Istana Disebut Pelihara Buzzer, Mahfud MD: Saya Kan Ada di Istana, Enggak Pernah Lihat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD memastikan pemerintah saat ini sama sekali tidak memakai jasa buzzer guna melakukan kontra narasi terhadap suara-suara kritis. Mahfud mengaku tidak pernah melihat pengorganisasian buzzer dan sosok yang memelihara buzzer tersebut di lingkungan Istana.
"Saya sendiri kan ada di Istana, katanya Istana memelihara buzzer, saya enggak pernah lihat, bagaimana memeliharanya itu. Wong saya juga tidak pernah melihat dan tidak tahu siapa itu yang mengorganisasikan," tegas Mahfud MD dalam sebuah diskusi daring, Rabu (29/9/2021) malam.
Baca Juga: Perbedaan Istilah Influencer dan Buzzer yang Sering Kita Dengar
Mahfud MD menegaskan bahwa fenomena buzzer di media sosial (medsos) merupakan hama demokrasi. Namun, hal itu sebagai konsekuensi dari perjalanan demokrasi pascareformasi.
Mahfud lalu membandingan di era ode baru, masyarakat yang hendak menyuarakan pendapatnya di ruang publik bisa saja dihilangkan. Namun hal itu tidak terjadi di masa sekarang.
"Kalau dulu zaman Pak Harto bicara tentang presiden jelek bisa hilang, enggak ketemu, sekarang kan orang bisa bicara apa saja. Tetapi kemudian mereka mengorganisir diri, kadang kala berkelompok lalu jadi buzzer nyerang ramai-ramai. Nah, hal yang begini memang penyakit, tapi itu adalah konsekuensi dari demokrasi," ungkapnya.
Mahfud melihat ada pemahaman yang keliru soal definisi buzzer saat ini. Mayoritas masyarakat mengartikan buzzer secara spesifik adalah mereka yang membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja.
Padahal, kata Mahfud, pihak yang menyerang presiden juga tidak kalah banyak. Hal Itulah yang membuat kini sulit memahami apa definisi buzzer yang sesungguhnya.
"Selalu dikatakan kalau orang membela Jokowi disebut buzzer. Tapi kalau menyerang orang yang taro lah dalam tanda petik dianggap terlalu kanan, juga disebut buzzer," katanya.
"Tapi kalau mereka yang menyerang Jokowi tiap hari, disebut buzzer apa ndak? Itu kan lebih banyak mereka yang menyerang dari pada yang membela, kalau kita lihat ya. Sehingga saya agak sulit mendefinisikan yang buzzer itu yang mana," pungkasnya.
"Saya sendiri kan ada di Istana, katanya Istana memelihara buzzer, saya enggak pernah lihat, bagaimana memeliharanya itu. Wong saya juga tidak pernah melihat dan tidak tahu siapa itu yang mengorganisasikan," tegas Mahfud MD dalam sebuah diskusi daring, Rabu (29/9/2021) malam.
Baca Juga: Perbedaan Istilah Influencer dan Buzzer yang Sering Kita Dengar
Mahfud MD menegaskan bahwa fenomena buzzer di media sosial (medsos) merupakan hama demokrasi. Namun, hal itu sebagai konsekuensi dari perjalanan demokrasi pascareformasi.
Mahfud lalu membandingan di era ode baru, masyarakat yang hendak menyuarakan pendapatnya di ruang publik bisa saja dihilangkan. Namun hal itu tidak terjadi di masa sekarang.
"Kalau dulu zaman Pak Harto bicara tentang presiden jelek bisa hilang, enggak ketemu, sekarang kan orang bisa bicara apa saja. Tetapi kemudian mereka mengorganisir diri, kadang kala berkelompok lalu jadi buzzer nyerang ramai-ramai. Nah, hal yang begini memang penyakit, tapi itu adalah konsekuensi dari demokrasi," ungkapnya.
Mahfud melihat ada pemahaman yang keliru soal definisi buzzer saat ini. Mayoritas masyarakat mengartikan buzzer secara spesifik adalah mereka yang membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) saja.
Padahal, kata Mahfud, pihak yang menyerang presiden juga tidak kalah banyak. Hal Itulah yang membuat kini sulit memahami apa definisi buzzer yang sesungguhnya.
"Selalu dikatakan kalau orang membela Jokowi disebut buzzer. Tapi kalau menyerang orang yang taro lah dalam tanda petik dianggap terlalu kanan, juga disebut buzzer," katanya.
"Tapi kalau mereka yang menyerang Jokowi tiap hari, disebut buzzer apa ndak? Itu kan lebih banyak mereka yang menyerang dari pada yang membela, kalau kita lihat ya. Sehingga saya agak sulit mendefinisikan yang buzzer itu yang mana," pungkasnya.
(thm)