Soal Radikalisme, Ini Beda Pandangan NU dan Muhammadiyah

Sabtu, 06 November 2021 - 01:09 WIB
loading...
Soal Radikalisme, Ini Beda Pandangan NU dan Muhammadiyah
Muhammadiyah dan NU sama-sama melakukan kontra-diskursus radikalisme tetapi dengan cara dan gaya yang berbeda. Foto/ilustrasi. SINDOnews
A A A
JAKARTA - NU dan Muhammadiyah bisa dikatakan representasi suara umat Islam di Indonesia. Tidak hanya berjalan seiring, kedua ormas ini juga kerap punya pandangan yang berbeda soal sebuah isu, di antaranya radikalisme. Inilah yang menjadi fokus penelitian dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka) Said Ramadlan.

Dalam penelitian berjudul Kontradiskursus Radikalisme melalui Media Online tersebut, Said Ramadlan menjelaskan perbedaan pandangan NU-Muhammadiyah dalam diskursus radikalisme melalui pengamatannya pada media NU Online dan Suara Muhammadiyah. Dia menggunakan analisis wacana kritis Norman Fairclough dalam penelitian tersebut.

Menurut Said, reformasi 1998 menjadi titik balik kebangkitan kelompok-kelompok muslim radikal di Indonesia. Di ranah publik, diskursus kelompok muslim radikal ini juga menguat mewacanakan sistem pemerintahan khilafah sebagai pengganti, jihad sebagai perang terhadap kaum kafir, dan intoleransi terhadap nonmuslim. Wacana ini terus digulirkan melalui media online.

Karena itu, diskursus radikalisme ini harus dilawan dengan kontradiskursus radikalisme di ranah yang sama, yakni melalui media online. Peran media online dari kelompok kelompok Islam moderat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) menjadi sangat dibutuhkan untuk menandingi diskursus kelompok-kelompok muslim radikal ini.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kontra diskursus radikalisme suaramuhammadjyah.id mengenai dasar negara adalah merepresentasikan Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah (negara kesepakatan dan kesaksian) dan jihad sebagai jihad Ii-muwajahah (bersungguh sungguh menciptakan sesuatu yang unggul). NU Online merepresentasikan Pancasila itu islami, tidak ada pertentangan Islam dengan Pancasila, dan menampilkan pemaknaan jihad secara kontekstual seperti jihad melawan korupsi, melawan narkoba, melawan hoaks, dan sebagainya," kata Said dalam keteranganya dikutip pada Jumat (5/11/2021).



Diskursus yang ditampilkan suaramuhammadiyah.id dan NU Online merupakan kontra-diskursus mengenai Negara Islam dan jihad sebagai perang atau kekerasan yang diwacanakan kelompok-kelompok muslim radikal.

Pertama, berdasarkan hasil analisis teks mengenai kontra-diskursus radikalisme di suaramuhammadiyah.id dan NU Online menunjukkan bahwa mengenai isu dasar negara Pancasila, suaramuhammadiyah merepresentasikan Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian). Sementara NU Online merepresentasikan Pancasila itu islami, dan tidak ada pertentangan Islam dengan Pancasila.

Representasi kedua media online resmi Muhammadiyah dan NU ini sebagai kontra-diskursus radikalisme mengenai gagasan mendirikan Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia yang diusung oleh kelompok-kelompok muslim radikal. Selanjutnya mengenai isu jihad, yang mana suaramuhammadiyah.id merepresentasikan isu jihad sebagai jihad li-muwajahah (berjuang menciptakan sesuatu yang unggul).

"Adapun NU Online merepresentasikan jihad secara lebih kontekstual, seperti jihad melawan korupsi, melawan narkoba, melawan hoaks, dan lain sebagainya," tambahnya.



Representasi suaramuhammadiyah.id dan NU Online merupakan kontradiskursus radikalisme mengenai jihad sebagai kekerasan, perang, dan terorisme dari kelompok-kelompok radikal.

Kontra-diskursus radikalisme mengenai dasar negara dan jihad pada suaramuhammadiyah.id dan NU Online tidak lepas dari identitas Muhammadiyah dan NU yang moderat. Keduanya memiliki relasi yang bertolak belakang dengan kelompok-kelompok radikal dalam memaknai isu dasar negara dan jihad.

Kedua, berdasarkan analisis praktik diskursus dalam produksi teks mengenai kontra-diskursus radikalisme, suaramuhammadiyah.id tidak secara langsung melawan radikalisme, tapi lebih dengan mengedepankan moderasi. Jalan moderasi sebagai kontra-diskursus radikalisme yang direpresentasikan oleh suaramuhammadiyah.id mengikuti sikap organisasi Muhammadiyah dan pandangan -pandangan tokoh Muhammadiyah yang ditampilkan dalam berita-berita dan artikelartikelnya.

