Kiai Imam Jazuli: Jika NU-PKB Menyatu Akan Jadi Kekuatan Politik Unstoppable

Selasa, 21 September 2021 - 17:40 WIB
loading...
Kiai Imam Jazuli: Jika NU-PKB Menyatu Akan Jadi Kekuatan Politik Unstoppable
Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH. Imam Jazuli mengatakan, jika NU dan PKB bersatu maka akan menjadi kekuatan politik yang tak terbendung atau unstoppable. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, KH. Imam Jazuli mengatakan, jika Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bersatu maka akan menjadi kekuatan politik yang tak terbendung atau unstoppable.

Hal itu diungkapkan Kiai Imam Jazuli saat menerima kunjungan Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. “NU adalah PKB dan PKB adalah NU. Karena kalau NU-PKB bersatu maka ini akan menjadi kekuatan politik yang unstopable tapi tantangannya tidak ringan karena akan banyak pihak yang menghalangi dan banyak pihak yang merecoki inilah tugas yang tidak ringan buat Panglima Santri,” ujarnya di depan ribuan santri, fungsionaris DPP, DPW PKB Jawa Barat dan DPC PKB Cirebon, Selasa (21/9/2021).

Menurut Kiai Imam Jazuli, khittah Nahdlatul Ulama (NU) sampai saat ini masih dipegang teguh bahwasanya NU tidak terlibat dalam politik praktis. “Khittah itu tepat pada masanya. Kalau kita katakan NU kembali ke khittah tidak terlibat secara aktif dalam politik, ya dulu NU tidak punya partai. Wajar kalau NU hanya bicara politik kebangsaan. Tapi saat ini NU punya partai dan jelas partainya adalah PKB. Kontekstualisasi khittah ini harus dimulai dalam Muktamar NU 2021,” ucapnya.

Kiai Imam Jazuli kemudian mengutip sebuah kaedah ushul fiqh yang berbunyi “Al Ibroh Khusussabab La Bi Biumumillafadz,” yang artinya sebuah teks tidak bisa hanya dilihat dari lafazdnya saja tetapi dari sebab dan konteksnya. Beliau mencontohkan di zaman Khalifah Umar bin Khattab yang tidak melakukan potong tangan kepada seorang perempuan yang mencuri padahal sudah jelas dalam ayat Alquran hukuman bagi pencuri adalah potong tangan. “Tetapi ketika ada perempuan yang mencuri Umar bin Khattab tidak memotong tangannya, dia bilang ini kasusnya beda. Beda kasusnya, beda kondisinya, dia mencuri karena mencari makan,” katanya.

Tidak hanya itu, Kiai Imam Jazuli menilai, perjuangan PKB lewat para legislatornya sangat luar biasa terutama dalam hal memunculkan Hari Santri Nasional, Undang-udang Pesantren dan Dana Abadi Pesantren. “Kami sangat bersyukur khususnya saya sendiri, saya ini masih jadi santri dan baru kali ini saya bertemu panglima sendiri, mudah-mudahan komando panglima jelas di 2024 dan PKB menang,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Kiai Imam Jazuli juga memberikan julukan Panglima Santri kepada Muhaimin Iskandar. “Saya panggilnya Cak Imin karena belakangan ini ada Gus Ami atau Gus Muhaimin, tapi isyaroh yang saya dapatkan secara pribadi nama keberuntungannya Cak Imin, jadi saya 12 kali menulis belum pernah menyebut Gus Ami, saya selalu sebut Cak Imin karena berkali-kali yang saya temukan Cak Imin, mungkin beda dengan yang lain,” katanya.

Menanggapi hal itu, Cak Imin mengaku sangat bahagia bisa silaturahmi ke Pesantren Bina Insan Mulia. Cak Imin menyebut sudah mengenal Kiai Imam Jazuli tapi tak pernah bertemu dan baru bertemu di acara tersebut. “Saya sudah lama menikmati tulisan-tulisan Kiai Imam. Saya sudah lama menjadi penggemar atau fans Kiai Imam Jazuli tapi baru kali ini bisa bertemu. Jadi anak-anakku semua, yang paling penting itu tulisan. Jadi kalau bisa menulis belum ketemu orangnya sudah bisa cinta dengan orangnya. Jadi tulisan itu dahsyat, saya berharap semua santri disini bisa menulis seperti Kiai Imam Jazuli,” kata Cak Imin.

Di samping mengasuh pesantren dengan visi ke depan mengantarkan para alumni pesantren ke perguruan tinggi luar negeri, Kiai Imam Jazuli selama ini juga dikenal dengan tulisan-tulisannya dengan topik beragama mulai dari soal keagamaan, politik, budaya, bahkan masalah kebangsaan. Selama ini, Kiai Imam Jazuli dikenal dengan gaya khas tulisannya yang ilmiah, berwawasan luas, referensial, tajam, bukan hanya berisi kritikan tapi terkadang juga pujian dan tak jarang berisi solusi dan ide-ide menyegarkan.

“Tidak ada yang tahu di sudut Cirebon ini di dekat Gunung Ciremai ada sebuah pesantren kalau tidak ada tulisan Kiai Imam Jazuli yang mewarnai dunia maya Indonesia bahkan mungkin di dunia. Saya juga sudah lama melihat instagram dan video Bina Insan Mulia ini,” kata Cak Imin.

Cak Imin menjelaskan pendidikan santri hari ini semakin membanggakan dibanding 20-30 tahun lalu. Pesantren Nahdlatul Ulama, Ahlussunnah wal Jamaah 30-40 tahun lalu mungkin tidak seperti sekerang ini yang mulai dilihat diakui dan dinilai sangat baik. “Dulu bukan hanya tidak diakui tapi juga dipinggirkan tapi juga dilupakan bahkan tidak dicatat dalam sejarah padahal andil dan kontribusi peran kiai, ulama dan pesantren berjuang membentuk karakter akhlak mental dan kualitas jauh sebelum kemerdekaan. Lalu lahir generasi muslimin dan muslimat Indonesia yang luar biasa berkembang, akhirnya menjadi umat terbesar jumlahnya kemudian menjadi kekuatan besar untuk memerdekakan bangsa kita,” katanya.

Di akhir sambutannya, Cak Imin menyampaikan tiga pesan kepada seluruh santri Bina Insan Mulia untuk meraih kesuksesan di masa yang akan datang. “Untuk santri-santri BIMA ada tiga kunci tiga yang harus sungguh-sungguh, pertama seriuslah mendalami ilmu yang ada di sini, kalau ini sudah sukses maka jalan akan lapang dan mudah ke depan. Kedua disiplin dan taat kepada seluruh kewajiban-kewajiban yang ada di Bina Insan Mulia ini, ketiga olah batin, kuatkan dzikir, kuatkan ibadah, kuatkan hablumminallah dengan sungguh-sungguh, insya Allah dengan tiga modal ini kalian memimpin negara ini dengan sebaik-baiknya dan semaju-majunya,” ucap Cak Imin.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2275 seconds (0.1#10.140)