Perkuat Pelindungan Awak Kapal Perikanan, Indonesia Bersiap Ratifikasi Konvensi ILO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan komitmennya untuk meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (Work in Fishing Convention). Ratifikasi ini diperlukan sebagai upaya peningkatan pelindungan Awak Kapal Perikanan Indonesia (AKPI) di dalam dan di luar negeri.
Menurut Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi, Konvensi ILO Nomor 188 merupakan standar ketenagakerjaan internasional yang ditujukan untuk memastikan para pekerja yang bekerja di atas kapal perikanan memiliki kondisi kerja yang layak, khususnya terkait syarat dan kondisi kerja, akomodasi dan makanan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), layanan kesehatan, dan jaminan sosial.
"Pertemuan pada hari ini merupakan rapat konsolidasi internal Kemnaker dalam rangka menyikapi perlu tidaknya Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO Nomor 188," ujarnya saat memimpin rapat pembahasan Konvensi ILO 188 secara virtual, pada Senin (4/10/2021).
Anwar Sanusi mengatakan, pentingnya pelindungan bagi awak kapai perikanan melalui mekanisme penguatan kerangka hukum nasional maupun dengan meratifikasi/mengadopsi ketentuan internasional, antara lain Port State Measures Agreement (PSMA); International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCWF); Cape Town Agreement on Safety of Fishing Vessel (CTA); dan ILO Convention No. 188 on Work in Fishing.
Wacana ratifikasi, kata Sekjen Anwar, juga dilatarbelakangi adanya beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja yang bekerja di sektor penangkapan ikan. Yakni tindakan kerja paksa atau perbudakan, dan adanya beberapa kasus ketenagakerjaan yang menimpa AKPI.
"Sejak diadopsi pada 2007 sampai dengan 2020, Konvensi ILO Nomor 188 termasuk salah satu Konvensi ILO yang tingkat ratifikasinya sangat rendah," katanya.
Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini baru 19 negara Anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 188. Namun, ke-19 negara tersebut bukan merupakan negara tujuan penempatan AKPI. Sehingga ratifikasi Konvensi ILO No. 188 oleh Pemerintah Indonesia tidak akan memberikan dampak signifikan dalam pelindungan APKI. "Hal ini dikarenakan ratifikasi Konvensi oleh satu negara hanya berlaku bagi negara tersebut," ujarnya.
Ke-19 negara telah meratifikasi Konvensi ILO tahun 2007 itu adalah Angola, Argentina, Bosnia and Herzegovina, Congo, Estonia, Prancis, Lithuania, Maroko, Namibia, Norwegia, Senegal, Afrika Selatan, Thailand, dan Britania Raya. "Terdapat beberapa negara yang masih berstatus not in force seperti Belanda, Polandia, dan Portugal yang akan dimulai pada 2020, serta Denmark yang akan dimulai 2021. Ditambah lagi satu negara belum entry into force," ujar Anwar Sanusi.
Menurut Sekjen Anwar, dalam tataran regulasi nasional, pengaturan bagi awak kapal perikanan sebagian telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Sedangkan untuk awak kapai perikanan migran sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, telah disusun Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapai Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
"Posisi akhir RPP dimaksud telah disampaikan kepada Sekretaris Negara untuk penetapan oleh Presiden tanggal 20 Mei 2020. Dalam beberapa kali, Kemnaker kembali menyampaikan sikap belum berencana meratif?kasi Konvensi ILO tersebut, hal ini dikarenakan adanya beberapa pertimbangan seperti tersebut di atas," ujarnya.
Anwar Sanusi menjelaskan, proses ratifikasi Konvensi Internasional harus memperhatikan kesiapan teknis, regulasi dan kewajiban pascaratifikasi, karena Negara Anggota yang meratifikasi Konvensi memiliki konsekuensi untuk menindaklanjutinya ke dalam regulasi nasional yang sejalan dengan substansi Konvensi yang diratifikasi, penerapan implementasi, pengawasan, dan pelaporannya.
Ia menambahkan bahwa pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejalan dengan strategi diplomasi Indonesia di tatanan multilateral. Indonesia senantiasa mendorong ratifikasi dan implementasi instrumen hukum internasional terkait mobilitas tenaga kerja internasional dan hak-hak pekerja migran.
