya, syarat-syarat formil dan materilnya pelaksanaannya, tidak boleh langsung dengan Perpres tetapi harus diatur terlebih dahulu dengan UU. Apalagi UU 34/2004 Tentang TNI belum mengatur secara memadai fungsi TNI untuk Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan mengatasi aksi terorisme,” tuturnya.( )

Dia menegaskan, menarik TNI dalam mengatasi aksi terorisme tanpa memperjelas secara terukur fungsi Penangkalan, Penindakan dan Pemulihan melalui revisi UU TNI, hal itu justru tidak cukup memberi legitimasi terhadap fungsi TNI bahkan mereduksi.

Karena itu, sambung dia, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly tidak boleh terjebak dalam cara berpikir praktis dan pragmatis ketika menggunakan wewenang membuat kebijakan dan keputusan politik negara, melalui R Perpres.

“Pasal 3 s/d pasal 12 yang mengatur peran TNI isinya ngambang tidak punya bobot filosofis, sosiologis dan yuridis, karena itu DPR sebaiknya mengembalikan R Perpres dimaksud dan mendorong agar segera revisi UU TNI terlebih dahulu agar garis regulasinya jelas dan proporsional mana bagian hulu mana bagian hilir,” paparnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2751 seconds (0.1#10.140)