Jokowi Tegaskan Penurunan Stunting Tetap Jadi Agenda Penting
loading...
A
A
A
"Stunting salah satu proyek prioritas yang merupakan turunan dari program prioritas tersebut dan tidak diperintahkan untuk di-refocusing, karenanya program ini harus terus berjalan tanpa ada pengalihan anggaran," kata Kasubdit Kerja Sama Pemerintahan, Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama Desa, Ditjen Pemerintahan Desa Kemendagri, Paudah Darmi dalam acara Webinar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dalam masa wabah corona seperti sekarang ini, pelaksanaan kegiatan di bawah program prioritas harus terus didorong. Hal ini dilakukan untuk mencapai target nasional, karena dalam kondisi apapun, pencapaian prioritas nasional tersebut akan selalu dipantau.
"Jangan sampai masalah stunting menjadi bencana baru dengan dampak yang lebih besar dimasa depan. Apabila dilakukan refocusing, dana tersebut harus tetap digunakan untuk penanggulangan prioritas nasional yang sama. Hal tersebut juga berlaku untuk dana yang biasa dialokasikan untuk pencegahan stunting melalui intervensi gizi sensitif maupun spesifik seperti dana desa," tegasnya.
Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) menuturkan dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial. “Kebijakan stay at home dan physical distancing menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting,” ungkapnya.
Damayanti menambahkan, selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun seng, juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh seorang anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.
Pengamat dan aktivis kesehatan DR. Dr. Tubagus Rachmat Sentika, SpA, MARS, yang pernah menjabat sebagai Deputi Menko PMK 2014-2016, mengapresiasi tekad pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting. Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh.
Menurut Rachmat Sentika, meskipun Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019 implementasinya masih belum berjalan dengan baik.
"Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK)," jelas Rachmat.
Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten pandeglang pada tahun 2018 menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk atau kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan. PKMK yang diberikan berupa minuman dengan kalori 100 dan 150.
Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.
Menurutnya, dalam masa wabah corona seperti sekarang ini, pelaksanaan kegiatan di bawah program prioritas harus terus didorong. Hal ini dilakukan untuk mencapai target nasional, karena dalam kondisi apapun, pencapaian prioritas nasional tersebut akan selalu dipantau.
"Jangan sampai masalah stunting menjadi bencana baru dengan dampak yang lebih besar dimasa depan. Apabila dilakukan refocusing, dana tersebut harus tetap digunakan untuk penanggulangan prioritas nasional yang sama. Hal tersebut juga berlaku untuk dana yang biasa dialokasikan untuk pencegahan stunting melalui intervensi gizi sensitif maupun spesifik seperti dana desa," tegasnya.
Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) menuturkan dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial. “Kebijakan stay at home dan physical distancing menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting,” ungkapnya.
Damayanti menambahkan, selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun seng, juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh seorang anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.
Pengamat dan aktivis kesehatan DR. Dr. Tubagus Rachmat Sentika, SpA, MARS, yang pernah menjabat sebagai Deputi Menko PMK 2014-2016, mengapresiasi tekad pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting. Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh.
Menurut Rachmat Sentika, meskipun Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019 implementasinya masih belum berjalan dengan baik.
"Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK)," jelas Rachmat.
Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten pandeglang pada tahun 2018 menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk atau kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan. PKMK yang diberikan berupa minuman dengan kalori 100 dan 150.
Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.