Koordinasi dengan FBI, Indonesia Minta Laporan Data Produk Asal AS yang Melanggar Kekayaan Intelektual
loading...
A
A
A
LOS ANGELES - Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau Federal Bureau of Investigation (FBI) guna meminta informasi produk-produk apa saja yang masih dianggap banyak dipalsukan di pasar Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga berencana melakukan penjajakan kerja sama dengan FBI dalam peningkatan penegakan hukum Kekayaan Intelektual (KI). Karena, FBI merupakan salah satu instansi intelejen dan keamanan Amerika Serikat yang banyak mengungkap kasus kejahatan KI.
“Kita memerlukan informasi tindakan strategis yang perlu dilakukan ketika ada tindakan kriminal terkait KI yang mungkin dapat kami adopsi dan kami terapkan di Indonesia,” kata Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol. Samsu Arifin.
Hal tersebut disampaikannya saat delegasi Indonesia yang terdiri dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertandang ke Kantor FBI di Los Angeles pada Senin, 8 November 2021 waktu setempat.
Menurut Supervisor Special Agent FBI, Richard Alexander bahwa dalam melaksanakan tugasnya, FBI menangani beberapa kasus, diantaranya mengenai kejahatan komputer, siber dan kejahatan KI.
“Dalam penanganannya, FBI memiliki perwakilan dari pihak polisi, kejaksanaan dan lain-lain. Sehingga penyelesaian masalah-masalah yang ada dapat terkoordinir dengan baik,” ujar Ricard.
Menambahkan hal tersebut, Assistant US Attorney Specialist on Cyber Crime, Kamerin mengutarakan bahwa dalam menangani kasus KI, FBI berfokus kepada penyelesaian pembajakan yang marak dilakukan dalam industri musik dan perfilman.
Hal inilah yang membuat Indonesia tertarik ingin mempelajari penegakan hukum yang dilakukan FBI melalui kerja sama. “Kami juga sangat ingin melakukan kerja sama terkait penegakan hukum,” ucap Samsu Arifin.
Ia mengatakan pihaknya datang menemui beberapa instansi pemerintah penegak hukum dan pemangku kepentingan Amerika Serikat guna menegaskan keseriusan Indonesia dalam memberantas peredaran barang palsu dan bajakan.
“Kami datang dari Indonesia dengan membawa satu tujuan yaitu melepaskan Indonesia dari status priority watch list (PWL),” kata Samsu Arifin.
Hal ini bentuk keseriusan pemerintah mengeluarkan Indonesia dari status daftar pemantauan prioritas atau priority watch list (PWL) karena dinilai sebagai negara yang memiliki tingkat pelanggaran KI cukup berat berdasarkan laporan Special 301 Report dari Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Sejatinya, pemerintah Indonesia senantiasa melakukan penegakan hukum dibidang KI dalam melindungi pelaku usaha, para pencipta seni, kreator dan inventor dari kejahatan pelanggaran KI. Mulai dari cara pre-emtif, preventif serta represif.
Pemerintah juga sampai membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL yang terdiri dari 5 (lima) Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan langsung di bidang pengawasan dan penegakan hukum KI. Dengan harapan pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum KI-nya berjalan secara terkoordinasi.
Namun, upaya penegakan hukum KI yang dilakukan pemerintah Indonesia masih dirasa kurang cukup tegas oleh pihak pemerintah Amerika Serikat. Pasalnya, USTR menganggap bahwa produk-produk asal Negeri Paman Sam ini marak ditemukan barang palsu dan bajakannya di pasar Indonesia, baik pasar fisik maupun pasar daring.
Mananggapi hal tersebut, Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI selaku Ketua delegasi, Anom Wibowo berpendapat bahwa menegakan hukum di bidang KI yang dilakukan Pemerintah Indonesia dirasa sudah maksimal. Menindak pelanggar KI sesuai laporan aduan dari pemilik KI.
“Dalam hukum di Indonesia kejahatan KI masuk ke dalam kejahatan ekonomi. Sehingga bisa saja pelanggaran tersebut sampai kepengadilan atau berhenti di tengah jalan. Tentunya kami menindak sesuai laporan aduan yang masuk,” tutur Anom.
