Kemendagri Tegaskan Kas Pemda di Perbankan Dipersiapkan Sesuai Peruntukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Bina Keuda Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, berdasarkan data Bank Indonesia per 31 Agustus 2021, kas pemda sebanyak Rp178,9 triliun. Namun jumlah tersebut pada awal bulan berkurang karena telah digunakan.
"Tapi di tanggal 1 September (2021) uang keluar, uang kas tersebut akan berkurang untuk mendanai pengeluaran Pemda perbulan untuk belanja rutin dan mengikat sejumlah, Rp42,76 T yang terdiri atas gaji dan tunjangan, belanja operasional (telepon, air, listrik, internet), serta belanja terkait pelayanan publik termasuk untuk pengeluaran bersifat mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya," kata Ardian dalam Dialog interaktif bertajuk Membedah Uang Kas Pemda di Perbankan yang digelar secara virtual, Kamis (16/9/2021).
Ardian Noervianto, hadir sebagai narasumber lainnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Baca juga: Sri Mulyani Kasih Nilai C ke Pemda Soal Reformasi Birokrasi
Ia menjelaskan, uang kas Pemda yang disimpan di perbankan bukan merupakan kesengajaan untuk semata-mata mencari bunga, tetapi dipersiapkan untuk pembayaran yang sudah memiliki peruntukannya. "Pemda memang punya kecenderungan ibaratnya menyediakan sejumlah uang untuk mempersiapkan pembayaran gaji ASN-nya, honorernya di satu sampai dua bulan ke depan untuk spare, tapi itu bukan sengaja untuk mencari bunga, sekali lagi bukan," katanya.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo dan Bima Arya dalam sesi dialog interaktif.
Ganjar menjelaskan, alasan mengapa ada uang daerah yang mengendap di perbankan. Menurutnya, pada awal tahun anggaran pada RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD sehingga menambah saldo. Di lain sisi, uang yang telah masuk ke RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja.
Pasalnya, pelaksanaan program memerlukan proses dan jangka waktu. Ini sesuai dengan UU Perbendaharaan Negara pada Pasal 21 yang menyebutkan, bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Selain itu, pembayaran yang dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka. "Tapi apakah kemudian kami mencari bunga? Enggak sama sekali," kata Ganjar.
Baca juga: Menko Airlangga: Aturan Pemda Harus Sejalan dengan UU Cipta Kerja
Senada dengan Ganjar, Bima Arya juga mengatakan, setiap daerah memiliki kas yang disimpan di perbankan. Kas tersebut untuk menyimpan seluruh penerimaan daerah, dan membayar semua pengeluaran daerah. Bima juga menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di perbankan, salah satunya karena memiliki SILPA.
"Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, itu tidak," katanya.
Dia menjelaskan, bila saat ini masih ada saldo di perbankan, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini. Sedangkan Saldo pada akhir tahun, bakal dihitung sebagai SiLPA 2022 yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan sebagainya.
"Tapi di tanggal 1 September (2021) uang keluar, uang kas tersebut akan berkurang untuk mendanai pengeluaran Pemda perbulan untuk belanja rutin dan mengikat sejumlah, Rp42,76 T yang terdiri atas gaji dan tunjangan, belanja operasional (telepon, air, listrik, internet), serta belanja terkait pelayanan publik termasuk untuk pengeluaran bersifat mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya," kata Ardian dalam Dialog interaktif bertajuk Membedah Uang Kas Pemda di Perbankan yang digelar secara virtual, Kamis (16/9/2021).
Ardian Noervianto, hadir sebagai narasumber lainnya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Baca juga: Sri Mulyani Kasih Nilai C ke Pemda Soal Reformasi Birokrasi
Ia menjelaskan, uang kas Pemda yang disimpan di perbankan bukan merupakan kesengajaan untuk semata-mata mencari bunga, tetapi dipersiapkan untuk pembayaran yang sudah memiliki peruntukannya. "Pemda memang punya kecenderungan ibaratnya menyediakan sejumlah uang untuk mempersiapkan pembayaran gaji ASN-nya, honorernya di satu sampai dua bulan ke depan untuk spare, tapi itu bukan sengaja untuk mencari bunga, sekali lagi bukan," katanya.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo dan Bima Arya dalam sesi dialog interaktif.
Ganjar menjelaskan, alasan mengapa ada uang daerah yang mengendap di perbankan. Menurutnya, pada awal tahun anggaran pada RKUD sudah terdapat saldo mengendap berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun anggaran sebelumnya. Selain itu, setiap hari pendapatan daerah masuk ke RKUD sehingga menambah saldo. Di lain sisi, uang yang telah masuk ke RKUD tidak dapat segera digunakan untuk melakukan pembayaran belanja.
Pasalnya, pelaksanaan program memerlukan proses dan jangka waktu. Ini sesuai dengan UU Perbendaharaan Negara pada Pasal 21 yang menyebutkan, bahwa pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima. Selain itu, pembayaran yang dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka. "Tapi apakah kemudian kami mencari bunga? Enggak sama sekali," kata Ganjar.
Baca juga: Menko Airlangga: Aturan Pemda Harus Sejalan dengan UU Cipta Kerja
Senada dengan Ganjar, Bima Arya juga mengatakan, setiap daerah memiliki kas yang disimpan di perbankan. Kas tersebut untuk menyimpan seluruh penerimaan daerah, dan membayar semua pengeluaran daerah. Bima juga menyinggung berbagai faktor yang membuat adanya pengendapan kas daerah di perbankan, salah satunya karena memiliki SILPA.
"Di Kota Bogor, kita tidak melakukan penyimpanan uang, apalagi untuk mendapatkan keuntungan bunga, itu tidak," katanya.
Dia menjelaskan, bila saat ini masih ada saldo di perbankan, maka itu akan digunakan untuk membayar kegiatan pada periode akhir tahun ini. Sedangkan Saldo pada akhir tahun, bakal dihitung sebagai SiLPA 2022 yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan yang bersifat wajib dan mengikat, seperti gaji ASN, pembayaran listrik, pengelolaan sampah, dan sebagainya.