Ustadz Adi Hidayat Nilai BPIP Salah Alamat Tanya Santri soal Hormat Bendera Menurut Hukum Islam
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ustadz Adi Hidayat (UAH) turut menyampaikan pandangan mengenai lomba penulisan artikel yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021. Adi Hidayat mempertanyakan tujuan dari dua tema yang diperlombakan.
Lomba penulisan artikel tersebut mengangkat dua tema, yakni Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam. Lomba ini memicu polemik dari berbagai kalangan.
Ustadz Adi Hidayat mengatakan, sah sah saja lomba tersebut diadakan dalam konteks untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan, nilai nilai cinta terhadap negara dan cinta Tanah Air. Hanya, Ustadz Adi Hidayat menilai tema yang diperlombakan, dari struktur penyusunan tema, tidak memenuhi struktur berpikir yang sempurna.
"Kalau kita uji dengan pertanyaan, apa tujuan yang ingin dicapai dari hormat bendera menurut hukum islam. Belum diketahui bagaimana hukum Islam terkait dengan penghormatan terhadap bendera. Kalau belum tahu, harusnya bertanya kan. Kalau BPIP bertanya, salah meminta santri menulis artikel, harusnya bertanya ke MUI," ujar Ustadz Adi Hidayat dalam kanal Youtube Adi Hidayat Official, Sabtu (14/8/2021).
Menurut Ustadz Adi Hidayat, dasar pemikiran tema lomba tersebut sangat lemah. Selain itu, sasaran dari lomba juga tidak tepat ditujukan kepada santri. Konstruksi hukum islam dalam bahasa syariat bukan domainnya santri. Sebab santri masih dalam ranah pembelajaran.
"Ketika mereka mempelajari sebuah hukum Islam, mereka mempelajari dasar-dasar hukum yang memang sudah mutlak diselesaikan oleh para ulama berdasarkan referensi hukum hukum Islam. Misalnya, soal fiqih, apa hukumnya air wudhu yang bercampur dengan kotoran. Pembahasan yang sudah diselesaikan oleh para ulama untuk dipelajari, ini ranah santri," bebernya.
Apalagi santri ini ada levelnya, mulai dari tingkatan tsanawiyah, aliyah, maha santri (mahasiswa). "Ini Anda (BPIP) memberikan beban konstruksi hukum pekerjaan ulama kepada para santri yang masih di level dasar yang dalam konteks belum masuk untuk merumuskan sebuah hukum. Santri hanya meng-copy paste dasar-dasar hukum yang dibuat oleh ulama, tidak bisa melahirkan sebuah pandangan hukum," katanya.
Oleh karena itu, Ustadz Adi Hidayat menilai wajar jika tema ini menimbulkan polemik. Jika memang tujuan dari BPIP ingin menanamkan rasa cinta kepada bangsa dan Tanah Air, atau penguatan kebangsaan dalam kontek agama, kedua tema tersebut tidak tepat.
"Bikin saja yang selaras dengan santri. Misalnya peran ulama dalam melahirkan kemerdekaan RI. Tebar ke 34 provinsi sehingga masing masing santri bisa melahirkan ulamanya masing-masing yang berkontribusi terhadap kemerdekaan RI. Yang menginspirasi, sehingga masing masing mengenal tokohnya. Santri itu tokohnya kan ulama," ucapnya.
"Tema ini lemah dari berbagai sisi. Ini ranahnya bukan ke santri, tapi ke MUI, ulama, Kyai. BPIP bisa berkonsultasi sehingga tidak menimbulkan polemik dan gejolak. Masukan kami, sebaiknya temanya diganti sesuai dengan karakteristik santri," pungkasnya.
Lihat Juga: Menag Nasaruddin: Bangsa Indonesia Harus Berterima Kasih kepada Para Santri atas Kemerdekaan yang Diraih
Lomba penulisan artikel tersebut mengangkat dua tema, yakni Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam. Lomba ini memicu polemik dari berbagai kalangan.
Ustadz Adi Hidayat mengatakan, sah sah saja lomba tersebut diadakan dalam konteks untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan, nilai nilai cinta terhadap negara dan cinta Tanah Air. Hanya, Ustadz Adi Hidayat menilai tema yang diperlombakan, dari struktur penyusunan tema, tidak memenuhi struktur berpikir yang sempurna.
"Kalau kita uji dengan pertanyaan, apa tujuan yang ingin dicapai dari hormat bendera menurut hukum islam. Belum diketahui bagaimana hukum Islam terkait dengan penghormatan terhadap bendera. Kalau belum tahu, harusnya bertanya kan. Kalau BPIP bertanya, salah meminta santri menulis artikel, harusnya bertanya ke MUI," ujar Ustadz Adi Hidayat dalam kanal Youtube Adi Hidayat Official, Sabtu (14/8/2021).
Menurut Ustadz Adi Hidayat, dasar pemikiran tema lomba tersebut sangat lemah. Selain itu, sasaran dari lomba juga tidak tepat ditujukan kepada santri. Konstruksi hukum islam dalam bahasa syariat bukan domainnya santri. Sebab santri masih dalam ranah pembelajaran.
"Ketika mereka mempelajari sebuah hukum Islam, mereka mempelajari dasar-dasar hukum yang memang sudah mutlak diselesaikan oleh para ulama berdasarkan referensi hukum hukum Islam. Misalnya, soal fiqih, apa hukumnya air wudhu yang bercampur dengan kotoran. Pembahasan yang sudah diselesaikan oleh para ulama untuk dipelajari, ini ranah santri," bebernya.
Apalagi santri ini ada levelnya, mulai dari tingkatan tsanawiyah, aliyah, maha santri (mahasiswa). "Ini Anda (BPIP) memberikan beban konstruksi hukum pekerjaan ulama kepada para santri yang masih di level dasar yang dalam konteks belum masuk untuk merumuskan sebuah hukum. Santri hanya meng-copy paste dasar-dasar hukum yang dibuat oleh ulama, tidak bisa melahirkan sebuah pandangan hukum," katanya.
Oleh karena itu, Ustadz Adi Hidayat menilai wajar jika tema ini menimbulkan polemik. Jika memang tujuan dari BPIP ingin menanamkan rasa cinta kepada bangsa dan Tanah Air, atau penguatan kebangsaan dalam kontek agama, kedua tema tersebut tidak tepat.
"Bikin saja yang selaras dengan santri. Misalnya peran ulama dalam melahirkan kemerdekaan RI. Tebar ke 34 provinsi sehingga masing masing santri bisa melahirkan ulamanya masing-masing yang berkontribusi terhadap kemerdekaan RI. Yang menginspirasi, sehingga masing masing mengenal tokohnya. Santri itu tokohnya kan ulama," ucapnya.
"Tema ini lemah dari berbagai sisi. Ini ranahnya bukan ke santri, tapi ke MUI, ulama, Kyai. BPIP bisa berkonsultasi sehingga tidak menimbulkan polemik dan gejolak. Masukan kami, sebaiknya temanya diganti sesuai dengan karakteristik santri," pungkasnya.
Lihat Juga: Menag Nasaruddin: Bangsa Indonesia Harus Berterima Kasih kepada Para Santri atas Kemerdekaan yang Diraih
(thm)