Dia juga meminta pihak Amerika Serikat memberikan informasi kepada Pemerintah Indonesia mengenai data-data laporan dari pemilik KI yang produknya dipalsukan dan dibajak. “Berikan datanya, nanti akan kami tindak. Karena hukum KI di Indonesia menganut sistem delik aduan,” ujar Anom. CM
Selain itu, Indonesia juga berencana melakukan penjajakan kerja sama dengan FBI dalam peningkatan penegakan hukum Kekayaan Intelektual (KI). Karena, FBI merupakan salah satu instansi intelejen dan keamanan Amerika Serikat yang banyak mengungkap kasus kejahatan KI.
“Kita memerlukan informasi tindakan strategis yang perlu dilakukan ketika ada tindakan kriminal terkait KI yang mungkin dapat kami adopsi dan kami terapkan di Indonesia,” kata Kepala Sub Direktorat I Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol. Samsu Arifin.
Hal tersebut disampaikannya saat delegasi Indonesia yang terdiri dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bertandang ke Kantor FBI di Los Angeles pada Senin, 8 November 2021 waktu setempat.
Menurut Supervisor Special Agent FBI, Richard Alexander bahwa dalam melaksanakan tugasnya, FBI menangani beberapa kasus, diantaranya mengenai kejahatan komputer, siber dan kejahatan KI.
“Dalam penanganannya, FBI memiliki perwakilan dari pihak polisi, kejaksanaan dan lain-lain. Sehingga penyelesaian masalah-masalah yang ada dapat terkoordinir dengan baik,” ujar Ricard.
Menambahkan hal tersebut, Assistant US Attorney Specialist on Cyber Crime, Kamerin mengutarakan bahwa dalam menangani kasus KI, FBI berfokus kepada penyelesaian pembajakan yang marak dilakukan dalam industri musik dan perfilman.
Hal inilah yang membuat Indonesia tertarik ingin mempelajari penegakan hukum yang dilakukan FBI melalui kerja sama. “Kami juga sangat ingin melakukan kerja sama terkait penegakan hukum,” ucap Samsu Arifin.
Ia mengatakan pihaknya datang menemui beberapa instansi pemerintah penegak hukum dan pemangku kepentingan Amerika Serikat guna menegaskan keseriusan Indonesia dalam memberantas peredaran barang palsu dan bajakan.
“Kami datang dari Indonesia dengan membawa satu tujuan yaitu melepaskan Indonesia dari status priority watch list (PWL),” kata Samsu Arifin.
Hal ini bentuk keseriusan pemerintah mengeluarkan Indonesia dari status daftar pemantauan prioritas atau priority watch list (PWL) karena dinilai sebagai negara yang memiliki tingkat pelanggaran KI cukup berat berdasarkan laporan Special 301 Report dari Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Sejatinya, pemerintah Indonesia senantiasa melakukan penegakan hukum dibidang KI dalam melindungi pelaku usaha, para pencipta seni, kreator dan inventor dari kejahatan pelanggaran KI. Mulai dari cara pre-emtif, preventif serta represif.
Pemerintah juga sampai membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL yang terdiri dari 5 (lima) Kementerian/Lembaga yang memiliki kewenangan langsung di bidang pengawasan dan penegakan hukum KI. Dengan harapan pencegahan, pengawasan dan penegakan hukum KI-nya berjalan secara terkoordinasi.
Namun, upaya penegakan hukum KI yang dilakukan pemerintah Indonesia masih dirasa kurang cukup tegas oleh pihak pemerintah Amerika Serikat. Pasalnya, USTR menganggap bahwa produk-produk asal Negeri Paman Sam ini marak ditemukan barang palsu dan bajakannya di pasar Indonesia, baik pasar fisik maupun pasar daring.
Mananggapi hal tersebut, Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI selaku Ketua delegasi, Anom Wibowo berpendapat bahwa menegakan hukum di bidang KI yang dilakukan Pemerintah Indonesia dirasa sudah maksimal. Menindak pelanggar KI sesuai laporan aduan dari pemilik KI.
“Dalam hukum di Indonesia kejahatan KI masuk ke dalam kejahatan ekonomi. Sehingga bisa saja pelanggaran tersebut sampai kepengadilan atau berhenti di tengah jalan. Tentunya kami menindak sesuai laporan aduan yang masuk,” tutur Anom.
Dia juga meminta pihak Amerika Serikat memberikan informasi kepada Pemerintah Indonesia mengenai data-data laporan dari pemilik KI yang produknya dipalsukan dan dibajak. “Berikan datanya, nanti akan kami tindak. Karena hukum KI di Indonesia menganut sistem delik aduan,” ujar Anom. CM
(srf)