Surat Vaksin Jadi Syarat Beraktivitas

Jum'at, 06 Agustus 2021 - 05:26 WIB
loading...
A A A
Berdasarkan SK Kadis Parekraf Nomor 495 Tahun 2021, ada beberapa usaha pariwisata atau aktivitas publik yang diwajibkan sudah divaksinasi dengan menunjukkan bukti sertifikat vaksin Covid-19. Di antaranya, pertama, seluruh karyawan dan tamu penyedia jasa akomodasi. Sedangkan operasional penunjang jasa akomodasi berupa spa, kolam renang, gym, lapangan olahraga, dan lain-lain belum diperbolehkan dibuka. Kedua, seluruh karyawan dan pengunjung rumah makan/kafe/restoran, atau warteg. Sedangkan kegiatan operasional rumah minum/bar yang menyajikan minuman beralkohol wajib ditutup.

Ketiga, seluruh karyawan dan pengunjung hotel dan guest house. Keempat, seluruh karyawan dan pengunjung salon dan barbershop (tukang pangkas rambut) yang usahanya berada pada lokasi tersendiri. Kelima, keluarga, tamu undangan, dan petugas dalam pelaksanaan akad nikah di hotel dan gedung pertemuan. Keenam, pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, dan transportasi umum jarak jauh seperti pesawat udara, bis, kapal laut, dan kereta api



Namun penerapan kebijakan tersebut tidak berjalan mudah. Di Prancis dan banyak negara, muncul perlawanan dan demonstrasi di banyak warga negara. Masyarakat menolak karena kebijakan yang menggunakan surat kesehatan sebagai syarat aktivitas publik merupakan bentuk pelanggaran kebebasan yang fundamental. Padahal, kebebasan merupakan hal yang diutamakan di negara Barat, seperti Prancis serta negara Eropa lainnya hingga Amerika Serikat (AS).

Dalam pandangan Mélissa Fox-Muraton, pakar sosial asal Universitas Clermont Auvergne,Prancis, kebijakan surat kesehatan hanya membatasi warga untuk mengakses ruang publik tanpa surat kesehatan justru mengganggu kebebasan pribadi. Dia memandang, surat kesehatan atau health pass justru akan menimbulkan masalah. “Itu justru akan menimbulkan masalah lain seperti eksklusi sosial dan meningkatkan ketidaksetaraan, khususnya penduduk yang memiliki penyakit,” jelasnya.

Kebijakan itu juga memaksakan warga yang memiliki keyakinan untuk menolak vaksin sehingga mereka akan menjadi kelompok yang termarginalkan di masyarakat. Padahal, masyarakat di dunia saat ini sudah terpolarisasi. Hal yang sulit, kebijakan tersebut juga menciptakan perpecahan termasuk bagi warga yang tidak memiliki identitas dan mereka yang tidak memiliki rumah. Warga yang tidak memiliki akses informasi akan mendapatkan banyak kesulitan untuk mendapatkan vaksin. Permasalahan lain yang muncul adalah permasalahan perlindungan data personal dalam surat kesehatan untuk aktivitas sehari-hari.

Di sisi lain, pandemi merupakan situasi darurat. Itu menuntut pemerintah di mana saja harus bergerak cepat untuk mengatasinya permasalahan kesehatan publik di mana itu berisiko menganggu kebebasan masyarakat. Sebenarnya, pemerintah seharusnya membangun kesadaran warganya. Tetapi, ketika upaya itu sudah dilakukan dan dinilai gagal, maka pemaksaan demi kesehatan bersama menjadi hal yang perlu dilakukan.

“Jika surat kesehatan bisa meningkatkan ketidaksetaraan mengakses ruangan publik, tetapi jika tanpa hal itu, maka kesehatan publik menjadi terganggu, maka tugas negara untuk melindungi masyarakat,” kata Fox-Muraton. Dalam konteks tersebut, kewajibkan vaksinasi bagi seluruh penduduk dewasa memang harus diutamakan persuasasi dibandingkan dengan pemaksanaan. “Prinsip otonomi dan kebebasan tetap menjadi hal fundamental. Tapi, kita juga harus peduli dengan kesehatan seluruh masyarakat jika ada penolakan vaksinasi,” terangnya.

Dalam pandangan Claire Breen, profesor hukum di Universitas Waikato di Hamilton, Selandia Baru, memandang pembatasan kebebasan bergerak menjadi pembenaran bagi kesehatan publik. Hukum internasional selalu menekankan bahwa hak ekonomi, sosial dan budaya bisa dibatasi dan dilarang untuk mengontrol penyakit pandemi. “Berbagai pembatasan bisa dilakukan untuk mewujudkan standar kesehatan terbaik,” kata Breen dilansir The Guardian.

Dia mencontohkan Undang-Undang Hak Selandia Baru mengizinkan pembetasan kebebasan sehingga mengizinkan pemerintah menegakkan Undang-Undang Kesehatan untuk menangani pandemi virus korona atau Covid-19. Selain itu, pembatasan kebebasan juga tidak melawan kebebasan pribadi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3320 seconds (0.1#10.140)