Dipecat dari Demokrat dan Banding Ditolak, Jhoni Allen Laporkan Hakim ke KY
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usaha Jhoni Allen Marbun dalam mengajukan permohonan pemecatan dirinya sebagai kader Partai Demokrat terus dilakukan. Padahal sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak banding Jhoni Allen pada 18 Oktober 2021.
"Bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara di tingkat banding yang diajukan Jhonny Allen, kita laporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA. Karena diduga telah melanggar kewenangan, tidak profesional dan tidak fair dalam memeriksa dan memutus perkara pada tingkat banding," kata Slamet dalam keterangan persnya, Rabu (18/11/2021).
Pihak Jhoni Allen melalui Slamet, membeberkan dugaan perilaku tidak profesional dan tidak fair tersebut terlihat dari beberapa fakta yang dimilikinya.
Pertama, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara yang kami dapatkan dari SIPP Pengadilan Tinggi Jakarta, diketahui bahwa perkara banding yang diajukan Jhonny Allen akan disidangkan pada tanggal 11 November 2021 dengan agenda sidang pertama.
"Akan tetapi, kami mendapatkan informasi lain, yaitu dari putusan3.mahkamahagung.go.id bahwa perkara banding yang diajukan Jhoni Allen telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021," ucap Slamet.
"Artinya putusan perkara banding yang diajukan oleh Jhonny Allen dan telah diregister dengan Perkara Nomor 547/PDT/2021/PT.DKI telah diputus oleh majelis hakim 24 hari lebih cepat dari jadwal sidang perdana," tambahnya.
Dijelaskan Slamet, dalam situs resmi MA, http/putusan3.mahkamahagung.go.id perkara banding yang diajukan Jhoni Allen diregister dengan Nomor Register 547/PDT/2021/PT.DKI pada tanggal 27 September 2021 dan telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021.
"Artinya perkara banding yang diajukan Jhoni Allen diperiksa dan diputus oleh majelis hakim pada tingkat banding hanya memakan waktu 25 hari kalender, yang apabila dikurangi hari libur maka hanya 15 hari saja," tuturnya.
Pertanyaannya kata Slamet adalah, apakah yang membuat majelis yang memeriksa perkara tersebut se-terburu-buru itu?
"Dalam proses pengajuan banding, Jhoni Allen juga mengajukan permohonan dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti tertulis dan saksi-saksi. Karena pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tidak dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti dan saksi-saksi secara utuh," jelasnya.
"Oleh karena itu dengan mendapatkan informasi, pada tanggal 11 November 2021 akan dilakukan sidang perdana, maka Jhoni Allen sebenarnya telah mengagendakan mengikuti dan memantau perjalanan persidangan, namun ternyata majelis hakim telah memutus perkara tersebut secara tergesa-gesa pada tanggal 18 Oktober 2021 (24 hari lebih cepat dari hari sidang pertama)," sambungnya.
Lebih lanjut dikatakan Slamet, dari hal-hal tersebut di atas, maka Jhoni Allen menduga ada perbuatan tidak fair dan pelanggaran jadwal sidang yang dibuatnya sendiri. Kejanggalan ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan "permainan" dalam proses bandingnya.
"Oleh karenanya, kami melaporkan hal ini kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung agar diproses secara adil dan profesional sesuai harkat dan martabat hakim yang seharusnya dijunjung tinggi. Jika ditemukan pelanggaran, kami minta ini ditindak tegas tanpa pandang bulu," tegasnya.
"Kasus ini memang kasus politik, sehingga rentan terhadap intervensi kekuasaan. Klien Kami, Jhoni Allen dipecat tanpa melalui prosedur yang benar, tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangan tiba-tiba langsung dipecat," tutupnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Mehbob mengungkapkan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding Jhoni Allen Marbun pada 18 Oktober 2021.
Gugatan yang dilayangkan Jhoni Allen tersebut terkait pemecatan dirinya sebagi kader Partai Demokrat karena terlibat aktif dan bersengkongkol dengan KSP Moeldoko dalam GPK-PD.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta resmi memutus gugatan tersebut pada 18 Oktober 2021 lalu dan menghukum Jhoni Allen Marbun selaku penggugat.
"Telah diputus perkara Nomor 547/PDT/2021/PTDKI dengan amar putusan Permohonan Banding Jhoni Allen ditolak dan menghukum Pembanding untuk bayar biaya perkara," ujar Mehbob dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/10/2021).
Ia menyebutkan, dengan ditolaknya gugatan tersebut, keputusan AHY memecat Jonny Allen disahkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Ini kedua kalinya gugatan Jhoni Allen Marbun ditolak oleh pengadilan. Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menolak gugatan yang diajukan oleh Jhoni Allen Marbun, terhadap Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait pemecatan dirinya dari partai," kata Mehbob.
"Bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara di tingkat banding yang diajukan Jhonny Allen, kita laporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA. Karena diduga telah melanggar kewenangan, tidak profesional dan tidak fair dalam memeriksa dan memutus perkara pada tingkat banding," kata Slamet dalam keterangan persnya, Rabu (18/11/2021).
Pihak Jhoni Allen melalui Slamet, membeberkan dugaan perilaku tidak profesional dan tidak fair tersebut terlihat dari beberapa fakta yang dimilikinya.
Pertama, dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara yang kami dapatkan dari SIPP Pengadilan Tinggi Jakarta, diketahui bahwa perkara banding yang diajukan Jhonny Allen akan disidangkan pada tanggal 11 November 2021 dengan agenda sidang pertama.
"Akan tetapi, kami mendapatkan informasi lain, yaitu dari putusan3.mahkamahagung.go.id bahwa perkara banding yang diajukan Jhoni Allen telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021," ucap Slamet.
"Artinya putusan perkara banding yang diajukan oleh Jhonny Allen dan telah diregister dengan Perkara Nomor 547/PDT/2021/PT.DKI telah diputus oleh majelis hakim 24 hari lebih cepat dari jadwal sidang perdana," tambahnya.
Dijelaskan Slamet, dalam situs resmi MA, http/putusan3.mahkamahagung.go.id perkara banding yang diajukan Jhoni Allen diregister dengan Nomor Register 547/PDT/2021/PT.DKI pada tanggal 27 September 2021 dan telah diputus pada tanggal 18 Oktober 2021.
"Artinya perkara banding yang diajukan Jhoni Allen diperiksa dan diputus oleh majelis hakim pada tingkat banding hanya memakan waktu 25 hari kalender, yang apabila dikurangi hari libur maka hanya 15 hari saja," tuturnya.
Pertanyaannya kata Slamet adalah, apakah yang membuat majelis yang memeriksa perkara tersebut se-terburu-buru itu?
"Dalam proses pengajuan banding, Jhoni Allen juga mengajukan permohonan dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti tertulis dan saksi-saksi. Karena pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tidak dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti dan saksi-saksi secara utuh," jelasnya.
"Oleh karena itu dengan mendapatkan informasi, pada tanggal 11 November 2021 akan dilakukan sidang perdana, maka Jhoni Allen sebenarnya telah mengagendakan mengikuti dan memantau perjalanan persidangan, namun ternyata majelis hakim telah memutus perkara tersebut secara tergesa-gesa pada tanggal 18 Oktober 2021 (24 hari lebih cepat dari hari sidang pertama)," sambungnya.
Lebih lanjut dikatakan Slamet, dari hal-hal tersebut di atas, maka Jhoni Allen menduga ada perbuatan tidak fair dan pelanggaran jadwal sidang yang dibuatnya sendiri. Kejanggalan ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan "permainan" dalam proses bandingnya.
"Oleh karenanya, kami melaporkan hal ini kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung agar diproses secara adil dan profesional sesuai harkat dan martabat hakim yang seharusnya dijunjung tinggi. Jika ditemukan pelanggaran, kami minta ini ditindak tegas tanpa pandang bulu," tegasnya.
"Kasus ini memang kasus politik, sehingga rentan terhadap intervensi kekuasaan. Klien Kami, Jhoni Allen dipecat tanpa melalui prosedur yang benar, tidak pernah dipanggil dan dimintai keterangan tiba-tiba langsung dipecat," tutupnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Mehbob mengungkapkan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding Jhoni Allen Marbun pada 18 Oktober 2021.
Gugatan yang dilayangkan Jhoni Allen tersebut terkait pemecatan dirinya sebagi kader Partai Demokrat karena terlibat aktif dan bersengkongkol dengan KSP Moeldoko dalam GPK-PD.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta resmi memutus gugatan tersebut pada 18 Oktober 2021 lalu dan menghukum Jhoni Allen Marbun selaku penggugat.
"Telah diputus perkara Nomor 547/PDT/2021/PTDKI dengan amar putusan Permohonan Banding Jhoni Allen ditolak dan menghukum Pembanding untuk bayar biaya perkara," ujar Mehbob dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/10/2021).
Ia menyebutkan, dengan ditolaknya gugatan tersebut, keputusan AHY memecat Jonny Allen disahkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Ini kedua kalinya gugatan Jhoni Allen Marbun ditolak oleh pengadilan. Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menolak gugatan yang diajukan oleh Jhoni Allen Marbun, terhadap Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait pemecatan dirinya dari partai," kata Mehbob.
(maf)