Usai Ditetapkan Jadi Tersangka, KPK Langsung Tahan Sekda Kota Tanjungbalai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Usai menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tanjungbalai , Yusmada (YM) sebagai tersangka dugaan suap terkait lelang mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK.
"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka YM untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2021 sampai dengan 15 September 2021 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK," ujar Deputi Penindakan Eksekusi KPK, Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021). Baca juga: KPK Tetapkan Wali Kota dan Sekda Tanjungbalai Tersangka Lelang Mutasi Jabatan
"Sebagai langkah antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1," sambungnya.
Sedangkan untuk Wali Kota Tanjung Balai periode 2016-2021, M Syahrial (MSA) yang juga ditetapkan tersangka dalam kasus ini, KPK belum melakukan penahanan karena yang bersangkutan masih menjalani hukuman kasus lain.
Kasus tersebut yakni dugaan suap penanganan perkara di Pemkot Tanjungbalai. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni penyidik KPK nonaktif AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP), M Syahrial (MS), dan seorang pengacara bernama Maskur Husain (MH).
"Sedangkan tersangka MSA tidak dilakukan penahanan karena saat ini masih dan sedang menjalani penahanan dalam perkara lain," ungkap Karyoto.
Karyoto mengatakan bahwa dalam perkara suap lelang mutasi jabatan, M Syahrial menerima suap sekitar Rp200 juta dari Yusmada untuk dapat mengisi posisi Sekda Kota Tanjungbalai.
Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara. Perkara tersebut bermula pada Juni 2019, Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai menerbitkan surat perintah terkait seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.
"Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi," ujar Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Selanjutnya setelah Yusmada mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di Kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, Yusmada bertemu dengan Sajali Lubis yang adalah teman sekaligus orang kepercayaan dari Syahrial.
"Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali Lubis untuk memberikan uang sejumlah Rp200 juta kepada MSA dan langsung ditindaklanjuti oleh Sajali Lubis dengan menelepon MSA dan kemudian langsung disepakati serta disetujui oleh MSA," ungkap Karyoto.
Lalu pada September 2019, lanjut Karyoto, Yusmada dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh MSA.
"Atas terpilihnya YM sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Sajali Lubis atas perintah MSA kembali menemui YM untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta dan YM langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali Lubis untuk diteruskan ke MSA," jelasnya.
Karyoto menegaskan bahwa KPK tak akan berhenti mengingatkan para penyelenggara negara, termasuk para kepala daerah untuk berpegang teguh pada sumpah jabatan dan tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
"Jabatan penyelenggara negara didasarkan pada kompetensi dan merupakan Amanah yang harus dijaga untuk melayani publik, bukan untuk mendapatkan penghasilan dengan melakukan tindak pidana korupsi," tegas Karyoto.
Pada penyidikan kasus tersebut, KPk telah memeriksa puluhan orang sebagai saksi dan menyita uang sejumlah ratusan juta rupiah. "Guna proses penyidikan dimana tim penyidik telah memeriksa 49 orang saksi dan telah menyita diantaranya uang sejumlah Rp100 juta," terang Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka YM selaku pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, tersangka MSA selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka YM untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 27 Agustus 2021 sampai dengan 15 September 2021 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK," ujar Deputi Penindakan Eksekusi KPK, Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021). Baca juga: KPK Tetapkan Wali Kota dan Sekda Tanjungbalai Tersangka Lelang Mutasi Jabatan
"Sebagai langkah antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, Tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1," sambungnya.
Sedangkan untuk Wali Kota Tanjung Balai periode 2016-2021, M Syahrial (MSA) yang juga ditetapkan tersangka dalam kasus ini, KPK belum melakukan penahanan karena yang bersangkutan masih menjalani hukuman kasus lain.
Kasus tersebut yakni dugaan suap penanganan perkara di Pemkot Tanjungbalai. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni penyidik KPK nonaktif AKP Stepanus Robin Pattuju (SRP), M Syahrial (MS), dan seorang pengacara bernama Maskur Husain (MH).
"Sedangkan tersangka MSA tidak dilakukan penahanan karena saat ini masih dan sedang menjalani penahanan dalam perkara lain," ungkap Karyoto.
Karyoto mengatakan bahwa dalam perkara suap lelang mutasi jabatan, M Syahrial menerima suap sekitar Rp200 juta dari Yusmada untuk dapat mengisi posisi Sekda Kota Tanjungbalai.
Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara. Perkara tersebut bermula pada Juni 2019, Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai menerbitkan surat perintah terkait seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.
"Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi," ujar Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Selanjutnya setelah Yusmada mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di Kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, Yusmada bertemu dengan Sajali Lubis yang adalah teman sekaligus orang kepercayaan dari Syahrial.
"Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali Lubis untuk memberikan uang sejumlah Rp200 juta kepada MSA dan langsung ditindaklanjuti oleh Sajali Lubis dengan menelepon MSA dan kemudian langsung disepakati serta disetujui oleh MSA," ungkap Karyoto.
Lalu pada September 2019, lanjut Karyoto, Yusmada dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh MSA.
"Atas terpilihnya YM sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Sajali Lubis atas perintah MSA kembali menemui YM untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta dan YM langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali Lubis untuk diteruskan ke MSA," jelasnya.
Karyoto menegaskan bahwa KPK tak akan berhenti mengingatkan para penyelenggara negara, termasuk para kepala daerah untuk berpegang teguh pada sumpah jabatan dan tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
"Jabatan penyelenggara negara didasarkan pada kompetensi dan merupakan Amanah yang harus dijaga untuk melayani publik, bukan untuk mendapatkan penghasilan dengan melakukan tindak pidana korupsi," tegas Karyoto.
Pada penyidikan kasus tersebut, KPk telah memeriksa puluhan orang sebagai saksi dan menyita uang sejumlah ratusan juta rupiah. "Guna proses penyidikan dimana tim penyidik telah memeriksa 49 orang saksi dan telah menyita diantaranya uang sejumlah Rp100 juta," terang Karyoto.
Atas perbuatannya, tersangka YM selaku pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, tersangka MSA selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(kri)