Eksistensi Manusia di Era Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persoalan eksistensi manusia di era digital 5.0 menarik untuk diperbincangkan. Eksistensi manusia tergerus dalam digitalisasi mesin yang mencengkram peradaban. Terdapat dualisme; memilih menjadi manusia otentik atau terbawa arus digitalisasi dimana manusia menjadi budak mesin.
baca juga: Nalar Sains untuk Kemajuan Indonesia
Dalam buku ini Budi Hardiman mengajak kita untuk waspada terhadap zaman digital. Media sosial seperti facebook, whattsapp, twitter, dan instagram telah menjadi tuan bagi manusia itu sendiri. Manusia yang disebut sebagai homo sapiens telah berganti menjadi homo digitalis. Salah satu ciri korporeal manusia sejak dulu telah terganti dengan ruang virtual.
Masalah eksistensi manusia oleh Budi Hardiman dianalisis melalui kajian tiga hal, yaitu kebenaran, keindahan, dan moralitas. Kebenaran begitu penting ketika ia berhubungan dengan demokrasi. Menurut Budi Hardiman, setidaknya ada 3 kebenaran yang perlu diperhatikan dalam negara demokrasi: fakta, moralitas, dan substansi demokrasi.
baca juga: Kemewahan Bukan Jaminan Kebahagiaan
Pada masalah politik, mesin digital dimanipulasi untuk sebuah kemenangan. Hal itu bukanlah hal sepele, sebab mesin digital dianggap sebagai kecerdasan virtual yang mirip manusia, bisa mengajak manusia yang lain menjadi brutal dan kejam. Salah satu fanatisme yang membabi buta itu merupakan dampak dari manipulasi mesin digital. Seakan ia menjadi fakta, padahal ia adalah hoax yang direproduksi.
Sementara mesin seperti youtube telah menghipnotis banyak orang untuk berlama-lama dengan komputer. Waktu yang seharusnya banyak bersama keluarga dan masyarakat tergantikan dengan alam virtual komputer. Para youtubers mengunggah berbagai konten video yang oleh Baudriliard dapat disebut dengan simulacra, ruang yang hampir tidak bisa dibedakan antara korporeal dan virtual.
baca juga: Buku Merah Jejak Pergerakan PKI di Cilenggang Tangsel
Budi Hardiman mengingatkan bahwa eksistensi manusia itu adalah hal yang sangat penting. Seraya mengutip Heiddeger dan Aristoteles, ia menegaskan harus ada filterisasi dalam arus digital 5.0 saat ini. Hal itu dapat dilakukan dengan mengambil apa yang baik di dalam teknologi. Sedangkan hal buruknya harus ditinggalkan. Ide Aristoteles tentang kesengajaan dan ketidaksengajaan dalam bertindak turut mewarnai tulisan Budi Hardiman tentang kebaikan bersama teknologi.
Sementara ide Heiddeger tentang keterlemparan manusia dalam dunia telah berubah menjadi keterlemparan dalam WWW. Saat ini frasa yang muncul adalah “Aku Klik Maka Aku Ada”. Manusia berada di dalam ruang yang sebetulnya mereka asing. Mesin seperti Cyborg suatu saat dapat menggantikan posisi manusia sebagai khalifah di dunia. Saat ini manusia diancam oleh teknologi.
baca juga: Mahasiswa UNS Kembangkan Buku Edukasi Covid-19 untuk Anak-Anak
Politisasi mesin virtual menurut Budi Hardiman tidak dapat dibenarkan, sebab yang dikejar oleh manusia adalah kebenaran. Ia bersifat universal sebagaimana berlaku di berbagai negara. Pada tahun politik kemarin, Amerika dan Indonesia memiliki kemiripan, yaitu sama-sama politisasi mesin virtual untuk memengaruhi para kaum fanatik.
Pada buku ini, Budi Hardiman membuat pemetaan masalah dengan baik dan memberikan solusi manusia era 5.0. Namun demikian, buku ini masih terlalu memberikan porsi negatif terhadap teknologi. Walaupun setidaknya Franky telah menjelaskan bahwa ada kenyamanan di dalam teknologi. Di tengah merebaknya arus informasi baik online maupun offline, kita layak membaca buku ini dan menyebarluaskan idenya.
