Dampak Kekerasan Pada Anak Perempuan, Bisa Pengaruhi Masa Dewasa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Angka kekerasan yang terjadi pada anak-anak perempuan masih terbilang tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Kemen PPPA, sampai akhir Juli 2021, kasus kekerasan pada anak tercatat lebih dari 5000 kasus. Kasus terjadi di berbagai wilayah Tanah Air, tertinggi di Jawa Timur dengan lebih dari 500 korban.
Angka yang telah dipaparkan tersebut menurut data, tentu saja masih banyak kasus yang belum terdata atau tidak dilaporkan. Jenis kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari fisik, verbal, seksual, sampai dengan human trafficking. Ada banyak efek buruk dari kekerasan yang dialami. Berikut ini pemaparan lebih lanjut.
Risiko Gangguan Mental Tinggi
Dengan pengalaman terjadi kekerasan saat masih kecil, tidak jarang saat dewasa akan mudah terserang gangguan mental. Trauma yang terjadi di masa lalu juga turut memengaruhi kondisi saat dewasa. Akan mudah overthinking, stres berlebihan, tidak jarang akan membuat depresi.
Jika sudah demikian, penyintas kekerasan saat kecil perlu melakukan konseling. Supaya apa-apa yang terpendam di dalam diri bisa diungkapkan. Karena tidak bisa dipungkiri, pengalaman buruk di masa lalu masih menjadi momok yang menakutkan jika hal tersebut belum benar-benar usai.
Muncul Perasaan Tidak Berguna
Anak-anak korban kekerasan, khususnya yang mengalami kekerasan seksual juga sangat rentang mengalami rasa tidak percaya diri dan perasaan tidak berguna. Apalagi memang masyarakat Timur seperti Indonesia masih menganggap keperawanan sesuatu hal yang begitu penting. Hal ini tentu saja menambah beban mental untuk anak-anak penyintas kekerasan seksual.
Dengan perasaan-perasaan negatif yang tertanam di dalam diri, membuat anak korban kekerasan jadi lebih susah untuk berbaur dengan masyarakat. Ia akan takut kalau-kalau kekerasan tersebut akan terulang kembali di masa depan. Tidak hanya itu saja, ia juga takut tidak diterima dengan kondisinya.
Susah Mempercayai Orang Lain
Tidak hanya kepercayaan dirinya saja yang menurun, anak-anak korban kekerasan juga akan susah percaya dengan orang lain. Apalagi jika yang melakukan kekerasan ini merupakan lingkungan terdekat yang selama ini berada di sekelilingnya. Bisa orang tua atau keluarga terdekat.
Mereka akan sangat berhati-hati untuk bisa percaya lagi. Jika dekat dengan orang pun, tidak akan menaruh kepercayaan seluruhnya. Pasti ada rasa curiga dan tidak aman. Tidak jarang malah lebih memilih untuk menyendiri, tanpa ada orang-orang di sekitarnya.
Sulit Mempertahankan Hubungan Pribadi
Memiliki hubungan yang ‘kacau’ dengan keluarga di masa yang lalu juga sangat berdampak dengan masalah pribadi di masa depan. Saat menjalin hubungan, bisa saja muncul rasa cemas berlebihan, curiga, kecemburuan yang menggebu-gebu yang akhirnya bisa menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam.
Jika sudah demikian, meski pasangan selalu berusaha menyuguhkan yang terbaik, bisa saja akan merasa kurang. Alih-alih merasa dicintai, ada perasaan-perasaan asing yang membuatnya tidak nyaman. Karena hal itulah membuat pasangan merasa kurang dihargai. Tidak jarang hubungan kandas begitu saja.
Memiliki Kecenderungan Menyakiti Diri Sendiri
Guna melampiaskan rasa kecewa dan kesakitannya di masa lalu, tidak jarang anak-anak korban kekerasan cenderung menyakiti dirinya sendiri. Bentuk self-injury ini beragam, mulai dari memukulkan tangan ke tembok, membenturkan kepala, bisa juga sampai dengan membakar kulit. Bahkan, tidak jarang menelan berbagai benda berbahaya atau beracun.
Hal tersebut terjadi lantaran trauma psikologis yang dilalui di masa lalu. Termasuk juga menjadi korban kekerasan, baik itu verbal, fisik, sampai dengan seksual. Mereka bisa merasakan perasaan hampa, tidak disukai, sampai tak berguna. Dengan menyakiti diri sendiri, akan memberikan efek sakit yang membuat mereka merasakan derita layaknya orang kebanyakan.
