Robert Walter Monginsidi, Namanya Bagaikan Hantu yang Ditakuti Pasukan Belanda
loading...
A
A
A
Robert dan kawan-kawannya para pelajar SMP mendapat tugas menyerbu Hotel Empresdadn menagkapi para perwira Belanda, mereka juga bertugas membuat barikade di jalan-jalan. Tepat jam 05.00 pagi, tanggal 20 Oktober 1945 mulai terdengar tembak-menembak di jalan Gowa. Pagi itu sudah terjadi pertempuran di seluruh penjuru Kota Ujung Pandang.
Stasiun radio di Mattoanging dan Maradekaya telah dapat dikuasai para pemuda. Mula-mula pasukan Australia yang bersenjata lengkap itu bersikap menonton saja. Mereka tidak berbuat apa-apa. Tetapi pasukan Belanda berhasil membujuk dan mempengaruhi pasukan Australia. Akhirnya pasukan Australia ikut campur melawan serbuan para pejuang.
Mereka menyerbu markas pejuang di Jonggaya pada siang hari jam 11.00. Pasukan Australia memmiliki senjata lengkap dan modern, sedangkan pemuda pejuang bersenjata sederhana dan seadanya. Tentu saja sungguh berat melawan pasukan Australia itu. Meskipun demikian para pemuda melawan dengan semangat tinggi.
Dalam pertempuran itu banyak pemuda pejuang yang gugur dan 46 pemuda ditangkap tentara Sekutu (Australia) termasuk Robert. Beruntunglah Robert mahir berbahasa asing dan dengan kepandaiannya berdiplomasi, Robert dapat meyakinkan para perwira Australia itu bahwa mereka itu adalah pemuda pejuang yang sedang menegakkan kemerdekaan bangsa dan Tanah Airnya, akhirnya mereka yang ditangkap itu dibebaskan.
Sementara itu pasukan NICA Belanda terus melancarkan pengejaran terhadap para pejuang, terpaksalah para pejuang mengundurkan diri dari kota dan membentuk markas-markas di daerah-daerah seperti Plongbangkeng, Jeneponto, Bulukumba, Bantaeng, Palopo, Kolaka, Majene, Enrekang dan Pare-Pare. Dari markas-markas daerah itu, seringkali pemuda memasuki kota mengadakan aksi penyerangan.
Mereka menculik dan membunuh mata-mata kaki tangan Belanda, sebaliknya pasukan Belanda sering pula melancarkan serangan ke daerah-daerah untuk menghajar dan menghancurkan kekuatan pemuda. Di antara para pejuang itu, maka para pelajar SMP Nasional yang menduduki tempat dan memperoleh nama yang baru. Mereka seringkali mengadakan gerakan yang merugikan pasukan Belanda terutama sekali pemuda Robert. Ia sangat berani dan bergerak sangat lincah, karena itu menjadi sasaran pasukan Belanda.
Robert menggabungkan diri pada pasukan Ronggeng Daeng Rono yang bermarkas di Plongbangkeng. Ia bertugas sebagai penyidik, karena mahir berbahasa asing dan mempunyai wajah yang mirip orang Indo-Belanda. Robert sering kali memasuki kota Ujung Pandang seorang diri, ia menyamar sebagai anggota tentara Belanda, di tengah jalan ia menghentikan Jeep tentara Belanda lalu ikut menumpang. Di tengah jalan Robert segera menodongkan pistolnya ke arah pengemudi yang dibuatnya tidak berdaya, senjatanya dirampas dan demikian pula mobilnya.
Pada hari yang lain ia memasuki markas Polisi Militer Belanda dan menempelkan plakat berisi ancaman yang ditandatanganinya sendiri. Dapatlah dibayangkan betapa terkejutnya tentara Belanda itu. Nama Robert bagaikan hantu yang sangat ditakuti oleh pasukan Belanda.
Berkali-kali ia melakukan aksi dan selalu berhasil. Robert adalah seorang pejuang yang selalu bersungguh-sungguh, ia pun seorang pemimpin yang tangguh. Pada tanggal 17 Juli 1946, Robert bersama-sama dengan para pemuda pejuang lainnya mendirikan organisasi perjuangan bernama Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), terdiri dari 19 satuan perjuangan.
Ranggong Daeng Romo menjadi panglima dari barisan LAPRIS ini, sedangkan Robert diserahi tugas Sekretaris Jenderal yang langsung memimpin operasi. Adapun program perjuangan LAPRIS ialah membasmi dan membersihkan mata-mata serta kaki tangan NICA (Belanda), menggangu lalu lintas dengan menghadang mobil tentara dan polisi Belanda, menghalangi kendaraan yang mengangkut barang dan bahan untuk kepentingan Belanda, membakar dan memusnahkan rumah serta bangunan vital milik pemerintah dan tentara Belanda, dan merampas senjata musuh.
