Sekjen Tegaskan Pegawai KPK Tak Akan Dapat Honor Jika Jadi Narasumber
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), Cahya Hardianto Harefa menegaskan bahwa pegawainya tidak akan menerima honor saat menjadi narasumber acara yang diselenggarakan kementerian/lembaga ataupun pihak swasta.
Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.
"Kami perlu sampaikan juga bahwa bilamana pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor," kata Cahya dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/8/2021).
Baca juga: KPK Klaim Biaya Perjalanan Dinas Bukan Gratifikasi apalagi Suap
Cahya menjelaskan, berdasarkan Perpim tersebut, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodir atau sharing pembiayaan untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak. Padahal program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.
"Sharing pembiayaan juga merupakan salah satu implementasi Nilai Kode Etik KPK: Sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya, dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi," ujar Cahya.
KPK pun mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya. Cahya menegaskan hal tersebut bukan gratifikasi apalagi suap.
Baca juga: KPK Larang Lembaga Jasa Keuangan Beri Gratifikasi ke Pejabat Negara
"Namun pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara, untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK," kata Cahya.
Nantinya, lanjut Cahya, pegawai KPK dalam pelaksanakan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.
"Kami juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya," katanya.
Diketahui pada 30 Juli 2021 KPK telah menerbitkan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Beberapa penyesuaian berdasarkan Perpim Nomor 6 tahun 2021 tersebut diantaranya: Pasal 2A ayat (1) menyebutkan "Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara".
Lalu, Pasal 2A ayat (2) "Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda".
Penyesuaian tersebut berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Dimana Perjalanan Dinas dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip itu antara lain Selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Efisiensi penggunaan belanja negara; dan Akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas.
Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK.
"Kami perlu sampaikan juga bahwa bilamana pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka menjalankan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor," kata Cahya dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/8/2021).
Baca juga: KPK Klaim Biaya Perjalanan Dinas Bukan Gratifikasi apalagi Suap
Cahya menjelaskan, berdasarkan Perpim tersebut, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodir atau sharing pembiayaan untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaktersediaan anggaran pada salah satu pihak. Padahal program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.
"Sharing pembiayaan juga merupakan salah satu implementasi Nilai Kode Etik KPK: Sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya, dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi," ujar Cahya.
KPK pun mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya. Cahya menegaskan hal tersebut bukan gratifikasi apalagi suap.
Baca juga: KPK Larang Lembaga Jasa Keuangan Beri Gratifikasi ke Pejabat Negara
"Namun pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara, untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK," kata Cahya.
Nantinya, lanjut Cahya, pegawai KPK dalam pelaksanakan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.
"Kami juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya," katanya.
Diketahui pada 30 Juli 2021 KPK telah menerbitkan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Beberapa penyesuaian berdasarkan Perpim Nomor 6 tahun 2021 tersebut diantaranya: Pasal 2A ayat (1) menyebutkan "Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara".
Lalu, Pasal 2A ayat (2) "Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran Komisi Pemberantasan Korupsi dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda".
Penyesuaian tersebut berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Dimana Perjalanan Dinas dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip.
Prinsip-prinsip itu antara lain Selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Efisiensi penggunaan belanja negara; dan Akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas.
(abd)