Dalam hal ini prinsip suaramuhammadyah.id sama seperti Muhammadiyah yaitu beramar makruf nahi munkar (menyeru kepada kebaikan dan menyegah kemungkaran). Termasuk mengedepankan moderasi dan memasifkan narasi-narasi alternatif yang mencerahkan. Sedangkan NU Online perhatian Utamanya sebenarnya bukan untuk memerangi radikalisme.

"Produksi NU online lebih diarahkan pada bagaimana membuat ajaran-ajaran NU tetap dipeluk oleh mayoritas Muslim Indonesia. Karena bila ajaran atau tafsir ke-Islaman atau ke-NU-an dipeluk oleh mayoritas muslim Indonesia maka tidak akan menjadi radikal. Karena NU itu pada dasarnya tawasuth, moderat, toleran, dan menerima Pancasila, serta tidak mendukung bentuk khalifah. Dalam produksi kontra-diskursus radikalisme, NU Online memperbanyak tulisan-tulisan yang menjelaskan tentang konsep-konsep keIslaman yang terkait dengan radikalisme. Misalnya mengenai jihad, khilafah, pemimpin non-muslim, mayotirani Islam, dan mengenai tidak boleh menyerupai orang non-muslim dan sebagainya," urainya.



Mengenai konsumsi teks tentang kontra-diskursus radikalisme yang direpresentasikan oleh suaramuhammadiyah.id mengenai isu dasar negara Pancasila secara umum warga dan tokoh Muhammadiyah sebagai pembaca suaramuhammadiyah.id memandang Pancasila sebagai dasar negara yang ideal saat ini karena sesuai dengan ajaran Islam, dan merupakan hasil kesepakatan antarkomponen bangsa.

"Termasuk Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah, yang dipahami kalangan Muhammadiyah merupakan penegasan posisi Muhammadiyah sebagai organisasi Islam berkemajuan yang moderat. Begitu juga dengan konsumsi teks mengenai jihad di mana kalangan Muhammadiyah lebih memahami sebagai berjuang secara sungguh di jalan Allah Swt secara luas, tidak hanya perang. Mereka menyepakati gagasan yihad lil-muwajahah yang berarti berjuangan sungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul," terangnya.

Adapun konsumsi teks terhadap NU Online mengenai isu dasar negara oleh kalangan NU (Nahdliyin) menunjukkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara dipahami sudah islami, dan merupakan muahadah wathaniyah (kesepakatan kebangasaan) yang mengikat semua elemen bangsa. Sedangkan konsumsi teks mengenai jihad, kalangan NU menolak pemahaman jihad sebagai kekerasan, perang, dan terorisme. Mereka lebih memahami jihad sebagai mabadi' khaira ummah (mengutamakan kemaslahatan umat) dalam bentuk jihad konstekstual seperti jihad melawan korupsi, melawan narkoba, dan melawan hoaks, serta jihad-jihad kontekstual lainnya.

Ketiga, berdasarkan analisis praktik sosio-kultural (konteks), kontra-diskursus radikalisme yang direpresentasikan suaramuhammadiyah.id dan NU Online mengenai dasar negara dan jihad dilingkupi fenomena kebangkitan kembali gerakan radikalisme di Indonesia pasca-runtuhnya Orde Baru.



Kelompok-kelompok muslim radikal ini merebut dan menguasai organisasi Muhammadiyah, NU, dan MUI. Selain itu, kelompok-kelompok muslim radikal seperti MMI, HTI, JAT terus menerus berupaya mendirikan Negara Islam (Khilafah Islamiyah) dan menegakkan syariat Islam di Indonesia, serta menanamkan pemahaman jihad sebagai perang terhadap kaum kafir (non-muslim). Pada konteks yang lain, fenomena menguatnya gerakan radikalisme di Indonesia juga dibarengi dengan langkah-langkah kelompok-kelompok muslim radikal menggunakan media-media massa online dan media-media sosial sebagai media penyebaran gagasan radikalisme. Mereka menggunakan media-media baru (new media) untuk mengkonstruksi pandangan-pandangan mereka mengenai isu-isu demokrasi seperti HAM, kebebasan beragama, kelompok minoritas: dan kebebasan berekspresi.

Keempat, media baru berperan penting dalam upaya kontra-diskursus radikalisme di Indonesia. Media online suaramuhammadiyah.id dan NU Online sebagai salah satu bentuk media baru dalam upaya kontra-diskursus radikalisme merepresentasikan diskursus mengenai dasar negara Pancasila dan jihad secara berbeda dengan diskursus yang dimunculkan oleh media-media online kelompok-kelompok muslim radikal.

"Di samping itu, suaramuhammadiyah.id dan NU Online menunjukkan peran dan fungsi kritis media online. Keduanya tidak hanya berfungsi sebagai media informasi bagi warga Muhammadiyah dan NU, tetapi juga melakukan kritik ideologi terhadap radikalisme agama sebagai sebuah paham atau ideologi radikal yang harus ditolak di Indonesia karena tidak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil-alamin," tutupnya.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2263 seconds (0.1#10.140)