Muhammadiyah Minta Penyelenggara Negara Wujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila dan menyikapi Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila yang sedang dalam pembahasan oleh DPR, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan tausiyah kebangsaan sebagai partisipasi masyarakat sipil dan tanggung jawab kebangsaan dan kenegaraan organisasi yang melalui para tokohnya berperan penting dalam perumusan dasar negara Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam tausiyah kebangsaan tersebut, ada sejumlah poin penting. Pertama, bahwa dalam Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah menetapkan negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi wa Syahadah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk negara yang ideal dan karenanya harus dipertahankan. "Muhammadiyah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia berusaha mewujudkan Indonesia yang berkemajuan sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945," katanya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Senin (1/6/2020).
Kedua, Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016. Penetapan hari lahir Pancasila itu disebutkan, "untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia". Karenanya, kelahiran Pancasila 1 Juni, kata Haedar, tidak boleh ditafsirkan lain dan harus tetap menjadi keperluan yang bersifat melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia, sekaligus menghargai Soekarno yang berperan besar dalam pidatonya di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai momentum kelahiran dasar fisolofis (Philosophische Grondslag) negara Republik Indonesia. ( ).
Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016 poin e, rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara.
Mengenai Piagam Jakarta, kata Haedar Nashir, dinyatakan dengan tegas dalam pertimbangan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang "Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945": "Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai UndangUndang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut". Pernyataan bahwa ketiga proses perumusan Pancasila merupakan satu kesatuan juga ditegaskan di dalam buku MPR periode Taufik Kiemas, dan semakin jelas dan tegas setelah pemerintah menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008.
Keempat, Pancasila yang berlaku sebagai rumusan final ialah yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 yaitu 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kelima sila tersebut resmi tercantum pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Demi keutuhan dan masa depan Indonesia semua pihak hendaknya berpikir dan bertindak dalam jiwa dan koridor Persatuan Indonesia dengan menjauhi pertentangan tentang sejarah kelahiran dan perkembangan rumusan Pancasila," tutur Haedar.
Menurutnya, tugas sejarah bangsa Indonesia adalah bagaimana menjaga dan melaksanakan Pancasila secara sungguh-sungguh dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua pihak hendaknya belajar dari pengalaman sejarah bahwa berbagai usaha mengubah rumusan Dasar Negara Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 menimbulkan kekacauan politik yang merusak persatuan bangsa dan negara.
Mengenai Rancangan Undang–Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila sebagai usul inisiatif DPR yang disusun untuk memperkuat Pancasila yang rumusannya termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan agar tidak terdapat isi dan kandungan yang menimbulkan kontroversi baru di tubuh bangsa Indonesia, DPR maupun pemerintah harus betul-betul seksama dalam mendengar dan menerima aspirasi rakyat serta komponen bangsa, serta tidak memaksakan kehendak untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan kekuasaan dan suara mayoritas di parlemen.
Dalam tausiyah kebangsaan tersebut, ada sejumlah poin penting. Pertama, bahwa dalam Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah menetapkan negara Pancasila sebagai Darul ‘Ahdi wa Syahadah.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, NKRI yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk negara yang ideal dan karenanya harus dipertahankan. "Muhammadiyah sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan bangsa Indonesia berusaha mewujudkan Indonesia yang berkemajuan sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945," katanya dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Senin (1/6/2020).
Kedua, Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016. Penetapan hari lahir Pancasila itu disebutkan, "untuk melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia". Karenanya, kelahiran Pancasila 1 Juni, kata Haedar, tidak boleh ditafsirkan lain dan harus tetap menjadi keperluan yang bersifat melengkapi sejarah ketatanegaraan Indonesia, sekaligus menghargai Soekarno yang berperan besar dalam pidatonya di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai momentum kelahiran dasar fisolofis (Philosophische Grondslag) negara Republik Indonesia. ( ).
Ketiga, sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2016 poin e, rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara.
Mengenai Piagam Jakarta, kata Haedar Nashir, dinyatakan dengan tegas dalam pertimbangan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentang "Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945": "Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai UndangUndang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut". Pernyataan bahwa ketiga proses perumusan Pancasila merupakan satu kesatuan juga ditegaskan di dalam buku MPR periode Taufik Kiemas, dan semakin jelas dan tegas setelah pemerintah menetapkan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konstitusi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008.
Keempat, Pancasila yang berlaku sebagai rumusan final ialah yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 yaitu 1. Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Kelima sila tersebut resmi tercantum pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Demi keutuhan dan masa depan Indonesia semua pihak hendaknya berpikir dan bertindak dalam jiwa dan koridor Persatuan Indonesia dengan menjauhi pertentangan tentang sejarah kelahiran dan perkembangan rumusan Pancasila," tutur Haedar.
Menurutnya, tugas sejarah bangsa Indonesia adalah bagaimana menjaga dan melaksanakan Pancasila secara sungguh-sungguh dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua pihak hendaknya belajar dari pengalaman sejarah bahwa berbagai usaha mengubah rumusan Dasar Negara Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 menimbulkan kekacauan politik yang merusak persatuan bangsa dan negara.
Mengenai Rancangan Undang–Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila sebagai usul inisiatif DPR yang disusun untuk memperkuat Pancasila yang rumusannya termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dan agar tidak terdapat isi dan kandungan yang menimbulkan kontroversi baru di tubuh bangsa Indonesia, DPR maupun pemerintah harus betul-betul seksama dalam mendengar dan menerima aspirasi rakyat serta komponen bangsa, serta tidak memaksakan kehendak untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan memanfaatkan kekuasaan dan suara mayoritas di parlemen.