KPK Tegaskan Tuntutan terhadap Juliari Batubara Berdasarkan Fakta Persidangan, Bukan Pengaruh Opini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menegaskan, tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara merupakan hasil dari analisa fakta-fakta yang terungkap di persidangan, bukan atas dasar opini dari masyarakat.
"Dalam menuntut terdakwa, tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud, bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan, maupun desakan pihak mana pun," kata Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (29/7/2021).
Ali menambahkan, pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan juga menjadi dasar tim jaksa dalam menuntut Juliari Batubara baik pidana penjara, uang pengganti, maupun denda hingga pencabutan hak politik. Ia pun menjelaskan alasan pihaknya tidak menuntut hukuman seumur hidup atau ancaman hukuman mati terhadap Juliari Batubara. Sebab, pasal yang digunakan merupakan pasal suap.
"Perlu kami tegaskan kembali, dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap, bukan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," bebernya.
Lebih lanjut, kata Ali, pihaknya juga telah mengajukan pemberatan tuntutan terhadap Juliari. Salah satunya dengan menuntut adanya pembayaran uang pengganti. Juliari wajib membayar uang pengganti, jika tidak, akan diganti dengan pidana penjara.
"Perlu juga kami sampaikan, sekalipun dalam beberapa perkara Tipikor, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," kata Ali.
"Namun, Jaksa KPK tentu juga memiliki dasar hukum kuat dalam menuntut uang pengganti terhadap terdakwa Juliari P Batubara ini dan kami berharap majelis hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan tim JPU," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dijatuhi hukuman 11 tahun penjara. Jaksa juga menuntut agar Juliari didenda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, jaksa juga menuntut agar Juliari Peter Batubara dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar. Juliari diberi waktu untuk membayar uang pengganti satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
Namun, jika Juliari Batubara tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana selama dua tahun.
Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan lainnya kepada Juliari Peter Batubara. Pidana tambahan itu yakni, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah Juliari rampung menjalani pidana penjara.
Dalam melayangkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Hal-hal yang memberatkan tuntutan terhadap Juliari yakni, karena perbuatannya selaku Menteri Sosial tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Kemudian, terdakwa Juliari Batubara juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tidak mengakui perbuatannya. Serta, perbuatan terdakwa dilakukan pada saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19. Sedangkan hal yang meringankan, Juliari belum pernah dihukum.
Dalam kesimpulannya, jaksa meyakini Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Juliari diyakini menerima suap dari sejumlah pengusaha penggarap proyek pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19.
Juliari Batubara diyakini oleh JPU KPK telah menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 (Rp32 miliar) dari para pengusaha atau vendor yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya yakni PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Atas perbuatannya, Juliari dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf b Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Dalam menuntut terdakwa, tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan perkara dimaksud, bukan karena pengaruh adanya opini, keinginan, maupun desakan pihak mana pun," kata Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (29/7/2021).
Ali menambahkan, pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan juga menjadi dasar tim jaksa dalam menuntut Juliari Batubara baik pidana penjara, uang pengganti, maupun denda hingga pencabutan hak politik. Ia pun menjelaskan alasan pihaknya tidak menuntut hukuman seumur hidup atau ancaman hukuman mati terhadap Juliari Batubara. Sebab, pasal yang digunakan merupakan pasal suap.
"Perlu kami tegaskan kembali, dalam perkara ini terdakwa dituntut terkait pasal suap, bukan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan," bebernya.
Lebih lanjut, kata Ali, pihaknya juga telah mengajukan pemberatan tuntutan terhadap Juliari. Salah satunya dengan menuntut adanya pembayaran uang pengganti. Juliari wajib membayar uang pengganti, jika tidak, akan diganti dengan pidana penjara.
"Perlu juga kami sampaikan, sekalipun dalam beberapa perkara Tipikor, uang pengganti dibebankan kepada terdakwa dalam perkara yang berhubungan dengan penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu yang berhubungan dengan kerugian negara," kata Ali.
"Namun, Jaksa KPK tentu juga memiliki dasar hukum kuat dalam menuntut uang pengganti terhadap terdakwa Juliari P Batubara ini dan kami berharap majelis hakim akan mengabulkan seluruh tuntutan tim JPU," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara dijatuhi hukuman 11 tahun penjara. Jaksa juga menuntut agar Juliari didenda sebesar Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain pidana penjara dan denda, jaksa juga menuntut agar Juliari Peter Batubara dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar. Juliari diberi waktu untuk membayar uang pengganti satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
Namun, jika Juliari Batubara tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana selama dua tahun.
Selain itu, jaksa juga menuntut pidana tambahan lainnya kepada Juliari Peter Batubara. Pidana tambahan itu yakni, berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah Juliari rampung menjalani pidana penjara.
Dalam melayangkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Hal-hal yang memberatkan tuntutan terhadap Juliari yakni, karena perbuatannya selaku Menteri Sosial tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Kemudian, terdakwa Juliari Batubara juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tidak mengakui perbuatannya. Serta, perbuatan terdakwa dilakukan pada saat kondisi darurat bencana pandemi Covid-19. Sedangkan hal yang meringankan, Juliari belum pernah dihukum.
Dalam kesimpulannya, jaksa meyakini Juliari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Juliari diyakini menerima suap dari sejumlah pengusaha penggarap proyek pengadaan Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19.
Juliari Batubara diyakini oleh JPU KPK telah menerima suap sebesar Rp32.482.000.000 (Rp32 miliar) dari para pengusaha atau vendor yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-19.
Puluhan miliar uang dugaan suap untuk Juliari Batubara itu berkaitan dengan penunjukan sejumlah perusahaan penggarap proyek bansos Covid-19. Di antaranya yakni PT Pertani, PT Mandala Hamonganan Sude, dan PT Tigapilar Agro Utama.
Atas perbuatannya, Juliari dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf b Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(zik)