Mahfud MD Imbau di Masa Pandemi Pemberitaan Media Memotivasi Masyarakat

Kamis, 05 Agustus 2021 - 05:30 WIB
loading...
Mahfud MD Imbau di Masa...
Menko Polhukam Mahfud MD meminta para pemimpin redaksi menghindari berita sensasional. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya dan juga banyak pejabat pemerintah kerap menjadi sasaran pemberitaan yang diplintir, melenceng dari fakta.



Dirinya mengerti bahwa dalam penulisan judul-judul berita, ada teknik yang disebut Clickbait untuk membuat agar judul itu menarik, dan memancing orang untuk klik dan membaca.

“Buat saya, itu tidak masalah sepanjang yang dilakukan tidak mengarahkan pembaca untuk membuat kesimpulan salah atas judul berita itu. Apalagi kalau judulnya sudah jelas-jelas salah,” ujar Menko Mahfud.

Hadir dalam diskusi ini, selain Menko Polhukam, adalah Ketua Dewan Pers, M. Nuh, para anggota dewan pers, para pimpinan asosiasi pers, antara lain PWI, AJI, AMSI, SPS, para pemimpin redaksi. Hadir juga Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi dan Juru Bicara Menteri BUMN, Arya Sinulingga.

Dalam diskusi daring, Menko menyampaikan, informasi yang beredar di publik dalam kondisi pandemi saat ini semakin mengkhawatirkan. Informasi palsu atau Hoax merajalela, yang terutama bertebaran di Media Sosial.

Data terbaru misalnya, dari tanggal 23 Januari 2021 hingga 3 Agustus 2021, jumlah hoax tentang Covid mencapai 1.827 hoaks. Khusus untuk Vaksin saja, ada 278 hoax.

Menurutnya, sebagian besar sudah dilakukan take down, tapi hoax terus tumbuh, muncul setiap hari dan semakin banyak. Akibatnya, masyarakat yang menjadi korban.

“Nah, pada titik ini, peran teman-teman media sangat dibutuhkan, untuk mengimbangi dengan berita-berita yang kredibel dan mencerahkan publik. Jangan sampai justru tergoda untuk ikut membuat angle atau judul berita yang sensasional menyerupai hoax di Media Sosial,” ujar Menko.

Mantan anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi yang juga hadir dalam pertemuan ini menegaskan, esensi dari kemerdekaan pers adalah pers mengatur diri sendiri. "Pers bukan hanya membuat peraturannya sendiri, tapi juga menertibkan dirinya sendiri. Tapi kenyataannya, pers tidak sanggup mengatur diri sendiri," ujar mantan Ketua Umum IJTI ini.

Meski begitu, Imam juga meminta pemerintah dan penegak hukum bersikap fair dalam menangani kasus sengketa pers.

"Mumpung ada Pak Mahfud, Mohon pak, saat ada kasus pers dimana Dewan Pers sudah menyelesaikan, tolong itu dihormati baik itu oleh Polisi dan Kejaksaan. Karena kalau kemudian keputusan Dewan Pers tidak dihormati, maka Dewan Pers tidak punya kekuatan dirinya sendiri, mengatur masalah pers," tegas Imam.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Media Seber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut mengusulkan agar ada rapor yang dikeluarkan Dewan Pers secara rutin kepada media supaya berhati-hati dalam memproduksi konten berita.

"Saya kira yang relevan untuk internal industri media, mungkin memang perlu kita supaya ada rapor atau apa yang sifatnya mingguan. Mungkin dari dewan pers misalnya perlu didata temen-temen yang melanggar, tanpa menunggu pengaduan, karena kalau menunggu pengaduan prosesnya akan lama. Kalau tidak mengadu, teman-teman yang menulis salah, ya dia merasa aman-aman aja," ujarnya.

Menurut Ketua Umum IJTI, Yadi Hendriana, industri pers berkembang sangat pesat, sehingga situasinya berbeda dengan sebelum reformasi. Di era digital saat ini, media-media online yang mendominasi.

"Satu media online rata-rata per hari harus menerbitkan sekitar diatas 500 artikel. Artinya, bagi seorang Pemred itu adalah tantangan yang luar biasa. Sulit bagi Pemred bisa mengontrol 500 sampai seribu artikel per hari. Sementara kompetensi dari teman-teman jurnalis belum sepenuhnya memenuhi persyaratan, bagaimana seorang jurnalis harus bekerja," ujar Yadi yang juga salah satu pimpinan media nasional tersebut.

Jurnalis senior dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Bambang Harymurti, mengusulkan agar Dewan Pers mengaudit media-media nasional dan memberi peringkat khusus tentang kualitas jurnalistik masing-masing.

“Misalnya nanti diberi tanda hijau, kuning, atau merah, yang memandakan kualitas berita-berita medianya, agar publik sejak awal tahu sedang berurusan dengan media jenis apa” ujar Bambang yang juga mantan anggota Dewan Pers.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1112 seconds (0.1#10.140)