ICW Ungkap Penyebab Mahalnya Harga Tes PCR di Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingginya harga tes swab Polymerase Chain Reaction (PCR) di Indonesia kembali menjadi polemik dalam beberapa waktu belakangan ini. Terlebih, setelah adanya pembanding harga tes swab PCR di Indonesia dengan India. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyoroti mahalnya tes usap tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap ada dua faktor penyebab mahalnya harga tes swab PCR di Indonesia. Dua faktor itu merujuk pada pernyataan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebut bahwa mahalnya tarif pemeriksaan karena bahan baku tes PCR masih bergantung pada impor dan harga reagen yang mahal.
"Dari penjelasan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dua permasalahan," ujar Peneliti ICW, Wana Alamsyah melalui keterangan resminya, Minggu (15/8/2021).
Wana membeberkan faktor pertama penyebab mahalnya tes swab PCR di Indonesia yakni karena tidak ada biaya impor yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk produk test kit dan reagent laboratorium. Di mana, produk tes kit PCR merupakan salah satu barang yang bebas pungutan Pajak Penghasilan (PPh).
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa pembebasan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, salah satunya tes PCR.
"Tidak adanya biaya impor barang tentu akan mempengaruhi komponen dalam menyusun tarif PCR. Yang menjadi masalah adalah publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR," tekannya.
Kedua, sambung Wana, hasil penelusuran ICW menemukan bahwa rentang harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh pelaku usaha yaitu, senilai Rp180.000 hingga Rp375.000. Setidaknya, ada enam merek reagen PCR yang beredar di Indonesia sejak tahun 2020 yakni, Intron, SD Biosensor, Toyobo, Kogene, Sansure, dan Liverifer.
"Jika dibandingkan antara penetapan harga dalam Surat Edaran milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh pelaku usaha, gap harga reagen PCR mencapai lima kali lipat," ungkapnya.
"Kementerian Kesehatan pun tidak pernah menyampaikan mengenai besaran komponen persentase keuntungan yang didapatkan oleh Pelaku Usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR," sambung Wana.
Menurut Wana, kebijakan Kemenkes terkait Tes PCR terkesan tertutup. Ia menilai kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja.
Atas dasar itu, ICW mendesak agar Kemenkes segera merevisi Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR. Kemudian, Kemenkes juga diminta untuk segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR kepada publik.
"Ketiga, Kementerian Kesehatan harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Kemenkes untuk menurunkan harga tes swab PCR karena dinilainya terlalu tinggi. Jokowi meminta agar tes usap tersebut diturunkan harganya menjadi kisaran Rp450.000 hingga Rp550.000.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap ada dua faktor penyebab mahalnya harga tes swab PCR di Indonesia. Dua faktor itu merujuk pada pernyataan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebut bahwa mahalnya tarif pemeriksaan karena bahan baku tes PCR masih bergantung pada impor dan harga reagen yang mahal.
"Dari penjelasan yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dua permasalahan," ujar Peneliti ICW, Wana Alamsyah melalui keterangan resminya, Minggu (15/8/2021).
Wana membeberkan faktor pertama penyebab mahalnya tes swab PCR di Indonesia yakni karena tidak ada biaya impor yang dibebankan kepada pelaku usaha untuk produk test kit dan reagent laboratorium. Di mana, produk tes kit PCR merupakan salah satu barang yang bebas pungutan Pajak Penghasilan (PPh).
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan/atau Cukai Serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam Pasal tersebut dijelaskan bahwa atas impor barang untuk keperluan penanganan pandemi COVID-19 diberikan fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan berupa pembebasan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, salah satunya tes PCR.
"Tidak adanya biaya impor barang tentu akan mempengaruhi komponen dalam menyusun tarif PCR. Yang menjadi masalah adalah publik tidak pernah diberikan informasi mengenai apa saja komponen pembentuk harga dalam kegiatan tarif pemeriksaan PCR," tekannya.
Kedua, sambung Wana, hasil penelusuran ICW menemukan bahwa rentang harga reagen PCR yang selama ini dibeli oleh pelaku usaha yaitu, senilai Rp180.000 hingga Rp375.000. Setidaknya, ada enam merek reagen PCR yang beredar di Indonesia sejak tahun 2020 yakni, Intron, SD Biosensor, Toyobo, Kogene, Sansure, dan Liverifer.
"Jika dibandingkan antara penetapan harga dalam Surat Edaran milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh pelaku usaha, gap harga reagen PCR mencapai lima kali lipat," ungkapnya.
"Kementerian Kesehatan pun tidak pernah menyampaikan mengenai besaran komponen persentase keuntungan yang didapatkan oleh Pelaku Usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR," sambung Wana.
Menurut Wana, kebijakan Kemenkes terkait Tes PCR terkesan tertutup. Ia menilai kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja.
Atas dasar itu, ICW mendesak agar Kemenkes segera merevisi Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR. Kemudian, Kemenkes juga diminta untuk segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR kepada publik.
"Ketiga, Kementerian Kesehatan harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Kemenkes untuk menurunkan harga tes swab PCR karena dinilainya terlalu tinggi. Jokowi meminta agar tes usap tersebut diturunkan harganya menjadi kisaran Rp450.000 hingga Rp550.000.
(kri)