Banyak Perempuan dan Anak Terdampak Covid-19, KNPI Beri Saran Ini

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 16:47 WIB
loading...
Banyak Perempuan dan Anak Terdampak Covid-19, KNPI Beri Saran Ini
Ilustrasi/Dok SINDO
A A A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 berdampak pada kehidupan ekonomi, sosial, dan lain-lain, yang juga menyasar perempuan dan anak. Tekanan psikologis terhadap perempuan dan anak dalam bertahan hidup serta beban ganda perempuan dalam lingkup domestik juga terjadi.

"Kita menyaksikan begitu banyak persoalan yang dihadapi perempuan dan anak yang merupakan pilar penting pembangunan nasional. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) terdapat beberapa identifikasi masalah diakibatkan Covid-19 di antaranya krisis pemenuhan hak anak, kekerasan terhadap perempuan dan anak, perkawinan anak yang meningkat, serta begitu banyak anak-anak Indonesia yang menjadi yatim piatu karena kehilangan orang tuanya akibat Covid-19," ujar anggota DPP KNPI Natalia Mahudin, Jumat (27/8/2021).

Natalia menambahkan, krisis pemenuhan hak anak di sini berbicara tentang akses yang harus didapatkan oleh anak-anak Indonesia seperti pemenuhan hal mendasar di antaranya pendidikan, kesehatan, gizi, serta perlindungan. Menurut data UNICEF, terdapat 80 juta anak dan remaja di Indonesia menghadapi dampak sekunder yang meluas dari pandemi, yaitu proses pembelajaran yang mengakibatkan jutaan anak Indonesia menjadi terhambat pendidikan, kesehatan, gizi, dan juga perlindungannya.

Menurutnya, Covid-19 juga menyisahkan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tinggi. Berdasarkan data Sistem Informasi Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada pelaporan periode 1 Januari 2021 hingga 19 Agustus 2021 terjadi 4.212 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan 2.594 korban terlayani. Serta 6.248 kasus kekerasan terhadap anak dengan 3.593 korban terlayani.



Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebanyak 74,24 persen kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan sebanyak 58,4 persen kasus kekerasan terhadap anak adalah kasus kekerasan seksual. "Hal ini menunjukkan bertambahnya bentuk kerentanan terhadap perempuan Indonesia di dalam keadaan yang sulit diterpa pandemi."

Dia menambahkan, banyak anak Indonesia menjadi yatim piatu sejak pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia. "Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkannya perlindungan khusus untuk anak yang mengalami keterpisahan dengan salah satu dan atau kedua orang tuanya karena Covid-19," ujarnya.



Aplikasi RAPIDPRO yang dicatat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyebutkan, terdapat 3.633 anak yang menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu dikarenakan meninggalnya orang tua karena Covid. Angka ini diperkirakan terus naik hingga Indonesia bebas dari Covid-19.

Rangkaian dampak di atas secara nyata menjadi beban persoalan dua unsur dalam pembangunan yang sangat potensial terkait masa depan sumber daya manusia Indonesia yang tentunya akan memberikan dampak multiplier effect secara berkepanjangan.

"Jika dievaluasi kembali Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) merupakan salah satu kementerian dengan alokasi anggaran yang cukup rendah tetapi mempunyai beban kerja yang dikatakan substansial dalam hal bebicara tentang manusia yang merupakan instrumen vital pembangunan sebuah peradaban suatu bangsa," ungkapnya.

Hal ini juga yang mendasari Komisi VIII DPR RI dalam beberapa rilis rapat yang diakses mendukung adanya penambahan anggaran bagi KPPPA yang merupakan mitra kerjanya. Memasuki tahun 2020 hingga 2021, dalam masa Covid-19 KPPPA menjadi salah satu kementerian yang juga mengalami refocusing anggaran. Total, refocusing dan realokasi belanja tahun anggaran 2021 KPPPA tahap I hingga tahap IV adalah sebesar Rp73,973 milar.

"Selain refocusing yang dilakukan berdasarkan permintaan dari Kementerian Keuangan, Kemen PPPA juga melakukan refocusing internal (belanja non operasional) untuk menutupi kekurangan belanja operasional pegawai Tahun 2021 sebesar Rp6,3 miliar."

Kenyataan ini, kata dia, menunjukkan bahwa sebelum dan sesudah pandemi, persoalan anggaran pada tubuh KPPAA perlu dilihat kembali walaupun tugas dan tupoksi KPPPA sendiri yaitu memainkan peran koordinasi. Seharusnya, merujuk pada angka kekerasan terhadap perempuan dan anak selama masa Covid-19 yang meningkat tajam dan permasalahan lainnya tahun anggaran 2021, anggaran KPPPA dapat dipertahankan guna mewujudkan Kegiatan Prioritas Nasional (PN).

"Sebagai dampak yang timbul akibat pandemi, persoalan perempuan dan anak juga harus ditangani dalam bentuk strategi penanganan Covid-19 yang sama kedudukannya dalam respons kebijakan pemerintah," ujarnya.

Kata dia, KPPPA secara strategis telah menyusun instrumen penanganan bagi permasalahan-permasalahan yang terjadi bagi dan perempuan dan anak dalam masa pandemi. "Langkah strategis telah didesain sebagai bentuk kehadiran KPPPA untuk perempuan dan anak Indonesia. Tetapi, langkah ini perlu ditopang dengan dukungan anggaran yang proporsional dan responsif. Pengalokasian sumber daya keuangan untuk pembiayaan program harusnya juga dapat dipertimbangkan," pungkasnya
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3945 seconds (0.1#10.140)