Stasiun radio di Mattoanging dan Maradekaya telah dapat dikuasai para pemuda. Mula-mula pasukan Australia yang bersenjata lengkap itu bersikap menonton saja. Mereka tidak berbuat apa-apa. Tetapi pasukan Belanda berhasil membujuk dan mempengaruhi pasukan Australia. Akhirnya pasukan Australia ikut campur melawan serbuan para pejuang.
Mereka menyerbu markas pejuang di Jonggaya pada siang hari jam 11.00. Pasukan Australia memmiliki senjata lengkap dan modern, sedangkan pemuda pejuang bersenjata sederhana dan seadanya. Tentu saja sungguh berat melawan pasukan Australia itu. Meskipun demikian para pemuda melawan dengan semangat tinggi.
Dalam pertempuran itu banyak pemuda pejuang yang gugur dan 46 pemuda ditangkap tentara Sekutu (Australia) termasuk Robert. Beruntunglah Robert mahir berbahasa asing dan dengan kepandaiannya berdiplomasi, Robert dapat meyakinkan para perwira Australia itu bahwa mereka itu adalah pemuda pejuang yang sedang menegakkan kemerdekaan bangsa dan Tanah Airnya, akhirnya mereka yang ditangkap itu dibebaskan.
Sementara itu pasukan NICA Belanda terus melancarkan pengejaran terhadap para pejuang, terpaksalah para pejuang mengundurkan diri dari kota dan membentuk markas-markas di daerah-daerah seperti Plongbangkeng, Jeneponto, Bulukumba, Bantaeng, Palopo, Kolaka, Majene, Enrekang dan Pare-Pare. Dari markas-markas daerah itu, seringkali pemuda memasuki kota mengadakan aksi penyerangan.
Mereka menculik dan membunuh mata-mata kaki tangan Belanda, sebaliknya pasukan Belanda sering pula melancarkan serangan ke daerah-daerah untuk menghajar dan menghancurkan kekuatan pemuda. Di antara para pejuang itu, maka para pelajar SMP Nasional yang menduduki tempat dan memperoleh nama yang baru. Mereka seringkali mengadakan gerakan yang merugikan pasukan Belanda terutama sekali pemuda Robert. Ia sangat berani dan bergerak sangat lincah, karena itu menjadi sasaran pasukan Belanda.
Robert menggabungkan diri pada pasukan Ronggeng Daeng Rono yang bermarkas di Plongbangkeng. Ia bertugas sebagai penyidik, karena mahir berbahasa asing dan mempunyai wajah yang mirip orang Indo-Belanda. Robert sering kali memasuki kota Ujung Pandang seorang diri, ia menyamar sebagai anggota tentara Belanda, di tengah jalan ia menghentikan Jeep tentara Belanda lalu ikut menumpang. Di tengah jalan Robert segera menodongkan pistolnya ke arah pengemudi yang dibuatnya tidak berdaya, senjatanya dirampas dan demikian pula mobilnya.
Pada hari yang lain ia memasuki markas Polisi Militer Belanda dan menempelkan plakat berisi ancaman yang ditandatanganinya sendiri. Dapatlah dibayangkan betapa terkejutnya tentara Belanda itu. Nama Robert bagaikan hantu yang sangat ditakuti oleh pasukan Belanda.
Berkali-kali ia melakukan aksi dan selalu berhasil. Robert adalah seorang pejuang yang selalu bersungguh-sungguh, ia pun seorang pemimpin yang tangguh. Pada tanggal 17 Juli 1946, Robert bersama-sama dengan para pemuda pejuang lainnya mendirikan organisasi perjuangan bernama Lasykar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), terdiri dari 19 satuan perjuangan.
Ranggong Daeng Romo menjadi panglima dari barisan LAPRIS ini, sedangkan Robert diserahi tugas Sekretaris Jenderal yang langsung memimpin operasi. Adapun program perjuangan LAPRIS ialah membasmi dan membersihkan mata-mata serta kaki tangan NICA (Belanda), menggangu lalu lintas dengan menghadang mobil tentara dan polisi Belanda, menghalangi kendaraan yang mengangkut barang dan bahan untuk kepentingan Belanda, membakar dan memusnahkan rumah serta bangunan vital milik pemerintah dan tentara Belanda, dan merampas senjata musuh.