Soal Polemik Wadah Organisasi Advokat, Peradi Bahas Sistem Single Bar di Negara Maju

Minggu, 31 Oktober 2021 - 01:57 WIB
loading...
Soal Polemik Wadah Organisasi Advokat, Peradi Bahas Sistem Single Bar di Negara Maju
DPC Peradi Jakarta Barat menggelar seminar internasional mengenai wadah organisasi profesi advokat. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wadah bagi profesi advokat hingga kini masih memicu polemik. Sebagian advokat menilai sistem single bar merupakan wadah tunggal yang terbaik bagi penegak hukum, sedangkan yang lainnya memilih sistem multi bar.

Terkait perdebatan itu, DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat menggelar seminar daring bertajuk “An International Comparison of Bar Entry Requirements and Conflicts Handling within Three Jurisdictions: California (USA), Australia dan the Netherlands” pada Sabtu (30/10/2021).

Seminar tersebut membahas soal organisasi advokat single bar atau multi bar yang hangat diperdebatkan di dunia advokat. Apalagi Mahkamah Agung (MA) beberapa tahun lalu mengeluarkan Surat Keputusan Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 yang intinya Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah advokat dari organisasi manapun.

Ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat mengatakan, webinar digelar sebagai wujud komitmen DPC dalam mendukung visi-misi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi di bawah kepemimpinan Otto Hasibuan.

“(Peradi) sebagai organisasi yang lahir dari Undang-undang Advokat berkomitmen untuk menjalankan amanah UU Advokat, khususnya dalam hal meningkatkan kualitas advokat di Tanah Air, yang memang sejalan dengan komitmen Otto bersama Peradi," terang Asido.

Asido menambahkan, webinar menjadi sangat penting untuk mendapatkan informasi perbandingan mengenai advokat. Di Indonesia keberadaan advokat telah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Menurut dia, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan di mana kemajuan suatu negara tentunya tidak dapat dilepaskan dari pembangunan hukum nasional di negara tersebut.

“Peraturan hukum dan para penegak hukum yang baik dan berkualitas dalam hal ini profesi advokat sebagai salah satu penegak hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile),” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan sebagai keynote speaker menjelaskan, sejumlah hal yang menjadi alasan mengapa single bar merupakan sistem terbaik untuk organisasi advokat. Pertama menjaga kualitas dari profesionalitas para advokat itu sendiri. Menurut Otto dengan sistem single bar maka ada standardisasi dari para advokat ketika beracara nanti dan membela para klien. “Sistem multi bar yang ada sekarang ini menimbulkan persaingan dari para organisasi advokat untuk merekrut calon advokat, salah satunya dengan mengadakan PKPA,” kata Otto

Sayangnya, tambah dia, ada perbedaan standardisasi PKPA dari sejumlah organisasi advokat yang dimaksud. Misalnya, sambungnya, di organisasi A dengan nilai 5 maka dia sudah bisa lulus menjadi advokat, sementara untuk organisasi B para peserta diharuskan mendapat nilai 7 untuk lulus ujian. “Karena seorang advokat harus punya kualifikasi yang tinggi punya pengetahuan yang baik agar melayani klien yang baik dan tidak ditelantarkan, jika kualitas advokat buruk akan merugikan pencari keadilan, tanpa ada standardisasi maka tidak akan terjaga mutu advokat itu kita ada organisasi advokat untuk mengontrol advokat. Itu alasan pertama kenapa single bar untuk menentukan standarisasi advokat yang baik,” papar Otto.

Alasan kedua yaitu dalam aspek pengawasan. Ada kewajiban dari setiap advokat untuk menjadi anggota dari organisasi advokat untuk menjalankan profesinya, alasannya karena bisa diawasi apabila ada pelanggaran kode etik. Menurut Otto hal ini menjadikan advokat bisa dikontrol dan tidak menjadi liar karena diawasi oleh Dewan Kehormatan organisasi.

Otto juga menjelaskan, awal mula dirumuskannya Pasal 30 UU Advokat agar dalam menjalankan tugas yang mulia ini mereka bisa diawasi sehingga harus menjadi anggota organisasi advokat. “Banyak sekarang terjadi kalau advokat melanggar kode etik dipecat pindah ke tempat lain, lalu dipecat dan pindah lagi. Kemudian dia bilang saya bukan member dari organisasi apapun, bisa dibayangkan? Kemana nanti pencari keadilan mengadu? Bisa kebal hukum dia nanti,” tegasnya.

Dia menegaskan, alasan terus berjuang agar organisasi advokat tetap single bar karena bukan untuk kepentingan para advokat semata, tetapi bagi para pencari keadilan. Ia pun menyatakan, telah bertemu dengan sejumlah pimpinan organisasi advokat di luar negeri dan membahas hal ini, ternyata permasalah single atau multi bar sudah ada sejak lama. Namun dia mengaku bingung mengapa hal ini baru dipermasalahkan di Indonesia.

“Jadi single bar itu keharusan. Jika anda ingin merusak pencari keadilan anda berjuang untuk diri anda sendiri, anda tidak berjuang untuk masyarakat. Jangan karena terpecah itu jadi alasan untuk multi bar, harus berjuang bagi kepentingan pencari keadilan,” pungkasnya.

Webinar yang dimoderatori Indah Puspitarini Ketua Bidang Kerja Sama Internasional DPC PERADI Jakarta Barat ini membahas perbandingan di tiga yurisdiksi di luar Indonesia: Amerika Serikat (fokus di negara bagian California), Australia, dan Belanda. Para pembicara menyampaikan bagaimana masing-masing negara mengatur persyaratan pendidikan hukum untuk calon advokat.

Termasuk persyaratan dan prosedur penerimaan advokat, peraturan spesialisasi, praktik hukum dan apakah di negara - negara tersebut menganut sistem multi bar associations atau single bar association serta bagaimana organisasi advokat mengatur hal-hal yang terkait dengan penegakan kode etik dan peningkatan kualitas advokat di negara masing-masing.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1274 seconds (0.1#10.140)