Detik-detik Pasukan Sintong Panjaitan Lumpuhkan PKI, Senyap dan Secepat Kilat
loading...
A
A
A
“Setelah mereka mundur, kami masuk ke dalam. Kami lalu tangkap semua orang termasuk kru-kru radio di dalam,” kata Sintong dalam podcast yang diunggah di akun Youtube Puspen TNI, belum lama ini.
Begitu RRI dikuasai, Sintong pun melapor kepada Feisal Tanjung yang siaga di Makostrad. Kolonel Sarwo Edhie yang turut memantau operasi itu juga berada di satu ruangan dengan Feisal. Mendadak Sarwo Edhie marah kepada Sintong melalui radio komunikasi.
“Apa? RRI sudah diduduki? Coba kamu periksa semua ruangan dulu. Itu aktivitas mereka di dalam,” kata Sarwo.
Setelah memeriksa dan memastikan semua ruangan telah direbut, Sintong untuk kedua kalinya melaporkan kepada Sarwo jika RRI telah diambil alih. Namun laporan itu kembali ditanggapi dengan marah oleh Sarwo.
“Laporanmu tidak benar. Kamu bersihkan dulu dengan bersih. Jangan buru-buru kamu lapor. Kamu tangkap dulu semua orang yang ada di situ,” ucap Sarwo.
Perintah inilah yang membuat lulusan Akademi Militer Nasional 1963 itu bingung. Setelah ditelisik dengan seksama, diketahui ternyata terdapat tape recorder yang masih menyala. Alat itu menyiarkan propaganda PKI sehingga seolah-olah gerombolan komunis itu masih bercokol di sana.
Hampir saja Sintong menghancurkan tape recorder itu. Namun aksinya dicegah oleh salah seorang karyawan RRI. Dia lantas mematikan tape recorder tersebut.
Kisah lucu ini pun menjadi ledekan para perwira RPKAD yang menyusul datang ke RRI. “Ah kampungan kamu itu. Masa kamu tidak tahu siaran G 30 S/PKI tadi itu berasal dari tape recorder,” ucap perwira tersebut.
Sintong pun menceritakan operasi penyerbuan itu berhasil, namun ada satu tape recorder yang masih berputar dan tak ada yang tahu cara mematikan. Atas jawaban itu, Sarwo pun meledek Sintong. “Ah kau, orang kampung kau,” katanya, menirukan.
Jenderal TNI LB Moerdani bersama Danjen Kopassus Brigjen TNI Sintong Panjaitan.
Foto/Buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
Kudeta Gagal
Sebuah kejutan bagi banyak kalangan ketika PKI masuk empat besar partai politik pemenang Pemilu 1955. PKI meraup 6 juta suara pemilih, di bawah PNI, Masyumi, dan NU. Kemenangan ini di luar dugaan setelah mereka jelas-jelas terlibat dalam pemberontakan di Madiun pada 1948.
Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh dalam ‘Tragedi Nasional Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia’ terbitan PT Intermasa 1989 mengatakan, pada tahun-tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965 PKI terlihat berkembang pesat. Selain bidang politik, jalur PKI pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan, kesenian, dan kesusateraan.
Begitu RRI dikuasai, Sintong pun melapor kepada Feisal Tanjung yang siaga di Makostrad. Kolonel Sarwo Edhie yang turut memantau operasi itu juga berada di satu ruangan dengan Feisal. Mendadak Sarwo Edhie marah kepada Sintong melalui radio komunikasi.
“Apa? RRI sudah diduduki? Coba kamu periksa semua ruangan dulu. Itu aktivitas mereka di dalam,” kata Sarwo.
Setelah memeriksa dan memastikan semua ruangan telah direbut, Sintong untuk kedua kalinya melaporkan kepada Sarwo jika RRI telah diambil alih. Namun laporan itu kembali ditanggapi dengan marah oleh Sarwo.
“Laporanmu tidak benar. Kamu bersihkan dulu dengan bersih. Jangan buru-buru kamu lapor. Kamu tangkap dulu semua orang yang ada di situ,” ucap Sarwo.
Perintah inilah yang membuat lulusan Akademi Militer Nasional 1963 itu bingung. Setelah ditelisik dengan seksama, diketahui ternyata terdapat tape recorder yang masih menyala. Alat itu menyiarkan propaganda PKI sehingga seolah-olah gerombolan komunis itu masih bercokol di sana.
Hampir saja Sintong menghancurkan tape recorder itu. Namun aksinya dicegah oleh salah seorang karyawan RRI. Dia lantas mematikan tape recorder tersebut.
Kisah lucu ini pun menjadi ledekan para perwira RPKAD yang menyusul datang ke RRI. “Ah kampungan kamu itu. Masa kamu tidak tahu siaran G 30 S/PKI tadi itu berasal dari tape recorder,” ucap perwira tersebut.
Sintong pun menceritakan operasi penyerbuan itu berhasil, namun ada satu tape recorder yang masih berputar dan tak ada yang tahu cara mematikan. Atas jawaban itu, Sarwo pun meledek Sintong. “Ah kau, orang kampung kau,” katanya, menirukan.
Jenderal TNI LB Moerdani bersama Danjen Kopassus Brigjen TNI Sintong Panjaitan.
Foto/Buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando
Kudeta Gagal
Sebuah kejutan bagi banyak kalangan ketika PKI masuk empat besar partai politik pemenang Pemilu 1955. PKI meraup 6 juta suara pemilih, di bawah PNI, Masyumi, dan NU. Kemenangan ini di luar dugaan setelah mereka jelas-jelas terlibat dalam pemberontakan di Madiun pada 1948.
Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh dalam ‘Tragedi Nasional Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia’ terbitan PT Intermasa 1989 mengatakan, pada tahun-tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965 PKI terlihat berkembang pesat. Selain bidang politik, jalur PKI pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan, kesenian, dan kesusateraan.