Memiliki Kesulitan Mengatur Emosi
Dampak lainnya yang banyak diderita anak korban kekerasan adalah sulitnya mengatur emosi. Ada yang susah mengeluarkan emosinya hingga terlihat cuek atau bahkan terkesan mati rasa. Bahkan yang lebih parah, emosinya keluar menggebu-gebu sampai tidak bisa terkontrol jika sedang terpuruk.
Tidak jarang, untuk mengalihkan emosi yang tidak tersalurkan atau menahannya, anak-anak korban kekerasan bisa jadi mengalihkannya ke narkoba, minum-minum, sampai melakukan berbagai aksi kejahatan. Maka dari itulah supaya tidak terjerumus ke hal-hal yang buruk, perlu bantuan atau pendampingan psikolog.
Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan
Hal serius lainnya yang perlu diperhatikan adalah, anak-anak korban kekerasan akan menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Anak-anak merupakan momen emas dan orangtua menjadi role model. Ditakutkan, karena sejak kecil sudah mengalami kekerasan, hal tersebut akan terbawa di masa depan. Cara pengasuhan ke anaknya bisa kurang lebih sama.
Maka dari itulah, untuk memutus lingkaran setan tersebut, perlu sekali penanganan yang baik. Perlu ahli yang mendampingi si anak sampai trauma yang dialami benar-benar pulih. Sehingga ke depannya, ia bisa menjalani kehidupan yang normal tanpa ada bayang-bayang masa lalu yang kelam.
Dengan dampaknya yang begitu menakutkan tersebut, mari jadi agen perubahan. Salah satunya dengan menjadi sponsor anak di Wahana Visi . Mari dukung 1000 anak Indonesia bisa terbebas dari tindak kekerasan dan juga perkawinan dini yang sekarang masih jadi momok yang menakutkan.
Program dari Wahana Visi ini sementara dilakukan di sekitar wilayah Kalimantan Barat dan NTT, ke depannya akan semakin diperluas. Nah, dengan menjadi sponsor, Anda hanya perlu menyalurkan dana sebesar Rp200 ribu setiap bulannya. Nantinya akan digunakan untuk kembali mengaktifkan berbagai lembaga perlindungan anak yang ada di masyarakat. Supaya lebih paham lagi bagaimana menjadi sponsor anak di Wahana Visi, segera kunjungi website resminya.CM
Angka yang telah dipaparkan tersebut menurut data, tentu saja masih banyak kasus yang belum terdata atau tidak dilaporkan. Jenis kekerasan yang terjadi sangat beragam, mulai dari fisik, verbal, seksual, sampai dengan human trafficking. Ada banyak efek buruk dari kekerasan yang dialami. Berikut ini pemaparan lebih lanjut.
Risiko Gangguan Mental Tinggi
Dengan pengalaman terjadi kekerasan saat masih kecil, tidak jarang saat dewasa akan mudah terserang gangguan mental. Trauma yang terjadi di masa lalu juga turut memengaruhi kondisi saat dewasa. Akan mudah overthinking, stres berlebihan, tidak jarang akan membuat depresi.
Jika sudah demikian, penyintas kekerasan saat kecil perlu melakukan konseling. Supaya apa-apa yang terpendam di dalam diri bisa diungkapkan. Karena tidak bisa dipungkiri, pengalaman buruk di masa lalu masih menjadi momok yang menakutkan jika hal tersebut belum benar-benar usai.
Muncul Perasaan Tidak Berguna
Anak-anak korban kekerasan, khususnya yang mengalami kekerasan seksual juga sangat rentang mengalami rasa tidak percaya diri dan perasaan tidak berguna. Apalagi memang masyarakat Timur seperti Indonesia masih menganggap keperawanan sesuatu hal yang begitu penting. Hal ini tentu saja menambah beban mental untuk anak-anak penyintas kekerasan seksual.
Dengan perasaan-perasaan negatif yang tertanam di dalam diri, membuat anak korban kekerasan jadi lebih susah untuk berbaur dengan masyarakat. Ia akan takut kalau-kalau kekerasan tersebut akan terulang kembali di masa depan. Tidak hanya itu saja, ia juga takut tidak diterima dengan kondisinya.
Susah Mempercayai Orang Lain
Tidak hanya kepercayaan dirinya saja yang menurun, anak-anak korban kekerasan juga akan susah percaya dengan orang lain. Apalagi jika yang melakukan kekerasan ini merupakan lingkungan terdekat yang selama ini berada di sekelilingnya. Bisa orang tua atau keluarga terdekat.