Mahmudi Kafrawi
Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep
Judul buku : Aku Klik Maka Aku Ada: Manusia dalam Revolusi Digital
Penulis : F. Budi Hardiman
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 2021
Tebal : 279 halaman
ISBN : 978-979-21-7039-9
baca juga: Nalar Sains untuk Kemajuan Indonesia
Dalam buku ini Budi Hardiman mengajak kita untuk waspada terhadap zaman digital. Media sosial seperti facebook, whattsapp, twitter, dan instagram telah menjadi tuan bagi manusia itu sendiri. Manusia yang disebut sebagai homo sapiens telah berganti menjadi homo digitalis. Salah satu ciri korporeal manusia sejak dulu telah terganti dengan ruang virtual.
Masalah eksistensi manusia oleh Budi Hardiman dianalisis melalui kajian tiga hal, yaitu kebenaran, keindahan, dan moralitas. Kebenaran begitu penting ketika ia berhubungan dengan demokrasi. Menurut Budi Hardiman, setidaknya ada 3 kebenaran yang perlu diperhatikan dalam negara demokrasi: fakta, moralitas, dan substansi demokrasi.
baca juga: Kemewahan Bukan Jaminan Kebahagiaan
Pada masalah politik, mesin digital dimanipulasi untuk sebuah kemenangan. Hal itu bukanlah hal sepele, sebab mesin digital dianggap sebagai kecerdasan virtual yang mirip manusia, bisa mengajak manusia yang lain menjadi brutal dan kejam. Salah satu fanatisme yang membabi buta itu merupakan dampak dari manipulasi mesin digital. Seakan ia menjadi fakta, padahal ia adalah hoax yang direproduksi.
Sementara mesin seperti youtube telah menghipnotis banyak orang untuk berlama-lama dengan komputer. Waktu yang seharusnya banyak bersama keluarga dan masyarakat tergantikan dengan alam virtual komputer. Para youtubers mengunggah berbagai konten video yang oleh Baudriliard dapat disebut dengan simulacra, ruang yang hampir tidak bisa dibedakan antara korporeal dan virtual.
baca juga: Buku Merah Jejak Pergerakan PKI di Cilenggang Tangsel
Budi Hardiman mengingatkan bahwa eksistensi manusia itu adalah hal yang sangat penting. Seraya mengutip Heiddeger dan Aristoteles, ia menegaskan harus ada filterisasi dalam arus digital 5.0 saat ini. Hal itu dapat dilakukan dengan mengambil apa yang baik di dalam teknologi. Sedangkan hal buruknya harus ditinggalkan. Ide Aristoteles tentang kesengajaan dan ketidaksengajaan dalam bertindak turut mewarnai tulisan Budi Hardiman tentang kebaikan bersama teknologi.
Sementara ide Heiddeger tentang keterlemparan manusia dalam dunia telah berubah menjadi keterlemparan dalam WWW. Saat ini frasa yang muncul adalah “Aku Klik Maka Aku Ada”. Manusia berada di dalam ruang yang sebetulnya mereka asing. Mesin seperti Cyborg suatu saat dapat menggantikan posisi manusia sebagai khalifah di dunia. Saat ini manusia diancam oleh teknologi.
baca juga: Mahasiswa UNS Kembangkan Buku Edukasi Covid-19 untuk Anak-Anak
Politisasi mesin virtual menurut Budi Hardiman tidak dapat dibenarkan, sebab yang dikejar oleh manusia adalah kebenaran. Ia bersifat universal sebagaimana berlaku di berbagai negara. Pada tahun politik kemarin, Amerika dan Indonesia memiliki kemiripan, yaitu sama-sama politisasi mesin virtual untuk memengaruhi para kaum fanatik.
Pada buku ini, Budi Hardiman membuat pemetaan masalah dengan baik dan memberikan solusi manusia era 5.0. Namun demikian, buku ini masih terlalu memberikan porsi negatif terhadap teknologi. Walaupun setidaknya Franky telah menjelaskan bahwa ada kenyamanan di dalam teknologi. Di tengah merebaknya arus informasi baik online maupun offline, kita layak membaca buku ini dan menyebarluaskan idenya.
Mahmudi Kafrawi
Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-Guluk Sumenep
Judul buku : Aku Klik Maka Aku Ada: Manusia dalam Revolusi Digital
Penulis : F. Budi Hardiman
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 2021
Tebal : 279 halaman
ISBN : 978-979-21-7039-9
(ymn)