Lelang Jabatan Sekda, Syahrial Terima Suap Rp200 Juta dari Yusmada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Wali Kota Tanjungbalai periode 2016-2021 M Syahrial dan Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai Yusmada sebagai tersangka suap lelang mutasi jabatan pada 2019.Deputi Penindakan Eksekusi KPK, Karyoto mengatakan bahwa dalam perkara tersebut, M Syahrial menerima suap sekitar Rp200 juta dari Yusmada untuk dapat mengisi posisi Sekda Kota Tanjungbalai.
Dalam konstruksi perkara terungkap, pada Juni 2019 Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai menerbitkan surat perintah seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.
"Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi," ujar Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Selanjutnya setelah Yusmada mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, Yusmada bertemu dengan Sajali Lubis yang adalah teman sekaligus orang kepercayaan dari Syahrial.
"Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali Lubis untuk memberikan uang sejumlah Rp200 juta kepada MSA dan langsung ditindaklanjuti oleh Sajali Lubis dengan menelepon MSA dan kemudian langsung disepakati serta disetujui oleh MSA," ungkap Karyoto.
Lalu pada September 2019, lanjut Karyoto, Yusmada dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh MSA.
"Atas terpilihnya YM sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Sajali Lubis atas perintah MSA kembali menemui YM untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta dan YM langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali Lubis untuk diteruskan ke MSA," jelasnya.
Karyoto menegaskan bahwa KPK tak akan berhenti mengingatkan para penyelenggara negara, termasuk para kepala daerah, untuk berpegang teguh pada sumpah jabatan dan tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
"Jabatan penyelenggara negara didasarkan pada kompetensi dan merupakan Amanah yang harus dijaga untuk melayani publik, bukan untuk mendapatkan penghasilan dengan melakukan tindak pidana korupsi," tegas Karyoto.
Pada penyidikan kasus tersebut, KPk telah memeriksa puluhan orang sebagai saksi dan menyita uang sejumlah ratusan juta rupiah
"Guna proses penyidikan dimana tim penyidik telah memeriksa 49 orang saksi dan telah menyita diantaranya uang sejumlah Rp 100 juta," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, Yusmada selaku pemberi disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP
Sedangkan, M Syahrial selaku penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP
Dalam konstruksi perkara terungkap, pada Juni 2019 Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai menerbitkan surat perintah seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.
"Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi," ujar Karyoto dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Selanjutnya setelah Yusmada mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, Yusmada bertemu dengan Sajali Lubis yang adalah teman sekaligus orang kepercayaan dari Syahrial.
"Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali Lubis untuk memberikan uang sejumlah Rp200 juta kepada MSA dan langsung ditindaklanjuti oleh Sajali Lubis dengan menelepon MSA dan kemudian langsung disepakati serta disetujui oleh MSA," ungkap Karyoto.
Lalu pada September 2019, lanjut Karyoto, Yusmada dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh MSA.
"Atas terpilihnya YM sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai, Sajali Lubis atas perintah MSA kembali menemui YM untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta dan YM langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali Lubis untuk diteruskan ke MSA," jelasnya.
Karyoto menegaskan bahwa KPK tak akan berhenti mengingatkan para penyelenggara negara, termasuk para kepala daerah, untuk berpegang teguh pada sumpah jabatan dan tidak mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan melakukan perbuatan tindak pidana korupsi.
"Jabatan penyelenggara negara didasarkan pada kompetensi dan merupakan Amanah yang harus dijaga untuk melayani publik, bukan untuk mendapatkan penghasilan dengan melakukan tindak pidana korupsi," tegas Karyoto.
Pada penyidikan kasus tersebut, KPk telah memeriksa puluhan orang sebagai saksi dan menyita uang sejumlah ratusan juta rupiah
"Guna proses penyidikan dimana tim penyidik telah memeriksa 49 orang saksi dan telah menyita diantaranya uang sejumlah Rp 100 juta," ungkap Karyoto.
Atas perbuatannya, Yusmada selaku pemberi disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP
Sedangkan, M Syahrial selaku penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHP
(muh)