Mereka akan sangat berhati-hati untuk bisa percaya lagi. Jika dekat dengan orang pun, tidak akan menaruh kepercayaan seluruhnya. Pasti ada rasa curiga dan tidak aman. Tidak jarang malah lebih memilih untuk menyendiri, tanpa ada orang-orang di sekitarnya.
Sulit Mempertahankan Hubungan Pribadi
Memiliki hubungan yang ‘kacau’ dengan keluarga di masa yang lalu juga sangat berdampak dengan masalah pribadi di masa depan. Saat menjalin hubungan, bisa saja muncul rasa cemas berlebihan, curiga, kecemburuan yang menggebu-gebu yang akhirnya bisa menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam.
Jika sudah demikian, meski pasangan selalu berusaha menyuguhkan yang terbaik, bisa saja akan merasa kurang. Alih-alih merasa dicintai, ada perasaan-perasaan asing yang membuatnya tidak nyaman. Karena hal itulah membuat pasangan merasa kurang dihargai. Tidak jarang hubungan kandas begitu saja.
Memiliki Kecenderungan Menyakiti Diri Sendiri
Guna melampiaskan rasa kecewa dan kesakitannya di masa lalu, tidak jarang anak-anak korban kekerasan cenderung menyakiti dirinya sendiri. Bentuk self-injury ini beragam, mulai dari memukulkan tangan ke tembok, membenturkan kepala, bisa juga sampai dengan membakar kulit. Bahkan, tidak jarang menelan berbagai benda berbahaya atau beracun.
Hal tersebut terjadi lantaran trauma psikologis yang dilalui di masa lalu. Termasuk juga menjadi korban kekerasan, baik itu verbal, fisik, sampai dengan seksual. Mereka bisa merasakan perasaan hampa, tidak disukai, sampai tak berguna. Dengan menyakiti diri sendiri, akan memberikan efek sakit yang membuat mereka merasakan derita layaknya orang kebanyakan.
Memiliki Kesulitan Mengatur Emosi
Dampak lainnya yang banyak diderita anak korban kekerasan adalah sulitnya mengatur emosi. Ada yang susah mengeluarkan emosinya hingga terlihat cuek atau bahkan terkesan mati rasa. Bahkan yang lebih parah, emosinya keluar menggebu-gebu sampai tidak bisa terkontrol jika sedang terpuruk.
Tidak jarang, untuk mengalihkan emosi yang tidak tersalurkan atau menahannya, anak-anak korban kekerasan bisa jadi mengalihkannya ke narkoba, minum-minum, sampai melakukan berbagai aksi kejahatan. Maka dari itulah supaya tidak terjerumus ke hal-hal yang buruk, perlu bantuan atau pendampingan psikolog.
Bisa Menjadi Pelaku Kekerasan
Hal serius lainnya yang perlu diperhatikan adalah, anak-anak korban kekerasan akan menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Anak-anak merupakan momen emas dan orangtua menjadi role model. Ditakutkan, karena sejak kecil sudah mengalami kekerasan, hal tersebut akan terbawa di masa depan. Cara pengasuhan ke anaknya bisa kurang lebih sama.
Maka dari itulah, untuk memutus lingkaran setan tersebut, perlu sekali penanganan yang baik. Perlu ahli yang mendampingi si anak sampai trauma yang dialami benar-benar pulih. Sehingga ke depannya, ia bisa menjalani kehidupan yang normal tanpa ada bayang-bayang masa lalu yang kelam.
Dengan dampaknya yang begitu menakutkan tersebut, mari jadi agen perubahan. Salah satunya dengan menjadi sponsor anak di Wahana Visi . Mari dukung 1000 anak Indonesia bisa terbebas dari tindak kekerasan dan juga perkawinan dini yang sekarang masih jadi momok yang menakutkan.
Program dari Wahana Visi ini sementara dilakukan di sekitar wilayah Kalimantan Barat dan NTT, ke depannya akan semakin diperluas. Nah, dengan menjadi sponsor, Anda hanya perlu menyalurkan dana sebesar Rp200 ribu setiap bulannya. Nantinya akan digunakan untuk kembali mengaktifkan berbagai lembaga perlindungan anak yang ada di masyarakat. Supaya lebih paham lagi bagaimana menjadi sponsor anak di Wahana Visi, segera kunjungi website resminya.CM
(atk)