Ketua DPD RI: Pengelolaan Limbah Medis Covid-19 Harus Maksimal
loading...
A
A
A
MADIUN - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyoroti penanganan limbah medis Covid-19 yang belum maksimal. Menurutnya, limbah medis atau infeksius yang termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), akan menjadi sumber penularan baru Covid-19 jika tidak dikelola dengan baik.
"Penanganan limbah medis Covid-19 tidak boleh dianggap sepele. Harus dikerjakan cepat, aman, dan efisien sebagai bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran virus Covid-19 dan penyakit lainnya," ucap LaNyalla di sela masa reses di Jawa Timur, Minggu (1/8/2021).
Berdasarkan catatan pemerintah, terdapat sekitar 18.460 ton limbah medis per 27 Juli 2021. Limbah tersebut berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari Rumah Sakit, Puskesmas, RS Darurat Covid-19, Wisma Isolasi, tempat karantina mandiri, hingga uji deteksi maupun vaksinasi.
Limbah itu antara lain berupa pakaian medis, sarung tangan, face shield, Hazmat, Alat Pelindung Diri, infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, alat PCR, antigen, dan alkohol pembersih swab.
"Saya dengar pemerintah menyiapkan dana Rp1,3 triliun untuk pengelolaan limbah B3 medis tersebut. Dengan dana sebesar itu, penanganannya harus lebih sistematis dan tepat," lanjutnya.
Pada masa pandemi, produksi limbah medis sebanyak 383 ton per hari. Sampai saat ini, baru 4,1 persen rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas pembakaran limbah medis B3 atau insinerator yang berizin. Sementara itu ada 20 pelaku usaha pengelolaan limbah di seluruh Indonesia, tetapi hampir semuanya di Pulau Jawa.
Oleh karena itu, LaNyalla menginginkan supaya instrumen untuk pengelolaan limbah medis merata di semua daerah. "Segera dibangun alat-alat pemusnah limbah B3 medis di tiap kota atau kabupaten, minimal provinsi. Apakah memakai insinerator atau alat lain itu terserah pada Kementerian Lingkungan Hidup," tutur Senator asal Jawa Timur itu.
Selain dimusnahkan, LaNyalla mengusulkan limbah medis yang berpotensi untuk didaur ulang sebaiknya didaur ulang menjadi produk baru. Tetapi, tetap harus memperhatikan faktor keamanan dan dan kesehatan.
"Kalau memungkinkan didaur ulang, kenapa tidak. Justru lebih bagus, karena nantinya akan nilai tambah secara ekonomi," terang mantan ketua Umum PSSI itu.
LaNyalla juga mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati membuang alat medis yang telah digunakan. "Agar tidak membahayakan orang lain, lebih baik limbah dari kita seperti masker langsung dibakar saja daripada dibuang ke tempat sampah," tutur LaNyalla.
"Penanganan limbah medis Covid-19 tidak boleh dianggap sepele. Harus dikerjakan cepat, aman, dan efisien sebagai bagian penting dari upaya mengurangi penyebaran virus Covid-19 dan penyakit lainnya," ucap LaNyalla di sela masa reses di Jawa Timur, Minggu (1/8/2021).
Berdasarkan catatan pemerintah, terdapat sekitar 18.460 ton limbah medis per 27 Juli 2021. Limbah tersebut berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari Rumah Sakit, Puskesmas, RS Darurat Covid-19, Wisma Isolasi, tempat karantina mandiri, hingga uji deteksi maupun vaksinasi.
Limbah itu antara lain berupa pakaian medis, sarung tangan, face shield, Hazmat, Alat Pelindung Diri, infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, alat PCR, antigen, dan alkohol pembersih swab.
"Saya dengar pemerintah menyiapkan dana Rp1,3 triliun untuk pengelolaan limbah B3 medis tersebut. Dengan dana sebesar itu, penanganannya harus lebih sistematis dan tepat," lanjutnya.
Pada masa pandemi, produksi limbah medis sebanyak 383 ton per hari. Sampai saat ini, baru 4,1 persen rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas pembakaran limbah medis B3 atau insinerator yang berizin. Sementara itu ada 20 pelaku usaha pengelolaan limbah di seluruh Indonesia, tetapi hampir semuanya di Pulau Jawa.
Oleh karena itu, LaNyalla menginginkan supaya instrumen untuk pengelolaan limbah medis merata di semua daerah. "Segera dibangun alat-alat pemusnah limbah B3 medis di tiap kota atau kabupaten, minimal provinsi. Apakah memakai insinerator atau alat lain itu terserah pada Kementerian Lingkungan Hidup," tutur Senator asal Jawa Timur itu.
Selain dimusnahkan, LaNyalla mengusulkan limbah medis yang berpotensi untuk didaur ulang sebaiknya didaur ulang menjadi produk baru. Tetapi, tetap harus memperhatikan faktor keamanan dan dan kesehatan.
"Kalau memungkinkan didaur ulang, kenapa tidak. Justru lebih bagus, karena nantinya akan nilai tambah secara ekonomi," terang mantan ketua Umum PSSI itu.
LaNyalla juga mengingatkan kepada masyarakat untuk berhati-hati membuang alat medis yang telah digunakan. "Agar tidak membahayakan orang lain, lebih baik limbah dari kita seperti masker langsung dibakar saja daripada dibuang ke tempat sampah," tutur LaNyalla.
(zik)