"Untuk tujuan tersebut, diperlukan sinergitas, regulasi antar Kementerian terkait, penguatan aspek regulasi agar patuh terhadap konvensi. Termasuk koordinasi lintas sektoral dan penguatan kerangka hukum nasional harus dikedepankan sebagai upaya dalam mengatur dan memberikan perlindungan bagi awak kapal perikanan," kata Sekjen Anwar. CM
Menurut Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi, Konvensi ILO Nomor 188 merupakan standar ketenagakerjaan internasional yang ditujukan untuk memastikan para pekerja yang bekerja di atas kapal perikanan memiliki kondisi kerja yang layak, khususnya terkait syarat dan kondisi kerja, akomodasi dan makanan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), layanan kesehatan, dan jaminan sosial.
"Pertemuan pada hari ini merupakan rapat konsolidasi internal Kemnaker dalam rangka menyikapi perlu tidaknya Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO Nomor 188," ujarnya saat memimpin rapat pembahasan Konvensi ILO 188 secara virtual, pada Senin (4/10/2021).
Anwar Sanusi mengatakan, pentingnya pelindungan bagi awak kapai perikanan melalui mekanisme penguatan kerangka hukum nasional maupun dengan meratifikasi/mengadopsi ketentuan internasional, antara lain Port State Measures Agreement (PSMA); International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCWF); Cape Town Agreement on Safety of Fishing Vessel (CTA); dan ILO Convention No. 188 on Work in Fishing.
Wacana ratifikasi, kata Sekjen Anwar, juga dilatarbelakangi adanya beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja yang bekerja di sektor penangkapan ikan. Yakni tindakan kerja paksa atau perbudakan, dan adanya beberapa kasus ketenagakerjaan yang menimpa AKPI.
"Sejak diadopsi pada 2007 sampai dengan 2020, Konvensi ILO Nomor 188 termasuk salah satu Konvensi ILO yang tingkat ratifikasinya sangat rendah," katanya.
Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini baru 19 negara Anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 188. Namun, ke-19 negara tersebut bukan merupakan negara tujuan penempatan AKPI. Sehingga ratifikasi Konvensi ILO No. 188 oleh Pemerintah Indonesia tidak akan memberikan dampak signifikan dalam pelindungan APKI. "Hal ini dikarenakan ratifikasi Konvensi oleh satu negara hanya berlaku bagi negara tersebut," ujarnya.
Ke-19 negara telah meratifikasi Konvensi ILO tahun 2007 itu adalah Angola, Argentina, Bosnia and Herzegovina, Congo, Estonia, Prancis, Lithuania, Maroko, Namibia, Norwegia, Senegal, Afrika Selatan, Thailand, dan Britania Raya. "Terdapat beberapa negara yang masih berstatus not in force seperti Belanda, Polandia, dan Portugal yang akan dimulai pada 2020, serta Denmark yang akan dimulai 2021. Ditambah lagi satu negara belum entry into force," ujar Anwar Sanusi.
Menurut Sekjen Anwar, dalam tataran regulasi nasional, pengaturan bagi awak kapal perikanan sebagian telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Sedangkan untuk awak kapai perikanan migran sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, telah disusun Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapai Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
"Posisi akhir RPP dimaksud telah disampaikan kepada Sekretaris Negara untuk penetapan oleh Presiden tanggal 20 Mei 2020. Dalam beberapa kali, Kemnaker kembali menyampaikan sikap belum berencana meratif?kasi Konvensi ILO tersebut, hal ini dikarenakan adanya beberapa pertimbangan seperti tersebut di atas," ujarnya.
Anwar Sanusi menjelaskan, proses ratifikasi Konvensi Internasional harus memperhatikan kesiapan teknis, regulasi dan kewajiban pascaratifikasi, karena Negara Anggota yang meratifikasi Konvensi memiliki konsekuensi untuk menindaklanjutinya ke dalam regulasi nasional yang sejalan dengan substansi Konvensi yang diratifikasi, penerapan implementasi, pengawasan, dan pelaporannya.
Ia menambahkan bahwa pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sejalan dengan strategi diplomasi Indonesia di tatanan multilateral. Indonesia senantiasa mendorong ratifikasi dan implementasi instrumen hukum internasional terkait mobilitas tenaga kerja internasional dan hak-hak pekerja migran.
"Untuk tujuan tersebut, diperlukan sinergitas, regulasi antar Kementerian terkait, penguatan aspek regulasi agar patuh terhadap konvensi. Termasuk koordinasi lintas sektoral dan penguatan kerangka hukum nasional harus dikedepankan sebagai upaya dalam mengatur dan memberikan perlindungan bagi awak kapal perikanan," kata Sekjen Anwar. CM
(ars)