Ombudsman Tak Setuju Sertifikat Vaksin Jadi Syarat Akses Pelayanan Publik

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 17:35 WIB
loading...
Ombudsman Tak Setuju...
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Indraza Marzuki Rais meminta agar kebijakan sertifikat vaksin Covid-19 jadi salah satu syarat akses pelayanan publik ditunda. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Indraza Marzuki Rais meminta agar kebijakan sertifikat vaksin COVID-19 jadi salah satu syarat akses pelayanan publik ditunda. Sebab, menurut Indraza, pelaksanaan vaksinasi di daerah belum merata. Sehingga, Indonesia saat ini belum mencapai kekebalan kelompok (herd immunity).

Indraza mengakui dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi memang menyebutkan sanksi administrasi bagi yang menolak vaksinasi. Hal tersebut tertuang juga di dalam Pasal 13A terkait sanksi bagi yang tidak mengikuti vaksinasi.

Di mana, Pasal 13A disebutkan bahwa setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19 tapi tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 dapat dikenakan sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.

"Namun hal ini kami harap jangan dulu diterapkan karena masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksin COVID-19," ujar Indraza melalui keterangan resminya, Jumat (27/8/2021).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga 27 Agustus 2021 jumlah penerima vaksin COVID-19 dosis 1 sebanyak 60,43 juta jiwa atau 29,02% dari total sasaran vaksin 208,26 juta. Sedangkan penerima vaksin dosis 2 sebanyak 34,12 juta jiwa atau 16,38%.

Indraza mengungkapkan sejumlah fakta di lapangan, di mana, saat ini penolakan vaksinasi sudah jauh menurun. Ia menilai animo masyarakat cukup tinggi untuk mendapatkan vaksin COVID-19. Akan tetapi, tingginya animo masyarakat ini belum diimbangi dengan fasilitas dan jumlah stok vaksin yang mencukupi.

"Kami menemukan fakta bahwa stok dan distribusi vaksin masih terkendala, baik sarana angkut, daya jangkau, tenaga vaksinator, dan sentra vaksinasi yang menjadi padat dan menimbulkan kerumunan. Selain itu, kondisi kesehatan juga bisa menjadi penyebab orang belum dapat mengakses vaksin," terangnya.

Untuk itu, terkait wacana pemberlakukan sertifikat vaksinasi untuk akses pelayanan publik, Ombudsman RI memberikan saran agar pemerintah baik pusat dan daerah perlu memperhatikan progres vaksinasi di masing-masing daerah. Sehingga, kata Indraza, dapat dilihat seberapa besar capaian tingkat kekebalan kelompok dalam suatu daerah.

"Di samping itu, Ombudsman memandang perlunya suatu petunjuk teknis pelaksanaan vaksinasi di sentra yang memuat indikator apa saja yang harus dipenuhi sebelum dilakukannya kegiatan vaksinasi di sentra, agar pelaksanaan vaksinasi di setiap sentra seragam," beber Indraza.

"Untuk sentra yang sudah berhasil melaksanakan vaksin tanpa kerumunan perlu dijadikan benchmark (acuan). Selain itu dalam pelaksanaan vaksinasi di sentra dibutuhkan adanya koordinasi dengan berbagai pihak untuk pengawasannya agar prokes di sentra tetap berjalan dengan baik," imbuhnya.

Indraza menyampaikan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak baik di tingkat pusat maupun daerah, terkait dengan data, capaian, dan percepatan vaksinasi COVID-19.

"Kami sangat concern dengan program percepatan penanganan COVID-19 ini melalui program vaksinasi, terutama di daerah-daerah yang distribusi vaksin belum merata. Stok vaksin terbatas, sedangkan tingkat penularannya sendiri masih belum dapat dikendalikan di semua daerah," pungkas dia.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2207 seconds (0.1#10.140)